Masjid ini penuh dengan cahaya, bentuk, dan pesan. Di dasar kubah, kita ditawari jajaran jendela lengkung runcing. Cahaya masuk dari sana, langsung angslup ke hati.
Bentuk jendela di dasar kubah itu bisa terbaca jelas berkat cahaya yang memang sudah berlimpah di ruang masjid berkat jajaran jendela lima panel bergaya berkesan art deco yang di satu sisi kiblatnya ada enam ini.
Di antara dua jajaran jendela ini, terdapat Alfatihah melingkar dengan gaya kaligrafi atau khat Maghribi. Semuanya terbaca jelas. Bentuk sekaligus pesannya. Lagi-lagi, semua berkat cahaya yang berlimpah.
Di bawah jendela art deco, terdapat sepasang pintu lengkung berkaca warna mengapit mihrab semu berlengkung lancip dengan pilar semu. Pada lengkung ini, terdapat lagi pesan dari surat Al Mukminun tentang betapa bahagianya orang yang beriman.
Pintu-pintu dan mihrab semu ini sejajar dengan lantai dua masjid yang di dasarnya dihiasi plat-plat asmaul husna yang berjajar rapi.
Seperti ini halnya pesan dari surat Almukminun di atasnya, asmaul husna ini tersurat dalam khat Naksh. Terbaca jelas, seperti plat raksasa bertuliskan Allah, Muhammad, dan para khalifah di Hagia Sophia (yang belum pernah saya kunjungi itu).
Andaikan running text waktu sholat itu berwarna selain hijau matrix ini (cobalah berwarna amber) dan typefacenya yang serif, pasti setidaknya lebih selaras dengan khat-khat kaligrafi yang dipakai di sini.
Tapi, biarpun font running textnya kurang sinkron dengan kaligrafi arabnya, yang pasti masjid ini berhasil memberikan ruang yang bersih, lapang, dan terang (kata Hemingway “a clean and well-lighted place”) yang cukup menenangkan bagi para penunggu pasien Rumah Sakit Prof Dr Soekandar Mojosari yang ada di seberangnya.