Sekitar satu setengah tahun terakhir ini, saya punya laptop kecil berjudul Lenovo ideapad S10-3s. Sebenarnya ini laptop belian istri, yang waktu itu ngajar di sekolah dan butuh bawa2 laptop yang kecil. OS-nya Windows 7 starter dari pabriknya. Lama-kelamaan, laptop ini jadi tambah lambat dan istri saya jadi tambah males pakai—padahal saya sudah sempat tambah 1GB memory lagi (jadi total ada 2 GB. Tetap saja si laptop agak males-malesan. Kayaknya Windows 7 terlalu tinggi buat dia. Minggu lalu, saya coba hapus semua file2 tak berguna, program2 tak berguna, dan temporary file tak berguna yang ada di sana. Jadi agak ringan lah. Tapi, tetap saja ada yang kurang. Saya tahu, pasti dengan diinstal Windows XP, masalah kelambatan ini bisa diatasi. Tapi ya… karena nggak punya yang orisinil, dan grogi juga download2 software bajakan di Amerika sebelah sini, akhirnya saya urungkan niat itu.
Tapi, ada satu solusi yang selama ini belum saya coba dan saya yakin akan sangat meringankan komputer ini, yaitu pakai Linux. Tapi, saya kuatirnya soalnya pakai linux akan membutuhkan penyesuaian khusus dari istri dan anak saya, yang terakhir ini memakai komputer kecil ini untuk nonton video-video film kesayangannya. Akhirnya, setelah berpikir keras dan TIDAK lama :D, akhirnya saya nekad saya instal linux. Pertama-tama, saya coba instal PCLinuxOS 11, karena menurut sebuah blog, distro ini adalah yang paling cocok untuk Lenovo S10-3s. Proses instal sangat cepat dan lancar. Sayangnya, ketika saya mulai pakai, ternyata word processor-nya, yaitu Libre Office, tidak bisa dibuka. Saya coba cari repository yang cocok, tapi ternyata repository PCLinuxOS ini sangat banyak yang down. Akhirnya saya riset lagi distro yang kira-kira bisa saya instal di komputer ini. Akhirnya, baliklah saya ke cinta lama saya, Ubuntu. Terakhir kali pakai Ubuntu, saya pakai Ubuntu 10.04 Studio, yang sangat lengkap dengan segala fasilitas movie dan audio editing.
Maka, saya pun cari SD-card yang bisa saya isi dengan file Ubuntu 12.04 untuk dijadikan sumber instalasi. Setelah menunggu beberapa saat, maka instalasi pun berjalan dengan baik. Laptop langsung bisa menangkap sinyal wireless rumah yang berjudul “Wong Malang” :D. Ini cukup mengejutkan, sebab menurut beberapa review yang saya baca, saat diinstall di Lenovo S10-3S, biasanya Ubuntu bermasalah dengan wireless dan masalah itu hanya bisa diselesaikan dengan mereset baterei BIOS. Ternyata di komputer saya tidak ada lagi masalah itu. Ini yang perlu diluruskan, UBUNTU 12.04 TIDAK MENGALAMI MASALAH DENGAN WIRELESS SAAT DIINSTAL DI LENOVO S10-3S. Saya tambah senang. Dan setelah segala proses instalasi selesai, dan saya nyalakan komputer, ternyata sangat ringan sekali. Dan saya pun terkaget-kaget, karena Ubuntu 12.04 ini sudah sangat berbeda. GUI-nya sudah beda sama yang 10.04. Selanjutnya, akan banyak sekali kekagetan yang saya temukan, berikut ini beberapa di antaranya:
1. Touchpad synaptic jadi lebih enak alias “nge-Macbook”.
Satu hal baru yang saya senangi dari instalasi linux kali ini adalah munculnya fungsi baru dari touchpad synaptics yang bahkan di Windows 7 tidak muncul. Fungsi synaptics jadi mengasyikkan dan agak mirip-mirip touchpad pada Macbook (meskipun tetap tidak bisa menyamai sih :D). Fungsi synaptics yang saya maksud adalah: touchpad bisa menerima perintah scroll dengan menggunakan dua jari. Jadi, kalau di Windows biasanya kita harus mencari bagian tepi kanan dan bawah pada touchpad untuk skrol turun-naik dan skrol kiri-kanan, sekarang saya hanya perlu menggunakan dua jari dan menggeser ke bawah untuk skrol turun dan ke kanan-kiri untuk skrol horizontal. Kalau kalau mau klik kanan, kita tinggal menepuk touchpad dengan dua jari. Nah. Mirip-mirip sama Macbook kan?
Klik kanan dengan menepukkan dua jari ini sangat signifikan untuk laptop Lenovo S10-3s. Sebagaimana banyak diketahui di seluruh dunia dan akhirat, salah satu keluhan orang terkait netbook jenis ini adalah agak alotnya pengeklikan pada laptop ini. Touchpad netbook ini hanya satu lempeng, sehingga untuk klik kanan dan kiri sebenarnya kita mengklik seluruh permukaan touchpad. Dan beratnya pengeklikan itu lho yang bikin orang kapok. Jadi, ketika fungsi synaptics-nya di Ubuntu 12.04 diaktifkan, maka kita akan merasakan banyak kemudahan. Untuk klik tinggal tepuk dengan telunjuk, dan untuk klik kanan tinggal tepuk dengan dua jari. Kita pun akan segera lupa beratnya mengklik touchpad!
2. Instalasi software tinggal ambil
Selain GUI-nya yang sangat jauh berbeda dengan gnome klasik pada Ubuntu 10.04 LTS, Ubuntu 12.04 ini ternyata memiliki interface yang namanya Unity. Unity tentu lebih asyik dan ngemac gitu lah. Tapi sudahlah, yang lebih penting bagi saya adalah bahwa ternyata di situ ada yang namanya “Ubuntu Software Center.” Jadi, di sini kita tidak perlu lagi ke Synaptics Package Manager dan menginstal software dari sana, tapi langsung saja ke Ubuntu Software Center dan melihat pilihan software yang ada di situ. Ada kategorisasi software yang akan sangat membantu kita: Graphics, Video, Office, Games dll. Menurut saya, dengan adanya ikon dan kemudahan penginstalan ini, Ubuntu jadi lebih “intuitif” bahasa kerennya :D.
Dan perkembangan baru yang lain adalah adanya software-software super keren yang ditawarkan. Dan karena software-software ini super keren, maka ada harga yang perlu dibayar oleh pengguna. Nah, jadi mirip Apple AppStore atau Google Play kan? Ya, bahkan software-software ini pun disebut apps :). Salah satu iklan di situs Ubuntu menyebutkan “seperti halnya di iPhone, selalu ada app untuk apa saja di Ubuntu. Nah, lho!
3. Kenyamanan lebih saat dipakai dengan monitor eksternal.
Satu hal lain lagi yang saya rasakan sangat berarti dalam pengalaman ber-Ubuntu di laptop kecil saya ini adalah ketika saya sambungkan laptop saya ini ke LCD tambahan. Tentu saja, Lenovo S10-3s ini sangat kecil dan tidak bisa dipakai bekerja atau membaca terus-terusan. Jadinya, saya seringkali harus menyambungkan ke monitor Dell 15’ yang sudah setengah tahun ini saya pakai (beli bekas dari orang seharga $30). Waktu masih memakai Windows 7 Starter, setiap kali disambungkan ke monitor eksternal, monitor laptop langsung mati. Menurut forum-forum Windows 7, hal itu dikarenakan Microsoft mempreteli sisi grafis Windows 7 agar tidak makan terlalu banyak memori untuk komputer seminimal para netbook ini (termasuk di antaranya adalah tidak dapat digantinya wallpaper pada Windows 7 Starter.
Kembali ke laptop saya, memang sih saya bisa langsung melihat gambar di monitor besar, tapi tetap saja ganjil sekali rasanya. Kadang-kadang, tujuan kita menggunakan monitor tambahan adalah untuk memberikan layar tambahan, sehingga lebih banyak hal yang bisa kita lihat, terutama saat saya menerjemah dari file .pdf.
Nah, dengan menggunakan Ubuntu 12.04, saya jadi mendapat pilihan yang luas: saya bisa tampilkan gambar di kedua monitor, di monitor eksternal saja, ataupun di monitor laptop saja (hehehe…. tentu lah :D). Selain itu, saya juga bisa menentukan pengaturan resolusi untuk masing-masing monitor dan bagaimana saya memposisikan kedua monitor itu: berdampingan sejajar, berdampingan agak miring, ditumpuk secara vertikal, dll. Pendeknya, pilihan yang saya dapatkan malah lebih banyak dari pilihan yang ditawarkan oleh Windows 7 yang Professional sekalipun.
Nah, yang lebih asyik lagi adalah, ketika saya menggunakan kunci “Alt+Tab” untuk pindah dari aplikasi satu ke aplikasi lainnya, saya malah bisa menjelajahi isi tab-tab yang saya buka di browser saja, bukan hanya berganti dari window satu ke lainnya. Ah, agak sulit juga menjelaskan bagian yang ini. Ini adalah fitur yang aktif hanya ketika kita menggunakan monitor eksternal. Semoga suatu saat kelak saya bisa bikinkan videonya :).
Sementara begitu dulu kabar dari sebelah sini. Semoga pada kesempatan yang lainnya, saya bisa membuatkan review yang lebih jauh lagi, meskipun tetap bersahaja 🙂
terimakasih sudah mau berbagi pengalamannya 🙂