(Resensi) Jejak Langkah Mahasiswa UM di Luar Negeri

Saya sadar bhw cara saya memandang dunia berbeda dengan cara mahasiswa saat ini memandang dunia. Di permukaan memang beda: cara komunikasi di kelas, minat hiburan, menghadapi persoalan dll. Nah, buku Jejak Langkah Mahasiswa UM di Luar Negeri ini menunjukkan satu lagi perbedaan antara mahasiswa zaman saya dan mahasiswa hari ini: keberanian bermimpi pun beda.  

Berisi esai-esai renungan pasca perjalanan ke luar negeri

Bisa dibilang, secara demografis para mahasiswa yang tulisannya ada di sini adalah saya 20-23 tahun yang lalu. Tapi kami begitu berbeda. 

Para penulis ini sejak masuk kuliah sudah punya mimpi untuk mendapatkan lebih dari kuliah, tidak hanya lebih dlm artian berkegiatan UKM, tapi juga lebih dlm artian bisa menikmati menginjakkan kaki di luar negeri, meng-immerse diri ke dunia yang asing, dan mengetahui betapa beda dunia di seberang kolam sana. 

Mungkin banyak faktor penyebabnya: makin murahnya luar negeri, buku² atau film inspiratif ttg manfaat ke luar cangkang nasional, sistem yang mendukung mobilitas ke luar negeri, dan banyaknya dosen atau kenalan yang pernah merasakan ke luar negeri dan bercerita.

Btw, mobilitas itu juga istilah baru. Dulu mobilitas seingat saya lebih bermakna non-literal, dimaknai sebagai perpindahan non-fisik (misalnya mobilitas sosial vertikal dan horisontal). Sekarang benar-benar dimaknai secara fisik: bergerak ke tempat lain. 

Banyak kisah tentang perjuangan meraih mimpi ke luar negeri, kisah takjub merasakan perbedaan budaya (bahkan dengan bangsa yang menjadi tetangga sebelah), kisah menyoroti kebodohan diri di tempat yg jauh, dan takjub akan keberagaman dan arti menjadi minoritas.

Ada satu hal yg menurut saya masih absen (dan absennya begitu mencolok) dari buku ini (dan buku satunya yang ditulis oleh dosen dan tendik): tdk adanya perenungan secara khusus tentang menjadi minoritas di tempat asing dan menghubungkannya dengan relasi minoritas-mayoritas di negeri sendiri. 

Mungkin memang bukan itu fokusnya. Tapi, kalau itu termasuk blindspot buku ini kayaknya akan ada buku serupa di tahun-tahun selanjutnya yang bisa mengisi bagian bolong itu. @evierozi@aiznerun@nabhanchoiron 😉

Nah, sekarang saya jadi berangan-angan: kira-kira apa yang akan ditulis kawan-kawan saya @gerrygjy dan @notgwynnry sepulang dari IISMA ya? 

Btw, buku ini bisa didownload secara cuma-cuma di situs OIA UM di halaman ini.

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *