Penjurubahasaan Segitiga

Ini lagi salah satu pengalaman linguistik yang menarik dalam karir saya sebagai penjemput di bandara: penjurubahasaan segitiga. Apa itu? Begini ceritanya:

Kemarin pagi saya harus menjemput dua orang yang datang untuk mengikuti pelatihan di tempat kerja saya. Yang satu, seorang gadis lulus SMA dari Panama, datang untuk mengikuti kursus bahasa Inggris selama setahun. Menurut pengalaman, peserta program ini level bahasa Inggrisnya bervariasi, mulai dari sangat mendasar hingga cukup maksimal. Dan karena dari Panama, maka bahasa ibunya adalah Spanyol. Seorang lainnya yang harus saya jemput adalah seorang guru bahasa Inggris dari Brazil peserta program ACCESS yang didanai oleh Kedubes AS. Biasanya guru-guru peserta program ini memiliki kemampuan bahasa Inggris lisan dan tulis sangat bagus–mereka adalah guru-guru bahasa Inggris terbaik di tempat asalnya. Dan sbg orang Brazil, bahasa ibunya adalah bahasa Portugis.

Seperti biasa, saya tidak suka menggunakan papan nama bertuliskan “Selamat Datang, Mas Bambang” atau lainnya untuk menemukan orang yang saya jemput (meskipun saya belum pernah melihat foto mereka). Alasannya ada dua: Pertama, karena bandara di kawasan kami relatif kecil dan hanya ada satu gerbang kedatangan dan hanya ada dua carousel, sehingga menemukan orang tidak terlalu sulit; Kedua, karena tanpa papan nama, pencarian menjadi lebih mencekam, thriller, menguras adrenalin. Biasanya, saya mengandalkan insting. Kalau ada orang yang seperti kesasar, menoleh ke sana-ke mari, seperti mencari-cari, biasanya itu adalah orang yang saya cari. Atau, saya juga biasa mengenali orang dari, misalnya, atribut yang dia kenakan.

Kali ini, karena tahu orang yang saya cari berasal dari Brazil, saya pun bersiap untuk mencari-cari atribut: jersey timnas Brazil atau bola sepak. Makanya, saat melihat orang yang memakai jersey timnas Brazil, saya langsung tanya dia:

“Mas, Njenengan nunggu jemputan, nggak?” Masalahnya, saya langsung melompati langkah pertama: melihat apakah dia seperti orang kesasar. Jelas-jelas, dia tidak seperti orang kesasar.

“Oh, nggak, sudah ada yang jemput saya. Sampean cari orang dari Brazil ya?” jawabnya sambil langsung dilanjut dengan pertanyaan.

“Iya, orang Brazil yg datang ke Fayetteville,” jawab saya.

“Mau ke Walmart Shareholders Meeting, juga? Saya juga mau ke sana,” tanyanya sambil langsung dilanjut dengan pernyataan.

“Oh enggak, dia mau ada pelatihan guru Bahasa Inggris,” jawab saya. “Oke deh, Mas, mohon maaf kalau nganggu sampean.

“Nggak papa kok, itung-itung ada yang ngajak ngomong sambil nunggu tas saya muncul. Semoga sukses ya!” katanya sambil langsung dilanjut dengan salam penutup.

Tak lama kemudian, ada orang yang memiliki ciri-ciri pertama: seperti mencari-cari orang. Saya langsung menghampiri dia dan bilang: “Pak Ronaldo?”

“Oh, iya. Saya, Mas.”

“Saya Wawan dari Institut Bahasa Inggris. Saya ditugasi njemput Njenengan.”

“Matur suwun, Mas. Untung langsung ketemu. Eh, jangan panggil ‘Pak’ atau ‘Njenengan’ lah. ‘Sampean’ dan ‘Mas’ saja.”

“Oke kalau begitu, Mas Ronaldo.” Dia sama sekali tidak memakai atribut Brazil, dan belakangan saya ketahui bahwa dia tidak bisa main bola, dan terakhir main bola waktu umur 11 tahun, waktu teman-temannya menunjukkan gelagat tidak suka kalau dia ikut di tim mereka karena mainnya buruk. Pelajaran pertama: stereotipe hanyalah stereotipe, dan dampak negatifnya adalah kita tidak bisa melihat pribadi orang-perorang. Kita melihat orang sebagai sebuah kategori, dan tidak cukup merendahkan!

Sudah satu halaman kok belum terlihat tanda-tanda penjurubahasaannya? Okay, maaf, let’s cut to the chase: Setelah pendahuluan dan pemanasan, sekarang mari kita lihat insiden penjurubahasaan tersebut.

Beberapa saat setelah saya temukan Ronaldo, saya pun menemukan seorang gadis belia yang terlihat mencari-cari. Inilah siswa yang harus saya jemput, maka saya dekati dia dan tanya: “Dik Maria?” Lalu dia terlihat sumringrah dan mulai “Si, hewes-hewes-hewes *bahasa Spanyol*” Aduh, mak! Mulailah petualangan itu.

“Saya Wawan dari Institut Bahasa Inggris, ini benar nama Adik?” kata saya dalam bahasa Inggris yang santun dan runut sambil menunjukkan daftar nama-nama siswa. Saya tunjuk namanya.

“Si, Maria,” katanya, dan dia pun bahagia. “Buelo hewes-hewes-hewes *bahasa Spanyol*”

“Ehm, okay, ehm, sudah nemu koper sampean?”

“Hewes-hewes-hewes *bahasa Spanyol* dos,” sambil menunjukkan secarik kupon yang biasanya dipakai untuk melacak koper. Ah, mungkin dia tidak bisa menemukan kopernya.

“Oke, ayo ikut saya sebentar, kita cari kopernya terus selanjutnya kita berangkat,” saya ajak dia ke Ronaldo yang sudah nunggu dengan sabar.

“Mas Ronaldo, ini Maria, dari Panama. Sepertinya kopernya nggak ketemu. Eh, sampean bisa bahasa Spanyol nggak?”

“Nggak bisa, Mas Wawan. Tapi biasanya saya lumayan ngerti maksudnya kalau ada orang ngomong bahasa Spanyol.”

“Wah, mantep ini, tolong sampean tanyakan ya soal kopernya,” pinta saya.

“Buelo… hewes-hewes-hewes *Spanyol*” Maria sudah langsung ngomong ke Ronaldo bahkan sebelum Ronaldo ngomong apa-apa.

“Abuelo? Wow,” Ronaldo kaget dan langsung melihat saya. “Katanya kakeknya berangkat kemarin ke sini?”

“Hah? Kok bisa?” langsung panik saya.

“Abuelo  hewes-hewes-hewes *Portugis*?” tanya Ronaldo ke Maria untuk memastikan, tapi dia menggunakan bahasa Spanyol.

“Buelo” sambil tangannya memeragakan seperti pesawat mau terbang. “Hewes-hewes-hewes *Spanyol*”

“Ah, buelo!!!” Ronaldo ketawa girang, dan langsung melaporkan ke saya dalam bahasa Inggris. “Bukan kakeknya, tapi penerbangannya datang ke sini tadi malam. Kakek dan penerbangan dalam bahasa Spanyol nyaris sama, satunya ‘buelo’ (penerbangan) satunya ‘abuelo’ (kakek).”

“Oalah, iya-iya. Semestinya dia datang tadi malam tapi ada delay, jadinya baru sekarang datang,” kata saya. “Oke-oke, Mas Ronaldo, tolong sampean terjemahkan ya. Dik Maria, tas sampean ada yang tertinggal?”

“Si, hewes-hewes-hewes *Spanyol*” Maria langsung menjawab–sepertinya dia tahu pertanyaan saya.

“Iya, dia tidak bisa menemukan tasnya,” kata Ronaldo.

“Dos,” kata Maria.

“Dos?” kata saya sambil menunjukkan isyarat dua jari–kebetulan saya tahu sejumlah kosakata penting dalam bahasa Spanyol, terutama karena banyak terpapar dengan teks-teks bahasa Spanyol yang bertebaran di mana-mana dan juga karena beberapa teman dalam workshop penerjemahan sastra saya menerjemahkan dari bahasa Spanyol, dan diskusi “cari kutu” yang membahas kata-kata penting dalam bahasa tertentu sering terjadi.

“Oke, saudara-saudara, mari kita ke konter dulu, saya kok agak curiga tas Dik Maria sudah datang kemarin malam.”

Mereka pun membuntuti saya ke konter Delta Airline. Benar saja, di konter saya disambut seorang pegawai yang setelah mengecek sebentar di komputer langsung bilang, “Iya, tasnya sudah datang tadi malam.”

Maka demikianlah berakhir episode penjurubahasaan segitiga di bandara. Selanjutnya, saya bawa mereka dengan minibus ke kampus. Selama dalam perjalanan, kami bertiga berbicang-bincang semua pertanyaan saya kepada Dik Maria (dalam bahasa Inggris) harus dijembatani dulu oleh Mas Ronaldo (dalam bahasa Portugis) dan kemudian dijawab oleh Dik Maria (dalam bahasa Spanyol) dan diterjemahkan oleh Mas Ronaldo (dalam bahasa Inggris) kepada saya.

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

2 comments

seru saestu mas wawan saged srawung kaliyan tiyang monco.

alhamdulillah, mas dedy. menika rak namung upokoro supados pawone tansah marong.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *