Juan Preciado dapat wasiat dari ibunya untuk mencari bapaknya yang bernama Pedro Paramo. Juan tidak pernah ingat bapaknya. Sejak kecil dia hanya bersama ibunya. Tapi, namanya wasiat orang tua yang akan meninggal, Juan mau tidak mau harus menurutinya.
Maka dia berangkat ke Comala, kampung bapaknya. Tempatnya panas dan gersang. Di perjalanan mendekati Comala, dia bertemu orang yang mengaku bernama Abundio. Sampai tiba di Comala. Belakangan dia tahu dr orang yg memberikan kamar di Comala bahwa Abundio ini sudah setahun meninggal.
Setelah malam yang ganjil, dia juga dapati bahwa orang yg memberinya kamar itu jg sudah mati.

Comala ternyata tempat yang istimiwir. Isinya orang² yang sudah wafat tapi masih berkeliaran. Dinding²nya menjebak suara² dari masa lalu seperti dinding hotel menjebak aroma kretek.
Tidak bisa dipastikan apakah ada orang hidup yang Juan temui di Comala, novelnya memang seambigu itu, setidaknya dari pembacaan pertama kita orang. Namun, Juan jadi tahu sejarah Comala, kekayaan dan oportunisme bapaknya, dan machismo toxic para prianya berkat suara² yang terjebak di dinding dan seluruh kota.
Comala adalah kota yang bercerita. Sejarah di Comala seperti gelombang radio yang terus berdenyar menunggu untuk ditangkap receiver.
Novel Juan Rulfo terbitan 1955 ini kita orang baca karena kawan2 di Pelangi Sastra sangat gemar ini, hingga akhirnya obrolan sore tahun baru imlek kemarin akhirnya bikin kita orang niat baca.
Ceritanya non-linear, kita pembaca tidak dibikin santai, tapi harus bekerja memasang gambar²nya di puzzle otak. Dunianya berjalan dengan hukum yang mengaburkan alam nyata dan alam ghaib.
Novelnya tipis, tapi mungkin begitu “laennya” saat pertama kali muncul. Sampai² Gabriel Garcia Marquez yang waktu itu sdh publish beberapa novel akhirnya seperti “terbangunkan”. Kita bs temukan jejak novel ini terserak di Cien Annos de Soledad (Seratus Tahun Kesunyian), mulai motif, flashback-flashbeck, attitude ke humor, hingga nama…
Makasih buat teman-teman yg menyarankan novel dari penulis Meksiko ini.