Seperti Apa Sorga Itu?

Beginilah kira-kira salah satu gambarannya–saya kutipkan dari Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy:

Akhirnya kami sepakat melakukan kompromi. Jalan tengahnya adalah Turki. Di Turki semua target bisa dikejar. Rencananya bulan April tahun depan berangkat ke sana. Aisha bisa transfer S.1 ke Istanbul University. Prosesnya mudah. Aisha bahkan tidak perlu report mengurus sendiri. Ia bisa minta tolong seorang temannya di Munchen untuk mengurus berkasnya yang mengirimkannya ke alamat pamannya di Istanbul. Jadi Aisha bisa tetap selesai S.1 tahun depan dan selama di Turki aku bisa mendapatkan bahan tentang Syaikh Said An-Nursi. Selama di Turki juga akan menambah eratnya persaudaraan dengan keluarga besar di Turki. Setelah selesai S.1 Aisha mengalah untuk kembali ke Mesir menemani aku sampai selesai S.2. Sebenarnya aku mempersilakan kalau dia mau langsung ke Sorbonne, tapi dia tidak mau berpisah denganku sama sekali. Tapi setelah master aku yang harus mengalah. Aku harus mengikuti Aisha ke Sorbonne. Setelah kupikir tidak masalah S.3 di Sorbonne sementara Aisha S.2. Toh, Almarhum Syaikh Abdullah Darraz, Guru Besar Tafsir Universitas Al Azhar mengambil S.3-nya juga di Sorbonne. Setelah selesai S.3 barulah pulang dan merencanakan hidup di Indonesia, Aisha mengalah untuk tidak langsung S.3. Bahkan seandainya terpaksa S.3 di Indonesia tidak apa-apa. Tapi dia membuat cadangan S3 di Australia yang dekat dengan Indonesia.

Kang Abik, dengan sepenuh hormat, tolong ajarkan kepada saya, amal seperti apa yang bisa mengantarkan saya ke sorga seperti ini?

Btw, untuk semakin memperjelas kenapa ini sorga, berikut ini anotasi dari saya:

Akhirnya kami sepakat melakukan kompromi. Jalan tengahnya adalah Turki. Di Turki semua target bisa dikejar. Rencananya bulan April tahun depan berangkat ke sana. Aisha (istri berwajah Rianti Cartwright) bisa transfer S.1 ke Istanbul University. Prosesnya mudah. Aisha bahkan tidak perlu repot mengurus sendiri. Ia bisa minta tolong seorang temannya di Munchen (tempat lahir Aisha, juga kota di mana dia punya sebuah bisnis keluarga yang menjanjikan penghasilan tahunan puluhan ribu dolar tanpa harus diurusi sendiri) untuk mengurus berkasnya yang mengirimkannya ke alamat pamannya di Istanbul (di Istanbul, Aisha juga punya saham 60 persen di perusahaan teksil, 20 persen di perusahaan travel, dan 20 persen di perusahaan susu, yg telah meningkat menjadi perusahaan makanan olahan). Jadi Aisha bisa tetap selesai S.1 tahun depan dan selama di Turki aku bisa mendapatkan bahan tentang Syaikh Said An-Nursi (tentu Fahri yg pintar dan ganteng–oh! serupa Fedi Nuril–sedang S2 di Al-Azhar, hafal Alquran, baik budi, luar biasa). Selama di Turki juga akan menambah eratnya persaudaraan dengan keluarga besar di Turki (ingat kan Aisha–dan kini Fahri juga–punya perusahaan di sana?). Setelah selesai S.1 Aisha mengalah untuk kembali ke Mesir menemani aku sampai selesai S.2. Sebenarnya aku mempersilakan kalau dia mau langsung ke Sorbonne (ya, Anda tidak salah dengar, Aisha pingin dan sangat mungkin bisa kuliah S2 di Sorbonne), tapi dia tidak mau berpisah denganku sama sekali (Rianti Cartwright tidak ingin pisah sama aku!). Tapi setelah master aku yang harus mengalah. Aku harus mengikuti Aisha ke Sorbonne. Setelah kupikir tidak masalah S.3 di Sorbonne sementara Aisha S.2 (iya, tidak ada salahnya aku “mengalah” dengan kuliah S3 di Sorbonne). Toh, Almarhum Syaikh Abdullah Darraz, Guru Besar Tafsir Universitas Al Azhar mengambil S.3-nya juga di Sorbonne. Setelah selesai S.3 barulah pulang dan merencanakan hidup di Indonesia, Aisha mengalah untuk tidak langsung S.3 (ini baru mengalah). Bahkan seandainya terpaksa S.3 di Indonesia tidak apa-apa (maaf pendidikan pasca-sarjana Indonesia, seribu maaf). Tapi dia membuat cadangan S3 di Australia yang dekat dengan Indonesia (untung di dekat Indonesia ada Australia).

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

4 comments

Yak, kalau ada sorga macam begitu, bolehlah saya menumpang di sana beberapa malam. 😀

Oh, istrinya mas Amin ternyata. Salam kenal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *