Beberapa bulan yang lalu saya terlibat kepanitiaan Festival Kampung Pecinan di Universitas Ma Chung. Acaranya mendatangkan banyak orang ke kampus kami yang masih relatif muda ini (17 tahun). Namun, belakangan, ada satu hal yang mungkin akan membuat saya lebih bahagia: andai waktu itu saya sudah tahu bahwa almarhumah Mbak Ratna Indraswari Ibrahim punya novel berjudul Pecinan Kota Malang.

Apapun yang terjadi, saya tetap bahagia karena pada akhirnya saya sempat membaca novel Pecinan Kota Malang karya Mbak Ratna itu. Nah, berikut ini adalah kesan sekilas saya atas novel itu. Tentu ini saya sekilas mengingat banyaknya yang terjadi di dalam novel tersebut.

Secara singkat sih cerita novel ini adalah tentang Anggraeni yang diminta teman masa kecilnya, Lely, untuk menuliskan kisah hidupnya. Anggraeni yang sekarang lagi stuck dengan disertasinya dan dulunya punya pengalaman menulis cerpen mengiyakan dan mulai mendengar cerita Lely. Ternyata, dalam prosesnya terungkap berbagai masalah hidup Lely. Anggraeni jg membandingkan dengan hidupnya sendiri. Di akhir cerita, semua bahan kisah hidup Lely lengkap dan Anggraeni juga jadi menyelesaikan simpul-simpul yang lepas dalam hidupnya.

Dari kisah singkat dua orang menjelang lansia ini kita mengungkap kondisi batin dua perempuan Tionghoa yang berasal dari Malang ini. Anggraeni adalah anak seorang dokter gigi yang meski yakin betul dengan leluhur Tionghoanya lebih memilih untuk menyebut diri “orang Indonesia” yang kaffah.

Salah satu leluhur Anggraeni adalah pengikut pangeran Diponegoro. Pamannya pejuang yang ikut gugur di Agresi Militer Satu. Ketika dewasa, Anggraeni menikah dengan laki-laki Jawa dan semakin jauh dari akar Tionghoa-nya, kecuali lewat maminya yang selalu menjadi pengingat tradisi Tionghoa yang kental.

Sementara Lely anak dari ayah-ibu imigran generasi pertama dari Shanghai dan dibesarkan dengan etos pedagang dan terus memutar otak untuk mencari usaha. Belakangan, dia menikah dengan seorang lelaki Tionghoa yang meskipun sudah beberapa abad di Jawa masih hidup dalam tradisi Pecinan. Orang tuanya memilih untuk tetap mempertahankan identitas Tionghoa perantau.

Dalam 150+ halaman itu, banyak konflik dan pertanyaan yang diurai, mulai dari pertanyaan tentang etos bisnis, tragedi Mei 1998, posisi Perempuan dalam keluarga, badai rumah tangga, dunia akademik dan perdosenan (#eaaa), dan sebagainya.

Sila baca sendiri.

Kitaorang baru tahu soal buku ini ketika nama Mbak Ratna muncul lebih sering lagi belakangan ini menjelang dan sejak berdirinya @rumahbudayaratna. Tentu telat tahunya kita orang ini. Mungkin selanjutnya perlu ngobrol sama Mbak @rumahbukukleermaker kalau mau menggali lebih jauh tentang buku ini.

Di buku ini juga ada sekolah Ma Chung. Nah ini.

Pecinan kota Malang karya Ratna Indraswari Ibrahim yang berkisah tentang perkawanan dua perempuan Tionghoa asal Malang, Lely dan Anggraeni.
Sampul bukunya bergambar gerbang Pecinan kota Malang di masa lalu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *