Hakikat Gubuk di Bumi yang Selalu Hujan

Dia berjalan-jalan, sementara bumi hujan. Bumi selalu hujan. Selalu hujan. Dilihatnya sebuah gubuk, atapnya rumbia. Seseorang di sana, membakar ubi sambil berhasta karya dengan daun pisang. Pembakar ubi menawarkan ubinya, dan mengajak si peneduh berhastakarya. Aroma ubi mencium hidungnya, memeluk perutnya.

Seseorang melintas di tengah guyuran hujan, di bumi yang selalu hujan. Si peneduh mengundang si pelintas, “Mari menunggu ubi, sambil berhastakarya.” Siapa yang bisa menolak ubi panggang dan hastakarya di bumi yang selalu hujan? 

Hari habis, minggu menunggu, dan si pelintas pun memutuskan untuk kembali melintas, memegang payung daun pisang, melanjutkan perjalanan. “Terima kasih pembakar ubi, aku tahu yang bisa kulakukan: makan saat lapar. Terima kasih peneduh, aku tahu yang bisa kulakukan mengajak berteduh siapa yang melintas. Terima kasih payungnya. Terima kasih kenyangnya.”

Si peneduh tersenyum dan memandang pembakar ubi, yang tetap sibuk memanggang ubi sambil menyulam daun pisang.

Si peneduh menunggu.

Bumi selalu hujan.

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *