Kisah Muram di Perayaan Takbir Akbar

Malam lebaran. Bulan Ramadhan lingsir ke halaman belakang. Irama takbir menggedor langit, menuntut fajar segera datang. Ustadz kondang Zacky Tegur memimpin takbir dengan suaranya yang mewakili kesedihannya ditinggalkan Ramadhan di ruang utama masjid Istiqlal. Para jamaah takbir berbaris rapi dalam shof-shof yang lurus, selurus alif.

Di sekeliling para jamah, tepat di dinding dalam masjid istiqlal, para terlihat kerumunan yang hidup bergelora. Masing-masing membawa kamera: kamera saku, kamera canggih, kamera handphone, kamera ria dll. Sebentar-sebentar kerumunan itu berceloteh, “Ustadz Zacky, lihat ke sini,” sambil mengarahkan moncong lensa kameranya tepat ke wajah Ustadz Zacky Tegur (juga dikenal sebagai Uzzat).

Sesekali, terdengar juga teriakan dari kerumunan: “Ah, Uzzaaaat, nggak jadi gaul deh kalau gak mau lihat ke sini.” Celotehan-celotehan semacam itu kemudian diikuti sorak-sorai dari kerumunan itu. Di sisi lain  kerumunan, terdengar juga suara: “Eh, Bapak Presiden terhormat ke mana sih? Kok belum datang-datang juga? Kan sudah hampir jam 9 malam?” Lalu kerumunan menimpali celotehan itu dengan teriakan “Huuuuuu.”

Pukul 9.15 WIB, Bapak Presiden datang dengan kopyah dan kacamatanya. Dia tersenyum simpul bijaksana sambil  melihat sekeliling masjid istiqlal. Terlihat sekali beliau mulai khawatir dengan kerumunan yang kian tak terkendali itu. Puncaknya adalah ketika salah satu di antara kerumunan itu berteriak:

“Satu, dua, tiga!”

Terdengar seketika balasannya: “Huuuuuuuuu!!!”

Pak Presiden tampak kaget, dan wajahnya langsung merah padam. “Apa-apaan ini? Memangnya ini tempat wisata? Ajudan, ini penghujatan, segera sapu bersih dan cari provokatornya!”

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *