Al Mustafa dan Penguin Muda: Parabel Linux dan Windows

Karena aku selalu punya lima menit, yang bagiku tak ada bedanya dengan jarak antara terbentukan bima sakti dan menjadi bulat sempurnanya bumi, aku putuskan mengunjungi Al Mustafa.

Sekejap mata aku sampai di hadapannya.

“Selamat datang, penguin muda,” katanya.

“Apa kabar, Al Mustafa?” jawabku dengan pertanyaan. Waktu tak boleh bergerak dalam hening.

“Bagus pertanyaanmu. Tanyakan yang lebih perlu,” dia selalu tahu pikiranku.

“Al Mustafa, berikan aku perumpamaan antara pengguna Windows dan Linux,” kataku. “Terima kasih.”

“Aku berikan dua,” Al Mustafa tampaknya mengapresiasi terima kasih yang kususulkan. “Yang pertama, pengguna Windows adalah pegawai baru yang produktif. Dia diterima kerja. Diantarkan ke kantornya. Mejanya kaca dan logam. Jendelanya luas dan berpemandangan. Dia langsung bekerja. Semua orang bahagia. Dia pulang saat sore tiba.”

“Sungguh indah,” kataku. “Dan tak ada yang salah.”

“Betul, penguin muda,” kata Al Mustafa, membaca pikiranku. “Pengguna Linux adalah pegawai baru yang diantarkan memasuki ruang kantor baru. Mejanya kayu dan bisa dilepas-lepas. Dia bisa sesuaikan bentuknya. Maupun letaknya. Begitu juga jendelanya, lapang. Tapi bisa dia lepas kalau ingin angin dari luar. Kadang-kadang mejanya agak goyang, tapi di dalam laci ada kotak perkakas untuk menguatkannya.”

“Aha!” seruku.

“Aku tahu, penguin muda,” dia pegang kepalaku. “Bahkan dinding kantor pun bisa dilepas, sehingga di bisa berbincang dengan sesama pegawai.”

“Iya–”

“Kau lebih suka yang ini, penguin muda,” Al Mustafa tahu pikiranku, karena dia adalah aku.

“Bagaimana dengan perumpamaan kedua?” tuntutku.

“Lima menitmu sudah habis, penguin muda,” kata Al Mustafa memegang pundakku. “Sekarang, masuklah ke kantormu.”

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

1 comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *