Prolog Nostalgia Ramadhan

Untuk seri beberapa postingan ke depan, kita akan bicara tentang pengalaman-pengalaman puasa. Seperti biasa, saya akan buat postingan 15 menitan seperti yang dulu-dulu. Kenapa harus pengalaman puasa? Bukankah kenangan puasa yang penuh nostalgia itu sudah lazim buat Muslim Indonesia? Ya, betul. Tapi, pengalaman puasa Muslim Indonesia kan berbeda-beda. Harapan saya, dengan menceritakan nostalgia ramadhan ini, saya bisa ikut menunjukkan betapa beragamnya pengalaman ramadhan. Dan, ujung-ujungnya, saya berharap ini bisa menjadi semacam renungan buat kita semua agar memandang orang Islam itu lebih dari sekadar sebuah kerumunan, tapi orang per orang yang masing-masing memiliki pengalaman berbeda.

Tentunya, hal serupa juga akan membuat orang Islam juga memiliki kesadaran serupa ketika menghadapi orang yang berbeda dengan mereka. Dengan kata lain, ketika orang Islam memandang orang lain yang beragama Katolik, misalnya, dia tidak memandang orang itu sebagai perwakilan semua orang Katolik. Atau, lebih luas lagi, kalau mau dibawa ke wilayah etnis, kesadaran akan keragaman dalam sebuah kelompok dan keunikan masing-masing individu itu akhirnya akan membuat orang Bali, misalnya, tidak memandang satu orang Batak sebagai perwakilan semua orang Batak.

Pendeknya, tujuan dari menyoroti pengalaman individu ini harapan saya bisa mengikis kecenderungan kita memandang manusia dengan kacamata yang difilteri stereotipe. Yang demikian itu patut disayangkan…

Baik, kenapa ya sampai sejauh ini saya belum mulai cerita tentang pengalaman nostalia Ramadhan yang saya maksud barusan? Ya, seperti biasanya, tulisan yang pertama ini memang diniatkan untuk membuka saja, untuk memberikan latar belakang konteks untuk tulisan-tulisan selanjutnya. Pendahuluan ini harapannya bisa memberikan motivasi saya menulis, apa yang akan saya tuliskan, dan mungkin juga sedikit memberikan asumsi dasar yang menjadi pijakan saya dalam projek ke depan ini.

Selanjutnya, saya akan mulai cerita berbagai pengalaman puasa ramadhan dalam hidup saya. Saya sadar sesadar-sadarnya kalau mungkin akan banyak ketidakakuratan dalam yang saya ceritakan ini nanti. Jarak yang membentang antara Ramadhan 1441 H ini dan ramadhan-ramadhan lain yang akan saya ceritakan sangat beragam. Ada yang baru beberapa tahun yang lalu, tapi ada juga yang belasan tahun yang lalu, bahkan lebih dari dua puluh tahun yang lalu. Jadi ya, selip-selip detail mungkin akan terjadi. Dan untuk itu saya harap Anda memberikan pemakluman. Jangan jadikan ini sebuah dokumen sejarah. Jadikan saja ini postingan blog (seperti postingan-postingan lain) yang lebih digerakkan oleh keinginan untuk terus menulis alih-alih menyajikan sesuatu yang dijadikan pegangan.

Baiklah, sepertinya saya akan mengakhiri dulu psotingan pembuka ini di sini. Perkenankan saya menutup dengan sedikit memberikan pembabakan tentang ramadhan-ramadhan yang akan saya ceritakan. Setidaknya, akan ada periode Sidoarjo, periode kuliah, periode Kediri, periode Arkansas, dan periode Malang kembali. Kalau misalnya dalam prosesnya ada sebuah periode yang yang tidak disebutkan saat ini, maka lagi-lagi saya hanya ingin Anda semua memakluminya.

Sampai ketemu besok.

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *