Komposisi Foto a la Lukisan Bali

Dua hari yang lalu, di Sabtu pagi yang cerah, saya main di balkon rumah bersama anak saya. Dari tempat balkon tersebut, saya bisa melihat jalan raya dan sebuah pusat daur ulang yang menerima barang-barang yang bisa didaur ulang. Tentu saja saya sambil pegang tustel dan cekrak-cekrek orang-orang yang lewat di jalanan itu. Saat memotret-motret itu, saya tidak bisa melihat dari apa yang saya potret: jarak antara tempat saya dan obyek yang saya potret cukup jauh dan, meskipun kamera saya punya 10x optical zoom, kamera itu tidak dilengkapi lobang intip, jadinya ya… saya tidak bisa melihat dengan jelas apa yang saya potret itu kalau hanya mengandalkan layar yang cuma beberapa inchi itu.

Nah, baru ini tadi, saat saya menempatkan diri ngecek SD card, saya lihat satu tangkapan yang sangat mengingatkan saya akan lukisan-lukisan bali yang perspektifnya seperti dari atas pohon itu. Maksud saya, dari perspektif yang lebih tinggi, kita bisa melihat orang di beberapa lokasi seperti bertumpuk-tumpuk. Itulah yang saya tangkap di kamera saya sabtu kemarin. Begini gambarnya:

kehidupan Sabtu pagi cerah, saat yang muda berjoging mengajak piarannya, yang tua berjalan-jalan dengan piaraannya, dan yang berkesempatan membawa sampah daur ulang ke pusat daur ulang.
kehidupan Sabtu pagi cerah, saat yang muda berjoging mengajak piarannya, yang tua berjalan-jalan dengan piaraannya, dan yang berkesempatan membawa sampah daur ulang ke pusat daur ulang.

Coba bandingkan dengan foto lukisan Wayan Pendet yang saya ambil dari blog Maya Ubud ini:

Sumber lukisan dari Maya Ubud (link-nya di atas)
Sumber lukisan dari Maya Ubud (link-nya di atas)

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *