Adegan My Heart Will Go On dalam 5cm.

Dalam sejarah sinema dunia, ada banyak adegan penting yang ikonik dan sulit dilewatkan. Salah satunya adalah apa yang saya sebut “Adegan My Heart Will Go On.” Aslinya, adegan ini bisa ditemukan di film Titanic (1997) yang ditulis, diproduksi, disutradarai, diedit dan diapa-apakan oleh James Cameron. Pasti Anda sudah terbayang adegan yang saya maksud: bagian ketika Jack (Leo DiCaprio) mengajak Rose (Kate Winslet) ke haluan kapal dan merentangkan tangan menikmati angin dan sensasi kebebasan yang ditimbulkannya. Ini salah satu gambar dari adegan itu:

Image

Dalam sinema Indonesia, ada juga adegan yang bisa dibilang merupakan penjelmaan ulang dari adegan tersebut. Dalam film 5cm, Rizal Mantovani menggelitik mata penikmat film Indonesia dengan adegan serupa. Lihat gambar ini:

Image

Zafran (Herjunot Ali) mengajak Dinda (Pevita Pearce) ke bordes kereta dan melongok keluar bersama-sama untuk menikmati hembusan liar angin dan persawahan dan langit yang berwarna instagram.

Menariknya, ada banyak hal yang bisa dipersandingkan dan diperbandingkan antara kedua adegan dari dua film dengan later budaya yang berbeda ini. Untuk telaah singkat, coba perhatikan hubungan kendaraan yang dipakai dan orang-orang yang terlibat adegan ini. Kalau Jack dan Rose berada di sebuah kapal pesiar termegah di zamannya, Zafran dan Dinda berada di atas kereta api Matarmaja Jakarta-Malang, sebuah kereta api sejuta umat. Matarmaja adalah kereta yang menjadi pilihan para pemuda di film 5cm, bukan kereta api Argo-argoan yang relatif lebih mewah (dan bordesnya tidak terbuka) dan lebih populer di kalangan anak-anak muda yang lebih punya duit.

Anak-anak  di film 5cm ini bisa dibilang  anak-anak dari kalangan ekonomi cukup (Zafran, meskipun tidak digambarkan sebagai anak orang kaya sekali, tapi punya rumah lumayan bagus dan komputer iMac–meskipun cuman buat chatting dan nulis puisi :D) yang turun ke kendaraan kelas bawah dan menikmati hal-hal indah yang ditawarkan dari sudut pandang kelas bawah. Sementara itu, dalam Titanic Jack adalah pekerja kasar yang kebetulan bisa naik kapal super mewah dan menemukan hal indah yang bahkan orang kaya yang naik kapal super mewah (termasuk Rose) ini tidak tahu. Mungkin kita bisa bilang orang yang tidak kaya punya kecenderungan lebih peka terhadap keindahan, keagungan ciptaan. Khusus untuk 5 cm, kita bisa lihat bahwa sejurus sebelum adegan ini, Zafran tanpa mengalami sejenis epifani, kaget menyadari keagungan Tuhan yang maujud dalam alam negeri yang indah, yang membuatnya memanjatkan “Tuhan, bantu kami menjaganya.” Ketika dia masuk lagi ke gerbong ke tempat teman-temannya, di sana terlihat adegan ini :

Image

Kelima teman Zafran ini, seperti halnya dia sendiri, tengah sibuk mengagumi keagungan alam yang dibingkai jendela kereta Matarmaja, sementara para penumpang reguler kereta ini biasa-biasa saja.

Apa yang terjadi dalam adegan ini? Terus apa implikasinya? Mungkin, ini merupakan satu contoh dari apa yang memang ada di dalam masyarakat kita. Orang-orang kelas menengah ke atas di ibukota tidak menyadari keindahan Indonesia hingga mereka melihat dengan kepala sendiri bahwa masih banyak yang bisa dipertahankan dari negeri (yang di-facebook dan sosmed lainnya banyak dijadikan subyek keluhan tak putus-putus, sepanjang rel di pulau Jawa!). Jadi, kalau memang demikian, kita bisa tafsirkan bahwa perjalanan dari sudut pandang kalangan menengah ke bawah ini membuka wawasan anak-anak Jakarta ini akan keindahan alam nuswantara.

Di sisi lain, bisa juga kita lihat bahwa bagi anak-anak muda ini, ternyata alam saja yang membuka mata mereka. Semalaman dan sesorean sebelumnya, mereka hanya bermain-main sendiri, bercanda-canda sendiri, tidak terlalu menyadari pemandangan yang bisa dibilang sangat berbeda dari kehidupan mereka. Mereka tidak terlihat ingin tahu apa dan siapa orang-orang di sekeliling mereka, padahal kamera sudah menyorot ke kanan-kiri, menunjukkan kepada pemirsa para penumpang reguler kereta api Matarmaja. Sekelebatan yang menunjukkan mulai terusiknya anak-anak muda ini adalah ketiga Arial (Denny Sumargo) berjalan di Stasiun Senen dan melihat orang memikul karung putih berisi beban yang cukup berat. Sekilas terlihat dia takjub atau kaget. Sepertinya bukan kebetulan bahwasanya Arial-lah yang takjub, bukan anak-anak yang lain. Arial adalah anak yang paling gemar angkat barbel dan badannya paling bugar. Melihat orang mengangkat beban untuk menyambung hidup tentu saja menjadi sentilan buat dia.

Mulai dari adegan My Heart Will Go On inilah semua kepekaan menjadi runcing, kesadaran terbuka…

Ah, saya jadi kepikiran lebih banyak lagi setelah mulai menulis ini. Adegan My Heart Will Go On ini, meskipun sangat pendek, ternyata memiliki implikasi yang cukup jauh dalam mengajak saya merenungi kembali kehidupan ini. Haiyyah!

Sayangnya, saat kita lanjutkan nonton film 5cm ini, ada ketimpangan tak tersembuhkan yang menjalar-jalar dalam film ini. Semoga kita bisa bicarakan ketimpangan ini pada kesempatan yang lain…

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *