Setidak-tidaknya, kita perlu bilang bahwa Kiat Sukses Hancur Lebur karya Martin Suryajaya adalah sebuah cerita yang tidak biasa. Tapi, kalau kemudian ada orang yang protes dan meminta kita menjelaskan lebih, maka tidak ada salahnya kalau kita urutkan satu per satu hal-hal yang membuat buku ini menjadi buku yang tidak biasa.
Sementara, ada dua orang yang menyampaikan kepada saya bahwa mereka tidak bisa menyelesaikan baca novel Martin Suryajaya ini. Orang pertama mengatakan kepada saya bahwa dia malah “mumet” karena membaca novel ini, sehingga kemudian memutuskan untuk berhenti. Orang yang lain, seorang penulis, dengan nada protes mengatakan bahwa novel ini membingungkan dan tidak seperti “novel pada umumnya, yang memberikan cerita.” Sikap seperti itu menurut saya wajar-wajar saja mengingat ketidakbiasaannya novel ini.
Memang, sekali lagi, Kiat Sukses Hancur Lebur karya Martin Suryajaya adalah novel yang tidak biasa. Tapi, tidak juga serta-merta berarti bahwa novel Martin Suryajaya ini satu-satunya novel yang tidak biasa. Sejauh ini, sangat banyak novel yang memberikan hal-hal yang tidak biasa, dan itu semua bisa dibilang masih dalam batas-batas kewajaran genre ini.
Tapi, sebelum bermain-main dalam keabstrakan yang menjemukan, biarkan saya coba menjelaskan bangunan struktur novel ini. Dan saya harap setelah ini Anda bisa membayangkan Kiat Sukses Hancur Lebur ini dengan lebih arif dan dewasa.
Kiat Sukses Hancur Lebur, uniknya, memiliki struktur yang lazim dipakai dalam novel-novel klasik. Cerita dibuka dengan sebuah pengantar yang juga fiksi. Pengantar yang dibuat oleh kritikus sastra Andi Lukito ini ini menginformasikan kepada pembaca bahwa buku yang pembaca pegang ini adalah hasil penyajian sebuah manuskrip karya Anto Labil, S. Fil, seorang anggota perserikatan “Tujuh Pendekar Kere” yang hidupnya tidak biasa. Andi Lukito juga menjelaskan bahwa manuskrip yang ada di tangan pembaca ini ditulis dengan gaya yang tidak biasa. Dan manuskrip tersebut, yang diberi judul Kiat Sukses Hancur Lebur menurut Anto Labil, S. Fil., adalah satu bagian kecil saja dari sebuah buku yang direncanakan panjang. Selanjutnya, kita pembaca ini akan membaca manuskrip dari Anto Labil S. Fil. yang sudah diedit salah ketiknya oleh Andi Lukito. Bagian inilah yang tidak biasa, bahasanya seperti “bahasa puisi penyair mabuk yang hampir jatuh ke got.” Bagian inti inilah yang belakangan banyak disoroti saat orang membicarakan novel Kiat Sukses Hancur Lebur. Bahkan, ada satu postingan blog yang mengulas novel tersebut dengan gaya yang seolah-olah meniru bahasa novel tersebut.
Setelah membaca bangunan struktur novel Kiat Sukses Hancur Lebur di paragraf di atas, mari kita jawab keprihatinan kedua teman yang tidak menyelesaikan pembacaan atas novel ini, khususnya komentar bernada protes tentang Kiat Sukses Hancur Lebur yang tidak seperti novel pada umumnya. Bisakah buku yang isinya seperti buku teks, “tidak ada ceritanya,” seperti ini disebut novel? Kenapa begitu? Silakan baca paragraf selanjutnya.
Di antara banyak definisi tentang novel, saya secara khusus ingin menghadirkan gagasan mengenai novel menurut teoretikus M.M. Bakhtin, yang intinya menyatakan bahwa genre yang disebut “novel” ini belum berbatas. Dalam bangunan teorinya, M.M. Bakhtin membandingkan genre “novel” dengan genre “epik.” Kalau epik sudah tawat riwayatnya dan kita bisa membuatkan definisi atasnya, novel adalah genre yang masih hidup dan masih terus bisa berkembang. Sehingga, tidak ada batasan-batasan yang bisa secara valid dipakai untuk mendefinisikannya secara ketat. Implikasinya adalah kita bisa bilang bahwa bentuk novel bisa bermacam-macam. Kalaupun ada yang selama ini membedakan genre novel dari genre epik, hal itu terletak pada kontradiksi atau multi-suara yang terkandung di dalamnya. Konsep-konsep kunci yang sering dipakai Bakhtin untuk berbicara tentang novel adalah “dialogic,” “carnivalesque,” “multivocality,” atau kata-kata sejenis yang mengisyaratkan adanya berbagai suara atau kepentingan di dalam novel. Kecenderungan genre novel ini berbeda dengan genre epik, yang biasanya dicirikan dengan kesatuan suara, yaitu pengagungan tokoh atau bangsa si tokoh. Hal ini sesuai dengan peran epik sebagai konsolidator sebuah kaum.
Setelah menyinggung definisi ala Bakhtin ini, mungkin kita bisa menentukan di mana letak Kiat Sukses Hancur Lebur dalam kaitannya dengan genre novel. Novel ini berbentuk tidak wajar, tapi dia bukan yang pertama begitu. Banyak novel yang dihantarkan oleh epilog fiktif. Secara asal comot saja, kita gampang menunjuk novel-novel serupa: The Adventures of Don Quixote karya Miguel de Cervantes (yang seringkali disebut sebagai “bapak novel” dalam khazanah sastra Eropa), novel The Island of Dr. Moreau karya H.G. Wells (yang sering disebut-sebut sebagai salah satu tokoh awal fiksi ilmiah), dan seterusnya. Kalaupun memang belum pernah ada novel yang mirip Kiat Sukses Hancur Lebur, kita tetap tidak bisa bilang bahwa dia bukan novel. Toh, seperti disebut di muka, belum ada batasan formal untuk genre ini. Begitu juga dalam kaitannya dengan fitur fundamental novel, Kiat Sukses Hancur Lebur juga memiliki (atau bisa saya bilang “kaya,” meskipun ini artinya saya berhutang menunjukkannya kepada Anda) suara ganda atau multivocality. Hubungan antar pembuka fiktif oleh Andi Lukito dan teks novel dari Anto Labil, S. Fil. itu saja sudah mengandung multivocality yang tidak dikonsolidasikan sampai akhir novel. Di satu sisi Andi Lukito mencurigai kualitas novel ini dan meragukan pribadi Anto Labil, sementara si Anto Labil sendiri memandang serius perannya sebagai penulis dan menulis sebuah novel yang setidaknya secara bahasa cukup konsisten (dan itu menunjukkan keseriusan kerja si penulis). Belum lagi kontradiksi-kontradiksi di dalamnya. Maka, kalau kita memegang erat definisi ala Bakhtin di atas, Kiat Sukses Hancur Lebur sangat memenuhi syarat kelengkapan untuk disebut novel.
Kalau diperkenankan meniru gaya Anto Labil, saya akan bilang: Kiat Sukses Hancur Lebur memenuhi syarat syah blanko pengurusan kelengkapan novel yang siap dititipkan disertai amplop tanpa materei tempel ke Pak Carik.”
Dan dengan itu saya tutup dulu obrolan pertama soal Kiat Sukses Hancur Lebur. Selanjutnya, bilamana dianggap masih perlu dan memungkinkan, saya akan meningkatkan lagi kedalaman eksplorasi kita ke novel ganjil tersebut. Baru setelah eksplorasi kita selesai, kita bisa melakukan tender dan selanjutnya melanjutkan dengan tahap eksploitasi.
Slalom! (Yang ini juga meniru Anto Labil.)
<!– QTM hash: 8e2cd4e4da019691b4e6c595b96ad51ebec7fbc8 –>