Saya masih agak heran bagaimana mungkin hasil-hasil penelitian tentang extensive reading ini belum tersebar luas dalam wacana literasi umum. Yang saya maksud di sini adalah hasil-hasil semacam adanya korelasi positif dan terbukti di berbagai tempat antara kegemaran membaca luas atau extensive reading teks berbahasa Inggris di kalangan pembelajar bahasa Inggris dengan penguasaan berbagai kompetensi bahasa Inggris (kosakata, tata bahasa, dan kemampuan menulis).
Kalau saja gagasan yang terkesan praktis ini muncul dan dijadikan iming-iming, mungkin sebenarnya banyak lho pembelajar bahasa Inggris yang rela memaksa diri membaca luas. Kesannya memang praktis dan terlalu pragmatis sih. Banyak mungkin yang kurang berkenan dengan ini.
Tapi, kawan, tapi, kawan, tapi, kawan, ada juga lho manfaatnya: memaksa diri membaca luas itu pada akhirnya membuka kemungkinan mendapatkan buku-buku yang benar-benar kita sukai dan menyedot minat kita. Di sini, saya perlu mengutip kawan saya Ron yang sudah tidak bersama kita lagi. Dia pernah mengatakan sesuatu, yang langsung saya tulis: “If anyone says they don’t like reading, it’s simply because they haven’t found the right book.” Nah, kalau sudah ketemu buku yang tepat, yang mungkin dia temukan secara tidak sengaja karena dia banyak berurusan dengan buku, mungkin dia akan menikmati membaca buku itu.
Kalau akhirnya bisa membuat orang tanpa sengaja buku yang dia sukai, masak salah kalau kita mengajak orang membaca buku berbahasa asing dengan iming-iming akan bisa meningkatkan bahasa Inggrisnya? Dan, kawan, mengajak orang bisa berbahasa Inggris itu lumayan mulia kan? Dan ini juga berlaku untuk bahasa-bahasa lainnya lho.
Jadi, kayaknya sangat perlu kita membaca hasil-hasil penelitian tentang membaca luas ini ke wilayah di luar jurnal, di luar penelitian tindakan kelas. Kalau pun tidak menyenangkan berbicara tentang artikel jurnal dan hasil-hasilnya yang biasanya ditampilkan melalui tabel-tabel itu, setidaknya kita bisa lah menyelipkan satu dua hal tentang hasil penelitian tentang membaca yang sebenarnya bisa sangat mudah diakses di tautan yang saya berikan di awal itu.
Eh, mungkin akan ada yang akan bilang tapi itu kan cuma literasi baca-tulis saja, atau istilahnya literasi otonom yang lebih berfokus pada baca-tulis dan tidak banyak berhubungan langsung dengan aspek-aspek hidup lainnya. Oke lah. Tapi, seperti kata bu Pratiwi Retnaningdyah dari Universitas Negeri Surabaya belum lama ini, bahkan literasi yang otonom ini pun akhirnya mengarah ke literasi yang langsung berhubungan dengan peningkatan hajat hidup, atau yang disebut literasi ideologis.
Akhirul posting, kalau memang kita harus pakai tomat dalam mengajak membaca, tidak masalah. Asalkan tentu saja tomat itu nyata dan akhirnya bisa dimakan oleh yang kita iming-imingi.