Saya baru baca beberapa cerpen saja dari kumpulan cerpen Yusi Avianto Pareanom yang berjudul Rumah Kopi Singa Tertawa, tapi sudah gregetan untuk menyelesaikannya.
Barusan ini tadi baca cerpen yang judulnya “Sebelum Peluncuran,” yang berkisah tentang usaha seorang penulis membentuk tubuhnya agar tampak tegap gempita berotot sebelum peluncuran buku (yang dalam dunia cerpen ini biasanya dilanjutkan dengan foto telanjang untuk sebuah majalah berita). Usahanya (yang selama cerita masih belum tampak membuahkan hasil) antara lain dengan bergabung ke klab kebugaran. Selanjutnya silakan baca sendiri.
Menurut saya, kualitas yang ganjil dari cerpen ini adalah (selain naratornya yang tengil) konsistensinya untuk tidak konsisten. Mungkin, kita perlu memberi selamat kepada cerpen ini karena (menurut saya) telah menjadi cerpen yang paling tidak konsisten dalam sejarah sastra Indonesia. Mungkin hanya ada dua hal yang konsisten dalam cerpen ini, yaitu 1) usahanya untuk tidak konsisten, dan 2) konsistensi cerita kepada judulnya, maksudnya semua cerita ini terjadi “Sebelum Peluncuran,” sementara para pembaca yang sudah tersedot cerpen ini mau tak mau pasti mengharap-harap, “Bagaimana ya akhirnya pada saat peluncuran nanti?”