Teori Penerjemahan dan Terjemahan Puisi Shastra Deo

Beberapa waktu terakhir ini saya mengulik teori-teori penerjemahan sastra, khususnya untuk penerjemahan puisi. Ada beberapa hal yang membuat saya melakukan itu, utamanya adalah karena perlu mengajar mata kuliah penerjemahan sastra. Mungkin saya perlu menulis terpisah tentang teori-teori tersebut. Namun, untuk saat ini, biarkan saya berbagi sedikit tentang teori yang paling relevan dan puisi yang saya pakai untuk menunjukkan konsep-konsep yang mendasari teori yang kami bahas tersebut.

Pendekatan Hermeneutis dan Model Ekuivalensi

Teori yang kami bahas adalah pendekatan hermeneutis dalam penerjemahan puisi yang diajukan oleh Lawrence Venuti, seorang teoretikus penerjemahan asal Amerika Serikat. Sekilas saja, pendekatan hermeneutis dalam penerjemahan puisi adalah pendekatan yang meyakini bahwa puisi adalah karya yang hanya bisa diakses melalui penafsiran, sehingga puisi paling tepat diterjemahkan melalui penafsiran atau hermeneutika.

Yang melandasi pendekatan ini adalah bahwa sebuah puisi itu hasil kristalisasi yang hanya bisa diakses oleh pembacanya melalui penafsiran. Dengan kata lain, makna puisi itu adalah hasil dari penafsiran pembaca. Oleh karenanya, ketika menerjemahkan puisi tersebut, si penerjemah harus mengandalkan pada penafsirannya dulu atas puisi dari bahasa sumber sebelum kemudian menerjemahkan hasil penafsirannya itu menjadi puisi di bahasa sasaran.

Pendekatan ini berbeda dengan model ekuivalensi. Model ekuivalensi ini mengajukan bahwa penerjemahan puisi yang ideal adalah yang bisa menghasilkan puisi yang sepadan (ekuivalen) dengan puisi aslinya. Model ekuivalensi ini selaras dengan definisi penerjemahan secara umum, yaitu bahwa penerjemahan adalah proses mengalihkan pesan dari teks dalam bahasa sumber menjadi teks dalam bahasa sasaran. Definisi ini mengandaikan ada makna yang sudah stabil yang selanjutnya bisa dialihbahasakan ke bahasa sasaran. Model ekuivalensi dalam penerjemahan puisi mengasumsikan bahwa sebuah puisi punya makna yang sudah pasti dan tugas si penerjemah adalah tinggal mengalihkan sehingga menghasilkan karya puisi yang sepadan tapi dalam bahasa yang lain.

Dalam artikel Venuti yang merupakan pengantar Venuti atas buku Poetry and Translation yang kami bahas di pertemuan itu, Venuti bahkan menyebut pendekatan ekuivalensi itu sebagai “pendekatan instrumentalis.” Istilah ini terbilan keras dan ekstrim, karena dari penamaan itu, ada asumsi bahwa penerjemah yang menggunakan pendekatan ekuivalensi itu pada dasarnya hanya “menjadi instrumen” atau “alat” dalam mengalihkan makna dari puisi di bahasa sumber ke puisi di bahasa sasaran.

Membaca Puisi sebagai Hands On Experience

Nah, karena artikel Venuti itu cukup menukik ke filsafat bahasa dan bahkan teori proses kreatif penciptaan puisi, maka saya pun menggunakan puisi yang kami coba tafsirkan agar mahasiswa bisa relate dengan hal-hal abstrak yang dibahas Venuti. Untuk memberikan ketakjuban dan perjuangan memahami, saya gunakan puisi dari penyair muda Australia yang cukup disegani tetapi tidak diakrabi di Indonesia, yaitu puisi karya Shastra Deo yang berjudul “Love Carefully.” Setelah menggunakan puisi ini sebagai instrumen untuk memahami konsep-konsep itu, akhirnya iseng-iseng saya terjemahkan juga puisi tersebut.

Berhati-hatilah Mencintai

Oleh Shastra Deo

sudah banyak yang mengkaji
tentang mengapa
kanak-kanak terdorong
lambaikan tangan ke arah kereta
yang berangkat ke selatan, ke tempat yang lain

sampai jumpa, kamu tadi di sini
meski sejenak, dan siang nanti kami akan
melupakanmu, sampai jumpa


sampai jumpa

aku mau tahu
mengapa nyawa di tubuhku ini lebih
dari sekadar nyawa yang mengedarkan
nafas ke seluruh tubuh, darah
ayah yang tak pernah berkunjung, ibu yang nonton
pertandingan di tv keras-keras, menunggu
kemenangan demi hidup yang lain

aku memandang jendela kereta, bayangan tubuh kita
yang waspada, betapa di terowongan kegelapan
merangkul kita seperti hangat nyala api, betapa pada cahaya
yang menyergap kita kau
membayangkan bapak
ibu
kekasih
berjingkat di atas rel, dengan tubuh
lapar tergerak
menuju apa pun yang hidup
di seberang batas
antah-berantah

Ilustrasi hasil tafsiran atas puisi Shastra Deo berjudul “Love Carefully”

More From Author

Kitab Omong Kosong: Kisahnya Kisah-kisah

Kitab Omong Kosong karya SENO Gumira Ajidarma ini kaya dengan kisah-kisah kecil yang tersebar di…

Urban Hiking di Jakarta: Menjawab Penasaran Menjelang Laga Indonesia-China

Sebagai orang daerah, Jakarta adalah sebuah misteri yang selalu menghadirkan misteri. Jalan pagi adalah salah…

Resensi Film – Pantaskah Aku Berhijab

Ketika baru lihat judulnya, saya seolah tahu apa maunya film Pantaskah Aku Berhijab (2024). Sempat…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *