Dari Hutan Kota TKP “There Goes Tatum” karya Umar Kayam

Hutan kota adalah satu elemen vital di kota-kota besar Amerika Serikat–kota-kota kecil tidak perlu, karena kadang-kadang kota-kota kecil itu lokasinya memang dekat hutan betulan, hehehe. Sejauh ini, saya baru pernah mengunjungi dua kawasan hutan kota yang terbilang paling besar, yaitu Saint Louis Forest Park dan Central Park Kota New York–yang terakhir ini saya hanya kunjungi seujung kukunya–panjang Central Park ini 50 blok :D. Hutan atau taman kota ini sangat besar sampai-sampai di dalamnya ada kebun binatang segala. Setidaknya, dari St. Louis dan New York, saya lihat ada beberapa elemen inti taman kota: danau, museum seni, kebun binatang, ice-skating rink, dan pohon-pohon berbagai rupa.

Dalam sastra Indonesia, ada satu kemunculan hutan kota yang tidak mungkin bisa Anda lupakan: “There Goes Tatum” karya Umar Kayam. Di cerpen ini, narator Umar Kayam mengisahkan bahwa dia menembus hutan kota saat hujan gerimis. Dia menembus hutan kota untuk bisa sampai ke kampusnya dengan lebih cepat. Di tengah jalan, dia dicegat seorang pemuda yang kelihatannya ramah-ramah saja tapi kemudian ternyata minta duit buat beli sandwich salami (sekarang sandwich macam itu disebut “sub” dengan merek terkenalnya “Subway”). Belakangan, si pemuda–digambarkan pemuda itu ada pemuda kulit hitam–juga minta jam tangan si mahasiswa Indonesia.

Meskipun sangat minim keterangan latar belakang sosial cerpen kita, ada satu hal penting yang bisa kita cermati: ihwal perjuangan hak sipil. Dalam cerpen ini tokoh pemalak tetap tidak mau menganggap si narator sebagai orang kulit berwarna. Dia bilang, kalau ke Selatan (ke kawasan Georgia, Alabama, Arkansas, Mississippi, Louisiana dll) pasti si narator tidak dianggap berwarna; yang “berwarna”–dan fasilitasnya terpisah dari orang kulit putih menurut Hukum Jim Crow–adalah orang-orang Afrika Amerika yang merupakan keturunan budak. Orang Asia masih boleh pakai kamar kecilnya orang kulit putih dan duduk di kursi-kursi depan bus kota.

Cerpen ini juga mengajak kita mengintip perubahan demografi di kota-kota besar Amerika Serikat. Pada perempat kedua abad ke-20 terjadi migrasi besar-besar orang-orang Afrika-Amerika dari Selatan ke kota-kota besar di seluruh Amerika. Di kawasan pantai Timur, kota New York semakin punya banyak penduduk Afrika Amerika. Kawasan Harlem menjadi kawasan yang didominasi penduduk Afrika-Amerika–kecuali di kawasan yang disebut “Spanish Harlem” yang lokasinya pas di sebelah utara Central Park. Di satu sisi, para migran yang tingkat ekonominya rendah ini memberikan atmosfir yang berbeda di kawasan Harlem. Tapi di sisi lain, di kawasan ini pula terjadi perkembangan pesat dalam hal kebudayaan dan pemikiran kalangan Afrika-Amerika pada tahun 20-an, yang disebut sebagai “Harlem Renaissance.” Dari masa ini juga muncul cerpenis Langston Hughes, atau gerakan kebangkitan Afrika-Amerika yang digagas W.E.B Du Bois dan gerakan nasionalisme Afrika-Amerika yang digalang Marcus Garvey–yang kelak menginspirasi bangkitnya gerakan-gerakan “Black Islam” seperti Moorish Science Temple dan Nation of Islam, organisasi yang membawa Muhammad Ali dan Malcolm X ke Islam.

Saat ini, Central Park adalah tempat yang sangat aman, dengan polisi berpatroli rutin dengan sepeda balap maupun sepeda gunung. Banyak sekali orang bersliweran, terutama pada akhir pekan. Kalau Anda lihat film Premium Rush, tokoh Wilie dan Manny balapan di Central Park, mulai dari kawasan perbukitannya hingga kawasan jalan setapaknya yang khusus untuk orang berjalan kaki. Saya tidak tahu masih ada Tatum-Tatum yang lain sekarang. Kalau Anda mendekati Central Park dari kawasan 7th Avenue, Anda niscaya akan disambut orang-orang berkulit hitam dengan bahasa Inggris aksen mungkin Karibia, mungkin Afrika Timur seperti Somalia atau Ethiopia (saya tidak bisa memastikan, tapi yang pasti antara dua itu) dengan senyum lebar menawarkan menyewa sepeda pancal. Mereka pasti menyodorkan katalog dan menunjukkan sepeda yang dikayuh orang lain (semacam becak lah) yang pasti lebih mahal. Baru belakangan mereka menunjukkan sepeda pancal biasa yang dibandrol $20 per jam–tapi kalau kita mau tawar, biasanya bisa turun sampai $15 untuk dua sepeda, hehe…

Ini saya ambilkan satu jalan setapak di kawasan Central Park bagian paling timur. Gundukan abu-abu itu adalah batu yang menurut carbon dating–penaksiran usia dengan karbon, bukan kencan karbon 😀berusia sekitar setengah miliar tahun yang dulunya berasal dari dasar lautan. Saya bayangkan di sekitar tempat inilah tokoh utama Umar Kayam itu dipalak untuk dimintai duit setengah dolar dan arloji Swiss.

Salah satu jalan di Central Park New York
Salah satu jalan setapak di Central Park New York

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *