Sejak awal Saut Situmorang ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama Fatin Hamama, saya sudah sangat kecewa karena 1) hukum seperti dijadikan alat untuk membungkam perdebatan dan 2) perkara hukum bisa dimulai di satu titik secara acak. Dan kini, saat hakim menjatuhkan vonis bersalah kepada Saut Situmorang atas pencemaran nama itu, kekecewaan saya pun menjadi formal dan syah dan patut.

Yang terus-menerus membuat kecewa adalah adanya kesan yang kuat bahwa kasus ini seperti kasus pribadi Saut Situmorang. Dari laporan demi laporan di Facebook dan Twitter dan Istagram, sepertinya hanya Saut dan teman-teman Saut yang peduli dengan UU ITE saja yang ikut terlibat dalam kasus ini. Untuk kasus yang diawali oleh protes keras terhadap buku bermasalah dan dianggap pembodohan publik (yaitu buku 33 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sastra Indonesia), yang dianggap sebagai gangguan terhadap sastra Indonesia dan pendidikan sastra Indonesia, yang mestinya menyangkut kepentingan para sastrawan, budayawan, akademisi, dan pembelajar sastra Indonesia, kasus pencemaran nama yang menjerat Saut Situmorang ini tampak sepi. Tak banyak terlihat akademisi yang ikut mendukung Saut Situmorang. Tak banyak terlihat sastrawan mendukung Saut Situmorang. Yang banyak terlihat adalah beberapa sastrawan muda dan aktivis kebebasan berpendapat ikut mendukung Saut.

Oh ya, tentu saja salah akar terbesar dari komentar yang menjerat Saut Situmorang itu adalah buku-buku antologi “puisi esei” yang penyusunannya disinyalir melibatkan Fatin Hamama.

Saya, pembaca sastra Indonesia dan mahasiswa sastra yang sebentar lagi jadi akademisi sastra ini, juga sayangnya tidak ikut berpartisipasi. Waktu, biaya, dan batasan ini-itu tidak memungkinkan saya ikut ke Jakarta dan mendukung Saut Situmorang (biarkan saya ulangi terus nama Saut Situmorang biar saya dan Anda semua ingat nama itu). Tentu ini sangat mengecewakan bagi saya sendiri. Kira-kira apa yang bisa saya dan pendukung Saut lainnya lakukan dari jauh untuk mendukung Saut Situmorang yang terjerat hukum dalam usahanya menyuarakan protes kepada buku yang dianggap pembodohan mengenai sastra Indonesia dan sejarah sastra Indonesia  itu? Apa yang bisa kita lakukan dari Malang sini?

Saya ingat status Mikael Johani pada awal munculnya kasus pencemaran nama ini tentang dibutuhkannya jurnalis investigasi untuk menyingkap apa-apa di balik buku bermasalah 33 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sastra Indonesia dan beberapa buku antologi yang disinyalir melibatkan Fatin Hamama. Iya, kalau memang buku itu yang menjadi biang keladi Saut Situmorang divonis bersalah dengan hukuman 5 bulan plus 10 bulan percobaan itu, saya masih mengharap ada yang melakukan investigasi terhadap buku tersebut. Diperlukan jawaban untuk petanyaan-pertanyaan seperti, misalnya, 1) siapa yang mendanai buku itu? 2) siapa yang pertama kali terpikir memasukkan Denny JA di situ (karena sumber keberatan terbesar adalah munculnya nama Denny JA di sana)? 3) apakah benar Fatin Hamama tidak terlibat dalam hal-hal yang dituduhkan kepada dia?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *