Jalan Berputar Menuju Kita dalam Novela Claudio Orrega Vicuña

Beberapa hari yang lalu, setelah acara ngobrol-ngobrol di basecamp Pelangi Sastra Malang, saya pulang membawa pinjaman buku kecil berjudul Kenang-kenangan Mengejutkan si Beruang Kutub karya Claudio Orrega Vicuña [baca=Vikunya]–belakangan saya tahu judul bahasa Inggrisnya adalah The Surprising Adventures of Balthazar. Ternyata, buku mungil berjudul imut itu cukup mengasyikkan dan membawa perenungan-perenungan penting.

Oh ya, sebelumnya harus saya tegaskan bahwa saya sekarang tidak malu pinjam buku. Katanya Fumio Sasaki sang penganjur nilai-nilai minimalisme itu, meminjam itu bisa dimaknai sebagai bersikap “sosial.” Silakan simpulkan sendiri.

Nah, buku ini asyik beberapa hal, tapi yang paling menonjol adalah konsistensinya dalam menggunakan salah satu elemen yang dianggap penting dalam sastra, yaitu defamiliarisasi. “Defamiliarisasi” sendiri bermakna teknik yang dipakai untuk menceritakan sesuatu yang sebenarnya lazim dengan cara yang tidak lazim sehingga kita tidak langsung tahu apa yang dimaksud. Dalam prosa, hal ini biasanya ditempuh dengan menggunakan sudut pandang orang yang tidak akrab suatu kejadian yang sebenarnya lazim bagi orang-orang lain (dan termasuk pembaca). Dalam aliran kritik Formalisme Rusia, “familiarisasi” ini adalah nilai elementer dari karya sastra. Tolstoy disebut-sebut sebagai panutan dalam hal. Dia bisa menjelaskan tentang satu hal yang lazim dengan cara yang tidak lazim sehingga bisa memakan waktu lama. Tapi, dalam proses itu, pembaca akan diajak menelusuri detil hal-hal yang dibahas. Dengan “defamiliarisasi” ini, kita akan mendapatkan eksplorasi yang lebih mendalam dan dipaksa merenungkan hal-hal yang mungkin sudah jadi sego-jangan dalam hidup kita. Itu pulalah yang membedakan karya sastra dengan karya jurnalistik.

Teknik ini lazim dipakai di karya-karya sastra dalam berbagai konteks. Salah satu aplikasi defamiliarisasi yang menarik adalah biasanya terjadi ketika narator menjelaskan tentang orang dari tempat lain atau dari budaya lain. Contoh yang saya ingat saat ini adalah satu adegan dalam novel Cities of Salt karya Abdelrahman Munif. Penulis Arab Saudi ini menceritakan tentang satu adegan di lingkungan masyarakat badui Arab yang melihat para pendatang dari luar (orang-orang Amerika anggota ekspedisi eksplorasi minyak bumi di kawasan semenanjung Arabia). Orang-orang baduy ini heran dengan “ibadah” yang dilakukan para pendatang ini setiap pagi. Setelah kita amat-amati, kita akan tahu bahwa yang dimaksud “ibadah pagi hari” di sini sebenarnya adalah senam pagi.

Dalam Kenang-kenangan Mengejutkan si Beruang Kutub defamiliarisasi ini digunakan secara masif. Lha ya tentu saja–kan naratornya ini seekor beruang kutub yang tidak akrab dengan kehidupan manusia. Proses memahami manusia ini berlangsung perlahan-lahan dengan “penikmatan” atas keganjilan-keganjilan manusia. Satu hal yang muncul mencolok di sini adalah rasa heran si beruang ketika mendapati bahwa ternyata tidak semua manusia itu berbahagia dan saling menjaga. Dia membandingkan manusia yang miskin dan sendirian yang begitu berbeda dengan kawanan beruang, singa laut, dan hewan-hewan yang selalu saling menjaga.

Demikianlah dulu catatan awal tentang novela ini. Sementara kita catat untuk elemen literer-nya dulu. Besok, semoga saya bisa menulis tentang elemen teoretik dan yang lebih masuk ke isinya. Tapi ya, itu nanti saja. Sekarang saya ngantuk dan biarkan saya tidur dulu. Yang jelas, kita berdua kini tahu sama tahu bahwa di novela Orrego Claudio Vicuña ini, defamiliarisasi digunakan untuk menunjukkan proses Balthazar si beruang kutub mengenali manusia. Dan bagi kita para pembaca yang kebetulan manusia ini, membaca novela ini terasa seperti menyusuri jalan berputar menuju diri kita sendiri.

 

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *