Di Kedamaian Kedip Digital

Misdi menunggu telepon dari Waluyo tentang pinjaman uang yang dia butuhkan dari temannya itu. Sudah sekitar setengah jam dia menunggu tanpa melakukan apa-apa. Kali ini, benar-benar tidak ada yang bisa dia lakukan. Pikirannya terlalu tersita. Dia hanya memandangi Casio G-Shock yang sore ini melingkar di tangan kirinya. Dia mainkan tombol “Mode” dan layar menunjukkan fungsi alarm, hitung mundur, stopwatch secara bergantian. Entah sudah berapa putaran dia melakukan itu.

Dia bukan model penggemar jam tangan, tapi dia menemukan kedamaian pada jam tangan itu. Lebih dari lima tahun yang lalu, dia beli jam tangan itu seharga $35 dolar lewat Amazon. Sebelumnya, lama sekali dia tidak menggunakan jam tangan. Ketika masih SMA, ibunya pernah membelikan dia jam tangan. Seingatnya jam tangan itu berwarna hijau dengan jarum detik berupa pesawat tempur yang seperti mengitari sebuah titik tanpa henti. Dia hanya memakainya beberapa hari saja. Awalnya dia merasa jam itu terlalu besar untuk tangannya yang cenderung kecil. Tapi lama kelamaan dia malu memakai jam tangan itu. Entah malu karena apa. Mungkin karena dia tinggal di desa.

Lima tahun lalu, dia membeli jam tangan itu karena dia merasa lebih ingin memiliki kendali atas waktunya sendiri. Dia ingin jam tangan yang bisa diandalkan untuk menunjukkan waktu, terutama karena semester sebelumnya dia merasa sering terlambat. Fungsi jam yang ada di teleponnya seperti tidak banyak membantu. Seringkali dia malas membuka teleponnya hanya untuk melihat waktu. Akhirnya, setelah melihat jam tangan G-Shock di Walmart yang terlihat klasik, dia berkeinginan membeli jam tangan. Ketika bertanya-tanya tidakkah jam itu nantinya terlalu besar, Maulidin, kawan yang saat itu ikut ke Walmart, bilang: “Enggak, kok. Sepertinya ini malah G-Shock yang paling kecil.

Kini, lima tahun sudah dia memakai jam tangan itu, kadang di kanan dan kadang di kiri. Dia tidak terlalu suka kalau terus-menerus memakainya di satu tangan. Apalah artinya hidup kalau kita tidak sadar dengan keputusan-keputusan yang kita buat sendiri. Begitu pikirnya. Maka dia pun memindah jam itu ke tangan kanannya ketika dia sudah terlalu lama mengenakannya di tangan kiri dan merasa seolah-olah dia sudah melupakan jam tangan itu. Pada musim panas, khususnya, ketika dia banyak menghabiskan waktu di luar ruangan, dia secara rutin memindah jam tangan itu dari kiri ke kanan. Bisa jadi setiap minggu dia pindah jam tangan itu. Dia tidak ingin satu pergelangan tangannya putih karena selalu tertutup jam tangan. Dan dua musim panas ini dia berhasil menghindari itu.

Misdi merasa konyol rasanya memencet-mencet terus jam tangannya itu. Ada semacam kekuatiran mungkin saja bunyi bip yang keluar setiap kali mengganti mode itu akan mengurangi umur batere jam tangannya. Tentu dia sadar kekuatiran itu tak berdasar. Bila dipakai seaca wajar, dengan menggunakan satu alarm tiap harinya, misalnya, baterei jam ini bisa bertahan hingga dua tahun. Menurut pengalamannya sendiri, baterei jam tangan ini bertahan hingga lima tahun. Dia sendiri yang menggantinya ketika terlihat ada satu digitnya yang mulai tampak pudar. Sebenarnya, ketika itu mungkin dia tidak perlu cepat-cepat mengganti batereinya. Dia mengganti baterei itu lebih karena dia ingin membuka jam tangannya dna melihat teknologi bantalan yang digunakan Casio untuk mendapatkan kemampuan anti goncangan. Ternyata, teknologi bantalan itu ada di dalam modul jam, jadi tidak tampak ketika dia membuka jam itu untuk mengganti batereinya. Tapi toh dia tetap senang karena ternyata dia berhasil melepas tutup jam, mengganti baterei (baterei CR2013 yang memiliki label “Made in Indonesia”), menghidupkannya kembali (tidak mudah, karena harus membaca instruksi yang ada di dalamnya dan membuat hubungan pendek dengan jepit kertas agar jam kembali menyala), dan memasang kembali penutup dengan hati-hati (karena di sana ada gelang katup karet yang memungkinkan jam tetap kedap air hingga kedalaman 200 meter–dia bangga karena banyak orang yang gagal memasang gelang katup itu dengan baik sehingga G-Shock merereka yang mestinya bisa dipakai menyelam itu rusak hanya karena mereka pakai mandi sore).

Dia melihat komputernya, tampak di ujung bawah tertulis 10:48 PM, sementara jamnya menunjukkan 10:46 PM. Sepertinya sudah waktunya dia mencocokkan lagi jam tangannya. Memang, jam tangan dengan teknologi kristal kwarsa cenderung lambat sekitar 30 detik setiap bulannya. Tapi bisa dibilang teknologi yang kini sangat murah itu sebenarnya sangat bagus dalam menjaga akurasi waktu dibandingkan jam analog mekanis (kualitas rendahan, yang harganya setara dengan harga Casio G-Shock-nya). Jam analog mekanis murahan bisa kadang-kadang bisa sangat fluktuatif, meskipun toh secara seni banyak orang bilang lebih unggul. Dia segera mencocokkan jam tangannya dengan jam komputer yang memang selalu dicocokkan melalui internet dengan jam standar dunia yang menggunakan waktu paruh atom Karbon.

Setelah dia mencocokan jamnya, angka detik digital berkedip beberapa kali dan terdengar telpon pintarnya bergetar: “Budi Waluyo” tampak di layar.

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *