Untuk mengawali perjalanan yang lebih jauh dan bermakna tentang pariwisata berkelanjutan, kita perlu melihat dulu definisinya. Untuk itu, kita bisa menilik dua sumber utama yang membicarakan perihal ini, yaitu sumber UNWTO (United Nations World Tourism Organization) dan GSTC (Global Sustainable Tourism Council).
Pariwisata Berkelanjutan menurut UNWTO
Menurut organisasi yang ada di bawah PBB, pariwisata berkelanjutan adalah sebuah praktik pengelolaan wisata yang mempertimbangkan keberlanjutan ekologis, keberlanjutan sosiokultural, dan keberlanjutan secara profit. Selaini elemen-elemen ini, aspek keseimbangan antara ketiga aspek ini adalah sebuah kehauran. Demikian yang bisa kita lihat menurut situs UNWTO.
UNWTO melakukan advokasi untuk mencapai ini dengan menyiapkan materi edukasi dan memberikan penghargaan yang tinggi bagi mereka yang bisa mencapai keseimbangan ini. Setiap tahun, UNWTO memberikan penghargaan kepada destinasi atau pengelola destinasi yang berhasil memenuhi kriteria-kriteria yang mereka buat. Penghargaan bergengsi dari UNWTO bernama “best tourism villages.”
Di antara desa-desa wisata yang memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh UNWTO, ada satu dari Indonesia. Desa wisata terbaik dari Indonesia yang memenuhi kriteria UNWTO, yang juga berarti memenuhi standar sustainable tourism, adalah desa Nglanggeran di Gunung Kidul. Karena prestasinya ini, desa Nglanggeran memiliki ruang sendiri di situs UNWTO. Silakan tengok di sini. Setiap tahun, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melakukan seleksi nasional untuk menentukan desa-desa yang memenuhi kriteria UNWTO untuk dikirimkan berlaga di tingkat global.

Penerapan Pariwisata Berkelanjutan oleh GSTC
Dalam praktik untuk mengadvokasi praktik pengelolaan wisata ini, terdapat sebuah organisasi yang menyusun kriteria-kriteria teknik pariwisata berkelanjutan yaitu Global Sustainable Tourism Council (GSTC). GSTC merupakan sebuah lembaga akreditasi internasional yang menyiapkan standar yang bisa dijadikan panduan bagi mereka yang peduli terhadap pariwisata berkelanjutan.
Dalam praktiknya, GSTC menyiapkan kriteria-kriteria yang diperuntukkan bagi destinasi maupun bagi industri. Kriteria GSTC terdiri dari 4 pilar utama, yaitu:
- manajemen berkelanjutan
- keberlanjutan sosio-ekonomi
- keberlanjutan kultural
- keberlanjutan lingkungan
Masing-masing dari keempat pilar ini memiliki penerjemahan teknis baik itu bagi destinasi maupun bagi industri. Bila diterapkan dengan baik, keempat pilar ini akan bisa menjamin tercapainya pariwisata yang tidak merusak alam, membahayakan warisan budaya, sambil tetap memberikan keuntungan ekonomi bagi para pelaku serta warga setempat.
Hal inilah yang diharapkan bisa menjadi obat bagi permasalahan pariwisata yang ada dunia dalam beberapa dasawarsa terakhir. Kita telah melihat bagaimana wisata massal telah membawa dampak buruk bagi masyarakat (istilahnya overtourism). Salah satu contoh paling miris adalah seruan “Bye-bye Barcelona” yang merupakan protes warga Barcelona yang kenyamanan hidupnya terganggu oleh overtourism yang telah menjadikan kota mereka “hanya” sebagai tempat datangnya turis sampai pada titik warga lokalnya sendiri menjadi terpinggirkan. Ada sebuah video yang cukup mencengangkan tentang ini:
Dengan penerapan kriteria-kriteria ini, GSTC berharap bisa memperluas upaya-upaya baik menuju pariwisata berkelanjutan.
Kurang lebih seperti itu definisi pariwisata berkelanjutan yang bisa kita berikan untuk mengawali perjalanan menuju pariwisata berkelanjutan. Dalam postingan-postingan selanjutnya, kita akan bisa melanjutkan ke bagaimana tulisan perjalanan bisa berkontribusi terhadap pencapaian tujuan pariwisata berkelanjutan.