Mari kita mulai hari dengan postingan cepat soal teknologi, tepatnya menjawab pertanyaan “Kenapa perlu mencoba Linux?” Kali ini, argumen yang saya tawarkan adalah: Linux mengajak kita untuk berteknologi secara lebih ramah lingkungan dan tidak terseret arus konsumerisme. Bagaimana bisa? Sistem operasi Linux cenderung lebih ringan, dan kita punya kebebasan (dengan didukung dengan semangat belajar, tentunya). Apa hubungannya antara “ringan” dan “kebebasan”?
Pertama, terkait “keringanan” yang pertama, sistem operasi Linux cenderung lebih ringan daripada Microsoft Windows. Kalau soal ini, saya sendiri juga tidak tahu penjelasan pastinya. Yang saya tahu, kita bisa merasakan jauh bedanya antara Windows terbaru (Windows 8 atau 10) dan Linux terbaru (misalnya Ubuntu 15.10) saat dijalankan dengan komputer yang sama-sama tuanya. Untuk berfungsi secara maksimal, Windows membutuhkan perangkat komputer dengan kemajuan teknologi terkini. Komputer-komputer yang lebih lama, misalnya komputer keluaran tahun 2006-2008, pasti akan terengah-engah mencoba menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh Windows 10.
Anda mungkin menyanggah, “Jelas saja terengah-engah, lha ini sistem baru tapi komputer lama.” Sanggahan seperti itu masuk akal. Tapi, apakah harus seperti itu keadaannya? Apakah menggunakan sistem baru berarti juga harus beli komputer baru? Kalau memang begitu, berarti teknologi terkini hanya bisa diperoleh orang-orang yang, yah, lebih makmur dong? Bukankah lebih baik kalau teknologi itu dipakai untuk kemajuan bersama tak peduli tingkat ekonominya? Bukankah akan lebih ideal jika kita bisa menggunakan teknologi yang baru tanpa harus terus-terusan mengeluarkan uang buat beli komputer?
Di situlah keistimewaan sistem operasi berbasis Linux: dia memungkinkan Anda menggunakan teknologi baru tanpa membuat kompute Anda terengah-engah. Linux keluaran terbaru, dalam hal ini Ubuntu 15.10, bisa bekerja secara maksimal pada komputer yang saya beli bekas keluaran tahun 2008. Ubuntu dengan grafis dan animasi yang cantik itu berfungsi secara stabil pada komputer Dell Optiplex 330 dengan prosesor Core2Duo (yang riwayatnya ada di sini). Jadi, saya tekankan sekali: sistem operasi berbasis Linux cenderung lebih ringan dibandingkan Windows yang usianya sama.
Kedua, terkait “kebebasan,” sistem operasi berbasis Linux memberikan kita kebebasan untuk memodifikasi komputer sesuai kebutuhan kita dan membuang hal-hal yang tidak kita perlukan. Sehingga komputer bisa lebih cepat lagi. Salah satu prinsip utama GNU/Linux adalah “freedom,” atau kebebasan. Dalam bahasa Inggris, kata “free” mengandung arti “bebas” dan “gratis,” sehingga Richard Stallman, penggagas GNU, harus menjelaskan bahwa “free” yang dia maksud di sini seperti “freedom of speech” bukan “free beer” (“bebas,” bukan “gratis”). Tapi, buat kita di Indonesia, artinya sudah jelas: bebas. Tapi tentu kita tidak lupa bahwa sistem operasi Linux ini juga gratis. Di sini, kebebasan yang kita dapatkan adalah kebebasan untuk melakukan apa saja yang kita inginkan dengan sistem operasi ini.
Kita bisa menggunakan kebebasan kita untuk membuang hal-hal kurang relevan yang berpotensi memberi beban kerja kepada komputer kita. Kita bisa memodifikasi komputer kita sehingga dia bisa bekerja dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita yang paling utama. Lagi-lagi saya menggunakan contoh diri saya sendiri. Sekitar enam tahun yang lalu, istri saya yang ketika itu bekerja sebagai guru membeli sebuah netbook (waktu itu jamannya netbook, sebelum musim tablet, chromebook, dll). Dia beli Lenovo S10-3s yang langsung dilengkapi sistem operasi Windows 7 Starter plus sebuah sistem cepat berbasis Linux–sebagai cadangan. Sejak awal beli, komputer yang spec-nya termasuk bersahaja itu memang tidak cepat. Lama kelamaan, setelah berulangkali update, Windows 7 Starter terasa semakin lambat. Istri saya semakin malas pakai. Akhirnya komputer pun sering tercampak dan berdebu. Bayangkan, betapa sedihnya saya.
Akhirnya, demi “meringankan” beban si mesin, saya pun install Windows XP yang relatif sangat cepat untuk mesin itu. Tentu, prosesor Intel Atom N450 itu memiliki kecepatan 1.6 GHz, yang terbilang melebihi kebutuhan Windows XP. Tapi sayangnya karena Windows XP tidak lagi mendapat dukungan dari Microsoft, dia jadi semakin ketinggalan zaman. Banyak aplikasi penting yang tidak bisa diinstall ke mesin itu. Dan istri saya pun malas memakai karena komputernya juga mengganggu dan jadul.
Akhirnya, saya pun terpaksa mengakuisisi komputer kecil ini dan menyuntikkan Ubuntu 15.10 demi memberinya nyawa baru. Maka, setelah Ubuntu terinstall, komputer pun berjalan dengan enak. Saya minimalkan animasinya demi memaksimalkan kinerjanya untuk mengetik dan berinternet. Saya pun akhirnya menikmati komputer itu dengan amat sangat. Dan, setelah sekian lama, untuk memaksimalkan kinerjanya, saya pun coba install desktop environment yang lebih lebih: OpenBox. OpenBox ini sangat minimalis (dan konon hanya disarankan bagi pengguna Linux yang serius mau meluangkan waktu untuk mengurusi “rumahnya”–“rumah,” bukan hanya “Windows” atau jendela. Kini, setelah mempelajari cara memodifikasi OpenBox secara maksimal, saya pun merasa nyaman di rumah yang sangat cepat ini. Kini, saya bisa mengetik, browsing, blogging, riset, dll di komputer yang rasa dan bentuknya saya rancang sendiri ini. Saya bisa bekerja dengan cepat dan mantap di sebuah laptop (eh, netbook) yang sudah pernah dicampakkan pemiliknya.
Jadi begitulah ceritanya bagaimana ringannya sistem operasi berbasis Linux memungkinkan kita untuk berteknologi terkini secara ramah lingkungan. Dan, yang lebih penting lagi dalam kaitannya dengan etika dan kemerdekaan pribadi, menggunakan sistem operasi berbasis Linux ini memungkinkan kita untuk tidak terseret ke dalam konsumerisme, meneguhkan tekad kita untuk tidak ikut-ikutan terus membeli barang baru, yang sebenarnya tidak terlalu kita butuhkan, yang kita beli hanya karena kita ingin ikut orang lain.
Di zaman Macbook dan gadget canggih ini, tidak banyak hal yang lebih mengharukan dibandingkan pernyataan seorang pengembang perangkat lunak bebas dan gratis ini:
“This operating system is designed to run on Pentium2 processors with 256MB RAM, not even an harddisk is needed…Unleash the full potential of computers even with a second hand PC. Let’s stop consumerism and use well what we have.”
Artinya:
“Sistem operasi ini dirancang agar bisa bekerja dengan prosesor Pentium2 dengan memori 256MB RAM, bahkan tanpa perlu harddisk… Maksimalkan kedahsyatan teknologi komputer bahkan dengan PC beli bekas. Mari hentikan konsumerisme dengan menggunakan sebaik-baiknya apa yang sudah kita punya”
Bagaimana, masuk akal nggak kira-kira, Sodara?