Tahun ini saya diuji sebagai pembaca sastra. Ujian pertama adalah membaca novel berbahasa Jawa. Tapi itu yang pertama. Yang kedua adalah diuji membaca puisi berbahasa Jawa. Tidak tanggung-tanggung: langsung 2 buku. 

Puser Bumi karya Gampang Prawoto adalah buku yang penuh lapis ² makna. Saya temukan banyak sekali permainan bahasa dan bunyi-bunyian yang lebih membuat takjub karena tidak paham daripada takjub karena keindahan. 

Ada banyak puisi yang saya suka karena selain bunyinya yang asyik, banyak juga lapis-lapis makna yang bisa kita coba urai satu-per satu dari permainan-permainannya. Dan, yang cukup membuat takjub adalah penyair sama sekali tidak kesulitan memasukkan kata-kata kontemporer ke dalam puisi-puisi ini. Selama ini, apa-apa yang berbahasa Jawa kesannya selalu berurusan dengan hal-hal tradisional. Padahal ya, alam pikir orang Jawa juga ikut terupdate bersama kemajuan dan barang-barang baru dalam keseharian.

Membaca puisi berbahasa Jawa terasa seperti melihat pemandangan berkabut. Saya kesulitan menikmati keindahannya karena banyak sekali kata yang menyedot perhatian dan pada akhirnya membuat saya sendiri membuka ² kamus. Tapi, begitu tiap kata itu berubah dari kabut menjadi sebuah imaji, maka sedikit demi sedikit pemandangan itu muncul. 

Silakan lihat gambar berikut ini untuk membaca sepenggal puisinya.  

Saya sering merasa bahwa saya lebih dekat dengan karya sastra yang berjarak dari separuh bumi (dari Amerika Serikat atau mungkin Afrika Utara) daripada karya sastra dari negeri tetangga sendiri seperti Singapura, Malaysia, Brunei atau lainnya di ASEAN. 

Tapi, satu hal yang paling memalukan: saya bukan hanya tidak akrab tapi juga kesulitan (atau merasa kesulitan?) membaca karya sastra dalam bahasa ibu sendiri, bahasa Jawa. 

Jadi, biar ironi ini tidak berkepanjangan, sepertinya sebelum terlalu jauh ke mana-mana, saya harus terus berusaha lebih mengenal sastra Indonesia berbahasa Jawa. 

Seperti halnya yang dilakukan Balai Bahasa Jawa Timur menerjemahkan karya-karya puisi ini ke dalam bahasa Indonesia, semoga balai bahasa di provinsi lain juga melakukan hal yang sama dengan karya ² yang ditulis dalam bahasa-bahasa daerah lainnya.