4 Jenis Pemandu Wisata Paling Unik

Guiding adalah mungkin salah satu hal yang paling awal saya ketahui dari dunia pariwisata profesional, tentu setelah perusahaan travel. Pengalaman tentang tour guide pertama kali saya ketahui sejak jauh sebelum kuliah. Saya pernah ingin kuliah di bidang pariwisata dengan tujuan salah satunya menjadi “guide,” sebuah profesi yang sudah sangat dikenal orang desa bahkan di era 80-an. Tapi, apakah kemudian gagasan saya tentang tour guide tetap sama sepanjang hidup? Tentu tidak. Seiring waktu, saya ternyata tidak jadi guide. Namun, saya berkesempatan ketemu beberapa jenis tour guide paling menarik yang meninggalkan kesan tentang asyiknya pekerjaan ini.

Pemandu tour keliling kampus.

Ketika belajar di University of Arkansas, ada satu layanan kampus yang menangani khusus tour keliling kampus. Di UofA, istilah yang dipakai adalah “campus visit.” Saya yakin itu dari admission office, atau kantor PMB (penerimaan mahasiswa baru) kalau dalam bahasa Indonesia. Kantor PMB ini memiliki layanan yang dikhususkan kepada orang tua calon mahasiswa baru, yaitu layanan tour keliling kampus. Orang tua yang masih belum memutuskan apakah akan menyekolahkan anaknya di kampus kami bisa menelpon dan meminta tour keliling kampus. Siapa guidenya? Mereka ini adalah mahasiswa yang menjadi volunteer untuk admission office.

Salah satu yang unik dari tour keliling kampus ini adalah cara si tour guide menyampaikan panduannya. Mereka ini menyampaikan materinya sambil berjalan mundur menghadap para peserta tour. Mereka ini bisa berjalan mundur dengan sangat lihai seperti Mater di animasi Cars. Bedanya dengan Mater adalah bahwa mereka ini tidak butuh kaca spion untuk berjalan mundur.

Guide Taman Nasional: Park Interpreter

Di urutan kedua, saya akan berikan anugerah kepada para “park interpreter” di taman-taman nasional atau taman negara bagian di Arkansas. Seperti mungkin sudah saya tulis berulang kali di blog ini, Arkansas adalah negara bagian yang terkenal sebagai “The Natural State,” negara bagian paling alami yang punya banyak potensi alam. Ada taman nasional, taman negara bagian, dan bahkan ada juga sungai nasional. Di masing-masing taman (yang lebih tepat disebut hutan itu), ada petugas yang bertanggung jawab memperkenalkan taman kepada pengunjung, mereka ini disebut “park interpreter.”

Para “park interpreter” ini adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan luas tentang taman nasional yang bersangkutan. Mereka pandai bercerita tentang berbagai hal yang ada di taman itu. Di Devil’s Den State Park, misalnya, ada tebing tinggi yang seperti grand canyon. Seperti gunung yang tiba-tiba patah dan anjlok puluhan meter. Orang biasa akan menyebut ini tebing, tapi berkat para pemandu taman saya tahu bahwa itu dulunya adalah bagian dasar laut yang mengalami patahan. Untuk membuktikan bahwa itu memang dasar laut, para pemandu taman ini bisa menunjukkan lokasi-lokasi fosil di Devil’s Den yang mengindikasikan bahwa ini dulu memang dasar laut tempat cangkang-cangkang karang dan organisme laut purba hidup.

Di antara para pemandu taman nasional ini, ada satu yang terbilang unik, yaitu pemandu taman nasional Central Little Rock High. Taman nasional yang satu ini unik karena berbentuk sekolah SMA. Sekolah ini masih dipakai untuk pembelajaran, namun karena perannya yang besar dalam sejarah, dia menjadi taman nasional. Central Little Rock High adalah sekolah pertama yang menjalankan desegregasi (tidak membedakan warna kulit). Pada akhir 50-an, sekolah ini menerima siswa kulit hitam pertama yang menyulut emosi warga yang rasis. UU AS waktu itu sudah menghapus segregasi, tapi warga masih belum menerima. Akhirnya ketika ada sekelompok siswa kulit hitam pertama masuk ke sekolah, warga pun protes, media dikerahkan, dan bahkan negara sampai mengirimkan Garda Cadangan untuk mengamankan ini. Saya mendengar cerita heroik dan emosional ini dari “park interpreter” yang ditugaskan di taman nasional ini.

Sedikit sisipan, ketua program Creative Writing di University of Arkansas waktu saya kuliah adalah Davis McCombs. Sebelum jadi profesor, Davis ini adalah pemandu caving di Mammoth Cave yang sangat terkenal di daerah Kentucky. Banyak puisinya berlatar taman nasional ini. Ketika tinggal di Arkansas, puisi-puisinya semakin menyala dengan alam Arkansas.

Pemandu di Maxwell Wildlife Refuge

Di Indonesia, saya berkesempatan menikmati cerita semacam ini ketika mengunjungi panti tiga warna pada tahun 2017. Untuk memasuki pantai Tiga Warna, kita tidak bisa begitu saja masuk. Kita wajib ditemani pemandu wisata, yang harganya sudah termasuk dalam tiket. Para pemandu ini adalah warga lokal yang tahu betul cerita pengembangan pantai ini. Mereka memahami sejarahnya, visi di balik pengembangannya, dan berbagai hal yang dilakukan untuk mencapai visi tersebut.

Pemandu Ziarah aka Muthawwif

Tugas pemandu yang tak kalah pentingnya adalah pemandu ibadah atau pilgrimage guide atau dalam bahasa Arab disebut “muthawwif.” Untuk konteks Islam, istilah yang dipakai adalah “muthawwif,” atau “pemandu thowaf keliling kabah.” Namun, pada praktiknya, “muthawwif” memandu para peserta umroh mulai dari bandara hingga kembali ke bandara. Padahal, selama paket umroh itu yang dikerjakan sangat banyak. Banyak elemen yang bisa dibilang wisata.

Seorang muthawwif perlu memiliki pengetahuan yang luas tentang berbagai aspek perjalanan ibadah. Yang paling utama tentu memimpin ritual umroh (mulai dari mengambil niat di miqat, thowaf mengitari kabah, dan berlari-lari sa’i antara safa dan marwah) sekaligus dengan bacaan doa-doanya. Namun, muthawwif ini juga perlu bisa menjelaskan apa yang ada di rest area antara bandara ke kota Madinah, antara Madinah dan Mekkah. Dia juga perlu paham berbagai aspek terkait tempat-tempat bersejarah dari kisah Nabi dan pengikutnya. Bahkan, ketika saat ini peserta tour dibawa ke Thayf, daerah dataran tinggi elok yang jadi sentra wisata tapi dulu memiliki tepat di kisah Nabi, sang muthawwif juga perlu bisa menceritakan potensi wisata yang ada di tempat ini.

Ustadz Tirmidzi, pemandu umroh yang tiap tahun bisa naik haji sebagai pemandu

Tidak sedikit dari muthawwif ini yang merupakan mahasiswa Indonesia di Mesir. Mereka melakukan ini seperti pekerjaan sampingan, menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang di miliki (bahasa Arab dan storytelling). Maka, tidak heran bila mereka sangat pandai bercerita: secara konten mereka sudah beres, dan secara delivery mereka sudah terlatih.

Tour guide di museum sendiri

Yang terakhir ini terjadi baru dua tahun yang lalu. Ketika itu saya menemani mahasiswa sastra Inggris yang melakukan kegiatan workshop travel fair di Museum Panji, kecamatan Tumpang, kabupaten Malang. Workshop ini dipimpin langsung oleh Pak Dwi Cahyono, pemilik museum ini. Asyiknya, setelah acara workshop selesai, kami masuk ke kawasan museum. Di situ kami dipandu langsung oleh si pemilik museum.

Ketika berkeliling lokasi museum, kami mendapat gambaran yang tidak umum. Sebagai pemilik museum, Pak Dwi bisa menceritakan bagaimana awalnya dia berkeinginan mendirikan museum, kenapa memilih lokasi di desa Slamet yang cukup berjarak dari kota Malang. Selain itu, dia juga bisa bercerita tentang bagaimana dia mendapatkan benda-benda koleksi yang ada di museumnya saat ini. Plus, yang tak kalah pentingnya adalah dia bisa menceritakan kenapa dia perlu membuat diorama Perang Ganter yang terjadi di Ngantang pada awal abad ke-12 sebagaimana diceritakan dalam kitab Pararaton.

Demikianlah profil-profil tour guide paling unik yang pernah saya temui. Ada satu kegiatan tour guiding yang sebenarnya tak kalah uniknya. Tour guiding yang terakhir ini gabungan antara guide wisata dalam kota, cerita sejarah, guide hiking alam liar, melayani kebutuhan cemilan selama perjalanan bus, dan bahkan nyopir minibus. Tapi, karena yang melakukan itu adalah saya sendiri, jadi ya, kurang pas sepertinya kalau saya ngotot memasukkannya ke daftar ini. Tapi, kalau tertarik ingin mengalami belajar tour guiding dengan guide yang terakhir ini sambil belajar Travel blogging, boleh lah mendaftar di Universitas Ma Chung.

Ini dia tour guide yang secara statistik paling unggul itu wkwkwkw. Dia lagi mengecek ngarai kecil di Lost Valley, Buffalo National River

More From Author

Masjid Makbadul Muttaqin, Terang tapi Menyejukkan

Masjid di Mojosari ini dari luar tampak megah dengan kubah lancipnya yang berwarna hijau. Siapa…

Gelora Bung Karno (GBK), a Morning Oasis Amidst the Haze

If you're in Jakarta and have a two hours period of time to spend in…

Menengok Pantai Selatan di luar JLS

Tulisan ini tentang pantai selatan, tapi karena perihal perjalanannya asyik, saya tuliskan dulu perjalanannya. Baru…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *