Daniel Abdal-Hayy Moore, salah satu penyair Muslim Amerika yang terbilang senior, awalnya dikenal sebagai salah satu penyair mapan di tahun 1970-an. Kemudian, melalui perkenalannya dengan Sufisme, dia menjadi Muslim dan sempat berhenti berpuisi selama beberapa saat (jadi mirip ceritanya Cat Stevens aka Yusuf, kan?). Kemudian dia “bertobat” dan kembali menulis puisi, kali ini puisinya berbau Sufi (dan malah ada yang “science fiction” sufistik, seperti dalam buku Mars and Beyond).
Puisi berikut diambil dari buku The Ramadan Sonnets (1996), yang seperti judulnya berisi puisi-puisi bertema Ramadan, meskipun hanya beberap saja yang secara formal bisa disebut soneta–sebagian besarnya adalah puisi tanpa rima dan juga haiku. Puisi “Yang Tak Terhindarkan” ini saya terjemahkan dari sajak Ramadan pertama yang berjudul, persis, “The Inevitable.”
Yang Tak Terhindarkan
Seperti berlatih menghadapi maut. Tanpa makan dan minum
pada siang hari tak kenal
cuaca, di musim
panas maupun dingin,
dan tak ada cara menghindarinya selain
sakit, hamil, menstruasi, gila atau bepergian.
Karenanya
dia sesuatu yang datang
tanpa bisa dihindari setiap tahun, suka atau tidak,
pandai maupun tidak, dan sebagian orang memang pandai
dan suka, dan tetap bugar saat melakukannya, tapi
aku tidak, tak urung
setiap tahun dia tetap berkunjung, dan seiring
bergantinya tahun dia tumbuh menjadi
sesuatu yang kian manis,
yang menjadikannya seperti maut, yang
selalu bercokol
di cakrawala, dan menjadi
kewajiban mutlak, dan pasti itulah sebabnya
kenapa Muslim seringkali mati baik-baik. Mereka telah
melalui Ramadan seumur hidup, yang mempersiapkan mereka
menghadapi Yang Tak Terhindarkan. Dan
Yang Tak terhindarkan pasti datang.