Linimasa Mengambang atau Floating Timeline

“Enak ya jadi Nobita? Sejak aku kelas 6 SD sampai sekarang punya anak mau naik kelas 6 SD, dia masih tetap kelas 4 SD.”

“Betapa bahagianya jadi Upin dan Ipin. Dari sepuluh tahun yang lalu dia masih di Tadika Mesra. Tidak harus berhadapan dengan UNAS.”

Pasti Anda sering mendengar itu–kalau Anda seperti saya, suka ngobrol dengan orang-orang iseng. Bagaimana fenomena ini menurut ilmu sastra?

Baiklah, sebagai dosen sastra yang masih pemula, saya akan menguji diri sendiri dengan menjawab pertanyaan (yang saya lontarkan sendiri itu). Fenomena ini–eh, sebenarnya bukan fenomena sih. Saya ulangi lagi: ini adalah satu fitur dalam prosa atau naratif yang disebut “linimasa mengambang” atau “floating timeline” atau “sliding timescale.”

Linimasa mengambang adalah elemen latar waktu yang secara garis besar seolah tetap di situ-situ saja. Para tokoh dalam cerita seperti tidak pernah menua. Tentu hal ini bukan berarti tidak ada waktu. Ada waktu dalam lingkup kecil, misalnya antara awal episode hingga akhir episode, terjadi perubahan waktu, waktu berjalan, misalnya dari pagi sampai malam. Namun, saat episode selanjutnya dimulai, kita kita seperti kembali ke waktu yang itu-itu tadi. Si tokoh utama usianya belum berubah secara signifikan.

Ambillah contoh Upin & Ipin. Memang ada cerita yang berlatar idul fitri, divali, ramadhan, tahun baru imlek, dll., yang mengesankan cerita terjadi pada waktu yang berbeda-beda dalam satu tahun, misalnya tahun 2008. Namun, pada musim tayang selanjutnya, cerita sebenarnya tetap terjadi pada tahun yang sama. Bagaimana kita tahu? Ya dari fakta bahwa Upin dan Ipin serta teman-temannya belum tambah tua. Mereka tetap di Tadika Mesra (meskipun gurunya ganti dari Cik Gu Jasmin ke Cik Gu Melati).

Satu cerita lain yang banyak dijadikan contoh untuk ini adalah The Famous Five atau dalam bahasa Indonesia kita kenal sebagai Lima Sekawan. Serial cerita empat bocah dan satu anjing ini ada banyak. Seolah-olah cerita terjadi selama bertahun-tahun. Tapi kita tahu, mereka semua usianya tetap segitu-segitu saja, seolah-olah cerita terjadi dalam satu musim panas yang sama.

Ini berbeda dengan, misalnya, komik atau serial TV The Walking Dead. Di awal cerita, kita tahu bahwa Carl (anaknya Rick Grimes) masih sangat bocah dan banyak melakukan tindakan-tindakan yang kekanak-kanakan. Tapi, belakangan, kita melihat bahwa Carl sudah semakin besar dan semakin dewasa saja, bahkan setara dengan bapaknya dalam hal sikap dan tanggung jawab.

Sebenarnya, terkait The Walking Dead ini, ada satu hal yang menarik kalau kita membandingkan antara komik dan serial TV-nya. Di komik, cerita berjalan seperti tanpa jeda sedikit pun. Carl tumbuh sedikit demi sedikit. Namun, dalam serial TV-nya, laju cerita berjalan dengan agak berbeda karena batasan dari sistem musim tayang (yang hanya berlangsung pada musim gugur sampai musim dingin saja. Setiap kali musim tayang dimulai, para tokoh sudah setahun lebih tua. Bagi tokoh-tokoh yang di atas 20 atau 30 tahunan, pertambahan usia satu tahun tidak jadi masalah. Tapi bagi tokoh yang memerankan Carl, perubahan itu sangat drastis. Kalau di musim pertama tinggi badan pemeran Carl baru, misalnya, 120 cm, tahun selanjutnya dia sudah 130 cm. 10 cm itu bertambahan tinggi badan yang signifikan. Maka, pada musim keempat saja kita sudah melihat Carl seperti remaja akil balik. Padahal ceritanya kalau disejajarkan dengan komik baru baru sekitar satu tahun sejak pecahnya kiamat zombie.

Jadi ya, terlihatlah berbagai jenis penembahan dan pengurangan cerita untuk mengakomodir perkembangan yang pesat dari pemain The Walking Dead ini. Misalnya, antara musim tayang memang ada jeda waktu sekitar dua musim (musim gugur dan musim dingin). Sehingga, ketika musim selanjutnya dimulai akan tampak wajar bahwasanya si tokoh utama sudah lebih tua dari sebelumnya. Dan sebagainya dan sebagainya.

Eh, kenapa dari linimasa mengambang kita sampai ke The Walking Dead? Apakah saya hanya ingin cari alasan untuk bisa ngomong tentang The Walking Dead lagi? Bisa jadi. Tapi, bisa juga saya menunjukkan The Walking Dead secara agak detil untuk menjadi contoh yang BUKAN linimasa mengambang. 🙂

Jadi demikianlah kawan-kawan. Kalau ada yang tanya tentang kenapa Nobita tetap kelas empat dan kenapa Upin dan Ipin tetap sekecil itu (dan kenapa Kak Ross belum juga kuliah atau kerja jadi komikus profesional atau jadi animator), tentu kawan-kawan jadi tahu aasannya dan bisa menjelaskannya. Tapi ya begitulah, kalau sudah dijelaskan, akhirnya becandanya jadi nggak lucu lagi. Ealah…

 

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

1 comment

I as well as my buddies happened to be looking at the excellent
guides located on your site while then developed a
horrible suspicion I never expressed respect to the website owner for those techniques.
Most of the young men had been for that reason glad to read them and have in effect undoubtedly been loving these things.
Thanks for being quite accommodating and then for making a decision on variety of exceptional guides
most people are really desirous to learn about. My very
own sincere apologies for not expressing gratitude to you earlier. http://vitatrimgarcinia.org/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *