(Saya pernah menulis tentang buku Inilah Esai tulisan Muhidin M. Dahlan. Tapi, kemarin, setelah baca tulisannya Muhidin tentang Bumi Manusia, saya jadi ingat kalau saya pernah nulis ini, tetap tentang buku Inilah Esai, yang saya kirimkan ke sebuah portal online untuk ulasan buku tapi tidak pernah dimuat. Jadi ya, timbangane eman, diposting di sini saja.)
Setiap kali mendengar kata “kliping,” saya cenderung ingat masa SD dan SMP, waktu sering ditugasi membuat kliping dengan tema pembangunan, KB, OPEC dan sebagainya. Ada kesan bahwa kliping sesimpel itu. Tapi itu dulu, sebelum saya kenal Muhidin M. Dahlan, yang dalam esai-esainya sering berbicara tentang kegemaran penulis besar Pramoedya Ananta Toer (dan dirinya sendiri) mengkliping berita. Muhidin membuat saya tahu bahwa mengkliping adalah aktivitas aktif, fisikal sekaligus intelektual, dan bermanfaat jangka panjang. Kesadaran ini sesekali menerbitkan sesal.
Definisi kamus atas “kliping” juga sangat bersahaja. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi V mendefinisikan kliping “guntingan atau potongan bagian tertentu dari surat kabar, majalah, dan sebagainya, yang kemudian disusun dengan system tertentu.” Bersahaja, kan? Sama sekali tidak ada kesan wah dari definisi ini. Mungkin karena memang begitulah semestinya definisi kamus.
Yang tak langsung tampak dari definisi di atas adalah bahwa mengkliping terkadang mencakup aktivitas pergi ke lapak koran bekas untuk mencari koran edisi lalu saat kita dengar ada berita bagus tentang topik tertentu di sebuah koran. Setelah itu, kita perlu membaca seluruh koran untuk menemukan artikel yang dibutuhkan dan perlu digunting. Lalu, kita perlu mengkategorisasikannya dan menyimpannya dalam folder-folder yang mudah dicari bila kelak kita membutuhkan. Kelak, bertahun-tahun kemudian, kita bisa menggunakan kliping tersebut untuk mencari tahu tentang sesuatu. Kita bisa melihat bagaimana sebuah topik perkembangan. Mungkin juga kita bisa lihat kemunduran, kontradisi, pengulangan, dan lain-lain. Nah, dari bahan-bahan inilah nantinya kita bisa mendapat ulasan tentang sebuah topik, kronik (atau urutan atau kronologi) sebuah topik, dan sebagainya, dan seterusnya.
Kembali ke soal Muhidin M. Dahlan, baru beberapa hari yang lalu saya menikmati hasil lain dari kegiatan mengkliping yang tekun diamalkannya. Hasil tersebut adalah buku apik tentang menulis esai berjudul Inilah Esai: Tangkas Menulis Bersama Para Pesohor. Seperti jelas tergambar dari judulnya, buku ini adalah buku belajar menulis esai. Tapi, berbeda dengan banyak buku panduan lain, buku ini dibuat berdasarkan seratusan lebih esai yang digemari dan dianggap bagus oleh si penulis dan juru kliping itu. Melihat riwayat beliau seperti tergambar dalam tulisan-tulisannya, gampang dan masuk akal tentunya kalau kita “menuduh” seratusan lebih esai tersebut sebagai hasil dari kegiatannya mengkliping.
Dengan memilah, memilih, menganalisis, dan mengolah data, Muhidin dapat memaparkan bagaimana esai-esai kegemarannya tersebut bisa mengajarkan kepada kita cara membuat esai yang bagus. Dalam Inilah Esai, Muhidin membahas bentuk esai, cara mendekati topik, cara membuat judul yang bagus, pembuka yang kuat, isi yang kaya, dan penutup yang berhasil mengikat suara esai. Dalam setiap pembahasan itu, Muhidin menyertakan contoh-contoh yang dia nukil dari esai-esai kegemarannya tersebut. Inilah yang menurut saya menjadikan buku ini unggul dibanding banyak buku penulisan yang lain: buku ini menunjukkan keroyalan si penulis dalam membagikan contoh-contoh dari esai-esai yang tidak cuma bagus tapi banyak di antaranya menghasilkan dari bagian-bagian yang relevan.
Sebagai contoh saja, pada bab tentang membuat judul, ada beberapa kategori pembuatan judul dan masing-masing kategori disertai dengan contoh-contoh judul. Pada bagian pembuka, ada pula kategori-kategori cara membuka esai, yang disarikan si penulis dari esai-esai kegemarannya tersebut dan masing-masing kategori disertai dengan contoh. Sekali lagi, itu adalah hasil ketekunan mengkliping, keseriusan meneliti, dan akhirnya kemauan dan kemampuan menuliskannya bagi semua orang.
Sekarang, berkat buku itu, saya jadi tahu tentang cara-cara pembuatan judul, pembuatan pembuka, dan esai yang telah teruji. Buku ini sekarang jadi semacam katalog bagi saya. Katalog inilah yang nantinya akan saya tuju saat akan membuat esai atau saat mentok dan mati langkah, misalnya, saat harus menutup esai. Ya, memang buku itu sampai sebegitu pentingnya. Sekali lagi, semua itu karena si penulisnya adalah seorang juru kliping yang serius. Tentu, penegasan ini tidak mengabaikan fakta bahwa Muhidin adalah juga pemikir dan penulis yang bagus.
Kalau boleh bombastis, buku ini kembali menegaskan kepada saya bahwa mengkliping adalah pekerjaan serius. Mengkliping membutuhkan Ketekunan (yang tak semua orang punya), minat yang konstan terhadap topik (tidak mudah dipertahankan), dan sejumlah hal lain. Buku Inilah Esai memaksa saya berjanji lagi dalam hati: bahwa mengkliping adalah pekerjaan yang tidak main-main, dan karenanya saya akan tanamkan itu ke anak saya.
Omong-omong, apa yang terlintas di benak Anda, sobat, saat mendengar kata “kliping”? Semoga, setelah membaca ini, yang terlintas di kepala Anda adalah Muhidin, seperti halnya yang terlintas di kepala saya sekarang saat mendengar kata itu. Selain itu, saya harap, ketika mendengar kata “kliping,” kita juga jadi ingat bahwa guru-guru SD kita—yang nama-namanya tak bisa kita lupakan itu—telah mengajarkan sebuah ilmu yang ganas, yang sayangnya mungkin tidak banyak kita amalkan.