Tidak Setiap Hari ada Epifani

untuk Sidik Nugroho

Tidak setiap hari aku bertemu kawan setelah lima tahun terpisah, setelah dia menjadi seorang penulis buku dan muncul di acara diskusi. Maka, sekalinya bertemu teman semacam itu, angin terasa dingin, dingin membelah hari, hari menjadi hujan, dan hujan pun bebal, menerobos dan membasahi kerah jaket lewat tudung ponco yang tak terbungkus helm. Kalau hari pun benar-benar hujan, itu hanya akan menjadi dekorasi yang kurang perlu–bagiku.

Tidak setiap hari aku merasa telanjang di hadapan orang yang di kepalanya terinstal konverter, otomatis mengubah hari-hari menjadi inspirasi. Lalapan belut, jamur goreng, daun kemangi, sambal hijau, atau cawan cuci tanpa daun kemangi–mungkin alasan ekonomi. Di hadapan alat konversi, semua mereka adalah sama. Juga aku: manusia kecil yang sudah berjanji menerjemahkan hidup.

Tidak setiap hari aku merasa harus menyegerakan semua yang kusiputi, mengenakan sepatu yang masih lembab, menutup layar laptop yang masih dalam proses mati, menerabas hujan yang belum tuntas.

Tidak setiap hari mengubah hidupku–bisa jadi yang ini. Apa yang lebih epifani dari jamur reishi merah muda di balik pintu kamar mandi rumah megah?

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

2 comments

Pantes sih, doi bikin dikau geram-geram manja. Untuk tulisan sependek ini sahaja, metafora yang dikau pakai, dikau beli diskonan di tempat belanja kurang bergaya; banyak yang punya. *nge-troll di sini karena sore-sore begini gak ada kerjaan*

Sini naskah dikau aku baca, Mas Wawan. Trus diam-diam aku kirim ke Bentang Pustaka. Urusan mengirim naskah, aku sudah biasa. Diterima yang tidak pernah. 😀 Biar gantian nanti kalo aku ketemu temen penulis, aku bisa name drop, “Kenal Wawaney? Penulis ketjeh satu entuh. Dese temen ijk.”

Iya deh, nanti tak edit yg metafor diskonan. Tolong dipahami lah, Sodara, blog ini kan pada intinya mengurusi “sesuatu yang kelak retak, dan kita menjadikannya abadi,” (dikutip dari … [isi titik-titik tersebut]). Kemarin ada teman datang dari Pontianak habis ikut Ubud Writers and Readers Festival sbg emerging writer. Dan ngobrol2 gayeng di warung lalapan sementara di luar cuaca protes, mendemoku dari sektor suara, suhu, bla-bla-bla… 😀

Soal naskah, mau tak kirimi naskah cerpen? Aku lagi ngumpulkan agak banyak, mulai belajar lagi dari nol ditambah kanan-kiri.

Btw lagi, tempo hari ada teman yg nemu lagi kumpulan cerpen online-ku (yg terlupakan). Kalau ada kesempatan, cobak deh baca. Rata-rata dari hari-hari awal lumpur lapindo. http://sipemimpi.wordpress.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *