Ramalan Jayabaya: Amenangi Jaman Smartphone

Jayabaya tersentak dari mimpinya. Dia kucek-kucek matanya dan mulai bangun. Dia lihat kanan kiri, mencari kendi hitam mengkilap yang seringkali ada di sebelah dipannya ketika dia bangun. Tidak ada. Pasti istrinya sudah membawa kendi itu ke dapur. Dia pun kembali berbaring, mencoba mengingat-ingat mimpinya.

Pemuda-pemudi mengantri. Sebuah bangunan megah mengkilap-kilap. Gambar apel di mana-mana. Pemuda-pemudi mengantri dengan baju elok. Berjam-jam mereka mengantri seperti itu. Sepertinya antrian tidak berjalan. Kereta-kereta kokoh tanpa kuda bersliweran di jalan. Dia seperti terjebak dalam mimpi itu, berjam-berjam, tanpa gerakan signifikan. Hingga kemudian, seorang pemuda keluar sambil berjingkrak-jingkrak. Pemuda-pemudi lain yang masih mengantri menyalami dan menyelamatinya. Dia membawa sebuah benda kecil menyala-nyala di tangannya, dan sebuah kantong jinjing. Si pemuda yang berjingkrak-jingkrak itu kemudian pergi meninggalkan bangunan berkilauan. Dia naik kereta tanpa kudanya. Setibanya di rumah, dia duduk di dipan empuk. Di situ dia seperti tersedot ke benda kecilnya yang menyala-nyala itu. Dia sentuh-sentuh benda itu tanpa henti. Tanpa henti hingga berjam-jam. Seolah-olah dia sedang menunggu, mengantri sesuatu. “Sialan,” begitu serunya. “Wow!” serunya lagi. “Ganas!” lagi-lagi dia berseru hingga. “Benar-benar smartphone terbaik selama ini!”

Jayabaya, seperti biasa, bertanya-tanya apa itu smartphone. Dia masih belum bisa memahami benda apa itu. Tapi yang pasti benda kecil itu membuat banyak orang mengantri berjam-jam, tanpa melakukan sesuatu yang berarti. Setelah dia dapatkan smartphone itu, ternyata orang tersebut tetap mengantri juga. Dia bertanya-tanya, apa yang ditunggu orang-orang jaman ini?

Jayabaya menghela nafas: “Amenangi jaman smartphone, ora smartphone-an ora kumanan”

Dia bersiap menuliskan kata-katanya tersebut di selarik lontar. Tapi, pikirnya, apa mungkin orang-orang bisa tahu kalau aku sebutkan “smartphone”? Ah, begini saja:

“Amenangi jaman edan, ora edan ora kumanan”

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *