Ini adalah awal sebuah seri postingan yang saya harap bisa bermanfaat buat saya sendiri selaku khatib dan Anda sekalian para jamaah blog yang tercinta. Sebagaimana bisa Anda simpulkan dari postingan-postingan saya, saya memiliki ketertarikan yang cukup besar dengan sejarah, sastra, dan budaya secara luas dari kawasan semenanjung Iberia pada rentang masa 711-1609 (masa ketika Islam berada di Spanyol secara de jure dan de facto).

Sayang, ada sejumlah keterbatasan yang saya hadapi. Memang saya membaca sebanyak mungkin sumber-sumber sejarah asli, khususnya teks dan gambar, dari masa tersebut. Karena pengetahuan bahasa Spanyol saya yg nyaris nol dan bahasa Arab saya yang masih level “ibtida’iyah,” sungguh sayang, saya hanya bisa membaca sumber-sumber terjemahan dalam bahasa Inggris.

Tapi, rotan pun jadi. Saya gunakan saja sumber-sumber yang ada di sepenjangkauan tangan ini dengan catatan. Catatan apa? Sebisa mungkin saya akan bersikap kritis terhadap hasil terjemahan, pilihan buku-buku yang diterjemahkan, dan hal-hal lain yang turut mempengaruhinya hadirnya buku-buku tersebut dalam bahasa Inggris untuk setting akademia Barat. Sikap seperti ini tentu pengaruh dari para pemikir dan kritikus dalam bidang kajian pasca-kolonial. Banyak buku dari khazanah peradaban Islam yang hadir dalam bahasa Inggris sebagai upaya dari para ilmuwan, akademisi, dan peneliti Barat untuk lebih memahami budaya Timur (yang dulu disebut “Oriental,” dan orang-orang yang melakukan usaha ini disebut “Orientalis”).

Edward Said yang dalam Orientalism menyoroti proyek-proyek para Orientalis Eropa ini dan berargumen bahwa buku-buku tentang orang-orang Timur karya para Orientalis ini lebih cenderung menunjukkan adanya perbedaan mendasar antara Barat dan Timur (di mana bangsa-bangsa Timur adalah pihak yang digambarkan negatif) dan, ujung-ujungnya nanti, mengafirmasi proyek imperialisme dan kolonialisme sebagai upaya mengangkat harkat dan martabat bangsa-bangsa Timur itu. Karya terjemahan, meskipun penulis aslinya adalah orang-orang Timur sendiri, menempati posisi yang dilematis. Di satu sisi karya aslinya adalah hasil buah pikiran orang-orang dari Timur sendiri; namun, tidak bisa dipungkiri bahwa pilihan karya-karya untuk diterjemahkan ke bahasa-bahasa Eropa itu sendiri mengindikasikan adanya peran aktif Barat dalam menentukan mana yang bisa dikonsumsi oleh bangsa Barat dan mana yang tidak. Belum lagi, kalau kita masuk ke wilayah teknis, sangat banyak istilah-istilah dalam bahasa-bahasa Timur yang tidak bisa diwakili sepenuhnya dalam bahasa-bahasa Barat dan pencarian padanannya bisa mereduksi potensi keragaman makna. Jadi, dalam pembacaan terjemahan Inggris atas karya-karya dari al-Andalus ini, saya akan usahakan bersikap sepeka mungkin terhadap kemungkinan-kemungkinan yang seperti ini.

Maka, marilah kita mulai kamus ini:

al-Andalus: Istilah yang berarti “negeri bangsa Vandal” ini mengacu kepada bangsa Vandal yang pada masa pasca luruhnya Kekaisaran Romawi (sekitar abad ke-5) turun ke semenanjung Iberia dan menguasai kawasan ini sebentar dan kemudian turun menyeberang selata Gibraltar untuk kemudian tinggal di kawasan yang kini menjadi Maroko. Di Maroko ini bangsa Vandal melebur dan tidak diketahui lagi nasibnya. Pendatang Arab dan Berber di semenanjung Iberia menyebut kawasan ini berdasarkan nama bangsa yang mereka anggap berasal dari sini dan pernah menyeberang ke Maroko itu. Maka, negeri ini pun disebut al-Andalus oleh pendatang Arab dan Berber. Pendatang yang lebih dulu ada di sini, yaitu komunitas Yahudi, menyebut negeri ini HA SEFARAD. Penduduk Kristen yang merupakan mayoritas, menyebut kawasan ini HISPANIA.

(Tahun) 711: Pada tahun ini, bangsa Berber yang ketika itu berada di bawah kekuasaan Dinasti Islam Arab Umayyah, berhasil menguasai kawasan semenanjung Iberia ini setelah melalui berbagai taktik. Gelombang penyerangan yang berhasil menggulingkan pemerintahan kekaisaran Visigoth di bawah kekuasaan raja Roderick.

(Tahun) 1609: Inilah tahun dimulainya pemberantasan sisa-sisa peradaban Islam di Spanyol. Ketika raja Mohammad Abu Abdullah menyerahkan kunci istana Alhambra di Granada pada tahun 1492, Raja Ferdinand dan Ratu Isabella berjanji akan tetap memperbolehkan orang Islam tinggal di Spanyol (meskipun si raja Mohammad harus meninggalkan negerinya). Tapi belakangan ada kebijakan-kebijakan raja yang mengharuskan orang Islam (dan Yahudi) untuk memeluk agama Kristen dan yang tidak mau pindah agama harus meninggalkan Spanyol. Selanjutnya ada gerakan pembakaran buku-buku sisa-sisa peradaban Islam. Dan buntutnya, pada tahun 1609, bahkan keturunan orang Islam yang beragama Kristen pun (disebut “Morisco” yang sebagian di antaranya diam-diam masih Islam, disebut “crypto Muslim”) dipaksa meninggalkan Spanyol. Tahun inilah yang saya pilih menjadi batasan terakhir masa kehadiran Islam di Andalusia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *