Menulis Menggerogoti Blogging

Blogger apa ini sebulan posting satu kali?

Saya dengar hardikan itu pagi ini ketika saya bangun tidur yang kedua kali. Tadi sudah sempat bangun, baca dua esai dari buku yang berbeda. Kedua itu benar-benar berbeda. Yang satu renungan yang serius dan satu lagi renungan yang woles. Tidak perlu saya sebutkan dengan jelas di sini renungan tegas itu renungan siapa. Tapi, yang perlu saya tegaskan adalah saya agak ngeri juga renungan-renungan yang saya baca ini terbang begitu saja kalau saya tidak menuliskannya. Padahal, saya kan punya blog dan saya sendiri menyebut diri blogger? Apa pula ini?

Apa sih makna blogging itu sebenarnya? Apa artinya blogging itu? Mestinya sih kalau kita maknai secara etimologis, blogging itu ya membuat catatan yang ditayangkan di internet. Asal katanya “web logging.” Mencatat di jejaring dunia maya. Kalau dipahami seperti itu, mestinya tidak merepotkan, bukan? Kita hanya perlu mencatat atau “logging” dan melakukannya di internet. Pada prinsipnya tidak berbeda dengan “journaling” atau membuat jurnal atau diary. Dan yang namanya “journaling,” mestinya ya tidak mencatat saja apa yang terjadi pada rentang waktu tertentu. Menjadi blogger adalah menjadi orang yang secara berkala membuat catatan di dunia maya.

Dari sini, mestinya tampak bahwa yang menjadi inti sebenarnya bukan catatannya. Intinya justru ada pada apa yang dicatat. Dan yang dicatat itu tentu bermacam-macam, tergantung apa yang menjadi kegiatan utama si pencatat. Kalau dia seorang penikmat film, mestinya yang dicatat sehari-hari yang film yang dia tonton itu. Kalau dia seorang fotografer, maka yang dicatat adalah hal-hal yang dia lakukan sebagai fotografer. Begitu juga bila dia seorang dosen yang kerjanya mengajar, membaca referensi, berdiskusi dengan mahasiswa dan lain-lain–mestinya itu juga yang harus dia catat. Kegiatan mencatatnya sendiri ada di pinggiran. Intinya inti ada pada hal-hal yang dicatat itu. Bagaimana dengan catatannya? Mestinya ala-kadarnya juga tidak perlu jadi masalah.

Yang terjadi dengan saya justru sebaliknya: saya mulai menganggap kegiatan mencatat itu sebagai intinya. Setiap hari saya selalu baca, nonton, makan, ngobrol, dan naik motor ke beberapa tempat. Banyak yang terjadi setiap harinya sebagai konsekuensi dari profesi yang sudah saya pilih. Namun, semua itu tidak ter-log sama sekali. Karena apa? Karena tanpa sadar mulai muncul kesadaran bahwa kegiatan “logging” sudah lebih dari sekadar mencatat tapi perlu menjadi sesuatu yang utuh dan solid dan logis. Karena desakan ini dan itu, menuangkan isi pikiran ke dalam tulisan menjadi sebuah kegiatan tersendiri yang membutuhkan banyak penyisihan waktu dan konsentrasi. Tanpa disadari, kesadaran menuangkan pikiran yang seperti itu juga merembet ke wilayah blogging, yang semestinya–sekali lagi–merupakan kegiatan mencatat.

Ini penyakit! Paling tidak buat blogger ini sendiri. Ini penyakit karena telah sedikit demi sedikit menggerogoti otot-otot mencatat yang bila aktif mestinya bisa menjadi satu sarana untuk preservasi kesan-kesan harian, temuan-temuan dari bacaan, letupan-letupan gagasan dari tontonan dan sebagainya.

Sudah waktunya otot-otot mencatat itu direjuvenasi. Apakah masih bisa? Apa sih yang tidak bisa di dalam hidup ini? Caranya? Seperti halnya sel-sel manusia yang setiap 28 hari sekali diperbaharui, begitu juga dengan otot-otot mencatat kita: pasti akan ada penggantian sel-sel yang mati setiap jangka waktu tertentu. Di situlah kita bisa mulai usaha kita. Kita bisa kembali meregangkan otot mencatat dan mengaktifkannya sendiri. Kita mulai mencatat-catat brutal hal-hal asyik yang kita temukan. Kita mulai catat hal-hal unik dari buku Trocoh karya Budi Warsito misalnya, atau merekam pola-pola argumen dari The Game of Thrones. Nanti, kalau semua sel yang telah digerogoti tadi tergantikan dan semua sel yang baru telah teraktifkan, niscaya kita akan bisa kembali ke rutinitas mencatat temuan di pinggiran aktivitas kita.

Di saat itu nanti, tidak perlu lagi ada hardikan: blogger kok sebulan posting cuma sekali?

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *