UB Coffee – Ulasan Arsitektur Ala-ala

UB adalah salah satu kampus yang arsitekturnya bertema khas dan lumayan konsisten seluruh kampus. Untuk temanya mungkin Neo-Majapahitan, yang dicirikan dengan bahan (atau sekurang²nya tampilan) batu bata merah (terakota) dan struktur candi bentar di mana-mana (mirip gapura Wringin Lawang atau gapura Bajang Ratu di Trowulan).

Tapi, tapi, tapi, ini Neo, Neo, Neo. Di banyak bagian ada fusion dengan elemen (atau tampilan) batu kali.

Bahkan, ada bangunan yang menunjukkan nostalgia Majapahit ini dengan cara paling unik. Bangunan itu adalah kafe/resto UB Coffee: gaya majapahitnya tersisa sedikit. Yang tersisa itu ada dalam bentuk bata ekspos dengan nat atau mortar tersembunyi (bukan bata ekspos gaya barat yg menggunakan mortar 2 cm-an itu) dan langit² piramidal kayu yang terlihat elok dari dalam. Yang dominan justru elemen industrialis dan minimalisnya: penggunaan kusen logam tipis dan kerangka metal di bar dan langit² yang tentu mengingatkan kita ke suasana pabrik dan kafe² berarsitektur industrialis lainnya.

Satu keunikan yang patut dihargai adalah penggunaan kaca cermin di beberapa bagian jendela yang menjadikan ruangan ini terkesan (hanya terkesan) empat kali lebih luas dari aslinya. Dinding yang tidak penuh (konstruksinya nyaris sepenuhnya mengandalkan kolom² beton) menambah kuat kesan itu. Kalau kita di sana siang hari, kita malah bisa menikmati “bocoran” cahaya dari sela-sela bata ekspos. Brilian.

P.S. kampus lain yg arsitekturnya bertema dan konsisten tentu saja Universitas Ma Chung dong, yang arsitekturnya postmodernist, yang memiliki banyak elemen non-fungsional tapi memiliki jejak² simbolik. Tapi ini untuk postingan lain.

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *