Ipoleksosbudhanham adalah elemen yang tak terpisahkan dalam penyampaian Islam oleh Nabi Muhammad. Di dalam alquran, ada satu surat yang berjudul ar-Ruum (tapi ingat, semua judul surat dalam alquran adalah judul yang diberi belakangan, saat Quran dibukukan). Pada umumnya, judul ini diterjemahkan menjadi Bangsa Romawi. Siapa sebenarnya “bangsa Romawi” ini?
Kata “ar-Ruum” merujuk kepada Kekaisaran Romawi Timur atau juga dikenal sebagai Kekaisaran Byzantium, yang berpusat di Konstantinopel atau di jaman sekarang disebut Istanbul. Bangsa ini menyebut diri mereka sendiri bangsa Romawi (mereka bahkan tidak menyebut diri “Romawi Timur” atau “Byzantium,” keduanya ini adalah nama yang diberikan sejarawan belakangan) karena mereka adalah kelanjutan dari Kekaisaran Romawi yang berpusat di kota Roma, Italia. Jadi, kalau kita membaca surat al-Ruum dan menemukan deskripsi-deskripsi tentang bangsa Romawi, jangan lagi membayangkan tentara-tentara Romawi seperti dalam film Gladiator itu, karena Gladiator menceritakan tentang Romawi (Barat) yang beribukotakan Roma.
Mari kita melompat dengan digiring pertanyaan: seperti apakah Kekaisaran Romawi Timur itu? Kita ulas sebentar saja bagaimana ceritanya Bangsa Romawi bisa sampai “nyasar” ke Konstantinopel atau Byzantium atau Istanbul. Pada abad ke-2 dan ke-3 Masehi, bangsa Roma sudah mulai menurun, mungkin capek hidup setelah berjaya selama satu milenium. Untuk menyambung nafas kekaisarannya, Kaisar Diocletian memecah Romawi menjadi 4 bagian dengan manuver yg disebut “tetrarki” (yang artinya “empat kepemimpinan”), yaitu kawasan Romawi Eropa Barat, Eropa Timur dan Mediterania atas, Mediterania bawah (mencakup Mesir dan Libya) dan Afrika Utara. Upaya ini cukup bisa memperpanjang umur kekaisaran hingga seratus tahun. Pada generasi berikutnya, keempat bagian ini disatukan kembali dan kepemimpinan dipegang oleh Kaisar Konstantin. Pada masa ini pula agama Kristen menjadi agama resmi Romawi (setelah sebelumnya menjadi agama marjinal, bahkan sempat terjadinya pengusiran pengikut Kristen pada masa Kaisar Diocletian).
Kaisar Konstantin ini menyadari sudah rapuhnya kota Roma dan begitu rentannya kota tersebut terhadap serangan bangsa-bangsa barbar dari utara (bangsa Ostrogoth, tepatnya). Maka dia pun memindah ibukota ke Byzantium, yang pada masa tetrarki merupakan ibukota Romawi Timur. Kenapa memilih Byzantium? Alasan utamanya adalah: karena kota ini secara ekonomi lebih menjanjikan (sebagai pintu masuk dari kawasan laut Aegean dan Laut Meditaria ke Laut Hitam dan kawasan Rusia) dan dalam hal Hankam juga lebih menentramkan pikiran (kota ini dikepung perairan di ketiga penjurunya, sehingga Konstantin hanya perlu membuat satu benteng yang besar di pangkal semenanjung). Maka dimulailah proyek pembangunan Byzantium. Setelah kelar, Konstantin pun secara resmi memindah ibukota dan segala urusan administrasi ke Byzantium. Dan sejak itu pula kota Byzantium berganti nama menjadi Konstantinopel. Ini terjadi pada paruh pertama abad ke-4. Tak lama sesudahnya, kota Roma pun jatuh ke tangan bangsa Ostrogoth.
Pada abad keenam atau abad ke-1 sebelum Hijriah, Romawi Timur dipimpin oleh Kaisar Justinian, seorang kaisar yang tak akan dilupakan oleh sejarah. Kenapa begitu? Pertama, Kaisar ini terkenal karena berbagai capaian yang, antara lain, mencakup 1) ekspansi ke arah Barat (pada masa Justinian inilah Romawi kembali bisa mendapatkan kembali wilayah-wilayah yang telah lepas, termasuk kawasan-kawasan yang sekarang kita kenal sebagai Maroko, Libya, Italia, hingga Spanyol), 2) dibukukannya keputusan-keputusan pengadilan, atas titahnya, ke dalam apa yang kita kenal sebagai Kodeks Yustinianus (yang merupakan dasar dari sumber hukum negara-negara Eropa, termasuk juga Indonesia, karena kitab hukum Indonesia merupakan turunan dari hukum Belanda), dan 3) didirikannya bangunan akbar Hagia Sophia (yang awalnya dibuat sebagai gereja pribadi, kemudian jadi gereja induk, kemudian [pada masa Utsmani] menjadi masjid, dan kini [sejak Mustafa Kemal Ataturk] menjadi museum). Tapi, menurut satu sumber primer, yaitu buku Anekdota (atau Sejarah Yang Tak Diterbitkan) karya Procopius, Kaisar Justinian adalah seseorang yang menyebabkan runtuhnya bangsa Romawi Timur. Dalam Anekdota ini, Procopius memblejeti semua cela Justinian dan meluapkan kebenciannya atas Justinian sampai-sampai dia menyebut kaisar ini sebagai “iblis ngejawantah.” Menurut karya yang diterbitkan hanya setelah Procopius mangkat ini, Justinian membantai 30.000 pengunjuk rasa yang menuntut penggulingan dirinya (karena Justinian telah menyebabkan perekonomian Romawi Timur memburuk dengan berbagai pajak yang dia pungut). Bahkan, di sini pula disebutkan bahwa pembangunan Hagia Sophia dimulai hanya beberapa minggu setelah pembantaian 30.000 pengunjuk rasa itu (oh ya, kerusuhan itu sendiri disebut “Kerusuhan Nika”) yang menunjukkan betapa arogannya Justinian.
Demikianlah, kebobrokan luar biasa ini merupakan titik paling dilematis dalam sejarah Romawi Timur, dan semua itu terjadi kurang dari satu abad sebelum terbitnya Islam. Dan Romawi Timur (yang mencakup kawasan Syria, Palestina dan Mesir) adalah kawasan pemerintahan yang posisinya tepat di atas semenanjung Arabia, tempat Nabi Muhammad menyampaikan Islam. Maka, tidak mengherankan jika bangsa Romawi menjadi elemen penting dalam penyampaian ajaran Islam. Posisi Bangsa Romawi dalam konteks sejarah Islam dan penyampaian Islam sama pentingnya dengan posisi bangsa Abyssinia yang menduduki kawasan Ethiopia dan Yaman atau Hadramaut (ingat kan cerita bahwa pada tahun kelahiran Nabi Muhammad ada serangan tentara gajah yang dipimpin Abraha? Mereka ini berasal dari kerajaan Abyssinia, yang beragama Yahudi). Sementara itu, di sebelah timur laut terdapat Kekaisaran Sassanid atau Persia yang juga menjadi elemen penting dalam alquran. Bangsa Persia yang memiliki agama resmi Zoroastrian itu di dalam alquran disebut sebagai kaum Majusi.
Nah, sekarang saya kebingungan bagaimana harus menutup postingan ini. Tapi, karena waktu sudah menunjukkan seperempat jam lewat tengah malam, mau tak mau saya harus menutup postingan ini dengan mengatakan bahwa judul al-Ruum dalam alquran ini mengingatkan kita bahwa konteks ipoleksosbudhankam (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan) merupakan elemen yang tak terpisahkan dalam penyampaian pesan-pesan Islam oleh Nabi Muhammad. Ketiga “negara” yang menguasai kawasan-kawasan di sekeliling gurun Arabia (yang ketika itu dihuni suku-suku badui nomaden dan memiliki nilai ekonomi sangat rendah sehingga bangsa Romawi maupun Persia yang ketika itu selalu geger pun tidak ingin memperebutkannya) hadir dalam perbincangan.
Great piece of writing. Aku belajar buanyaaaak dari pengetahuan yang bernas ini, Wan.
Dan kembali ke pembukaan tulisan ini yang menyatakan ipoleksosbudham, sebenernya ada sisi lain, yaitu sisi psikologi.
Saat Ar Rum diturunkan, sedang berlangsung perang badar. Orang-orang Rum adalah orang Nasrani, yang juga disebut ahli kitab, dan orang Persi bukan ahli kitab. Saat itu terdengar kabar bahwa orang-orang Persi berhasil mengalahkan orang-orang Romawi. Karena kabar itu, bergembira-rialah orang-orang musrik Mekkah, sementara orang-orang Islam Madinah merasa sedih. Ayat 2 – 6 surat ini adalah hiburan dan sekaligus pemberitahuan akan apa yang akan terjadi. Karena orang-orang Islam Madinah diberitahu bahwa Allah akan menolong orang-orang beriman yang dia kehendaki.
Dan benarlah, Romawi takluk tahun 614-615 M dan kembali menang tahun 622 M.
Kejadian peperangan adalah kejadian yang tampak, dan raltif lebih mudah untuk meyakinkan orang terhadap yang tampak ini. Mungkin, sedikit sekali orang yang berselisih tentang hal kejadian sejarah ini, tetapi bagaimana dengan yang tidak tampak? Ayat selanjutnya berkata, “Mereka mengetahui yang lahir dari kehidupan dunia; sedangkan terhadap kehidupan akhirat, mereka lalai.
Allah saja yang Maha Mengetahui, sedangkan aku hanyalah orang buta yang meraba-raba.
Thanks.
Salam kembali Pak Sugeng. Terima kasih tafsirannya yang memperjelas isi surat ar-Ruum di bagian ini–saya berhutang banyak ke Njenengan dalam hal ini. Dan daerah yg dimenangkan Persia dari Byzantium itu adalah kawasan Syria dan Palestina (Levantin), yg kemudian jadi bagiannya Muslim Arab.
Kalau tidak menyempatkan baca sejarah wilayah ini, kita cenderung lupa kalau Damaskus dan Palestina itu adalah tempat-tempat penting bagi agama Kristen, bahkan pusat-pusat penting kebudayaan Romawi dan, belakangan, Kristen. Bahkan, yang saya sempat meringis dengarnya, pernah ada kaisar Romawi yang namanya Philip the Arab (karena asalnya dari Damaskus) bahkan sebelum Romawi resmi memeluk Kristen. Dan salah satu pemikir penting Kristen Katholik adalah seorang yang dikenal sebagai John dari Damaskus (yg nama Arabnya Mansur) yang justru bisa menulis Kritik keras terhadap kaisar Romawi ketika tinggal di Yerusalem yang ketika itu ada di bawah kekuasaan Muslim Arab.