Ki Sumantri Dikejar, Macapat Malangan Ditemukan

Beberapa minggu yang lalu, saya bersama beberapa kawan menemui Mbak Mimin, putri bungsu dari almarhum Ki Sumantri, seorang pengrawit legendaris Malang yang dikenal sebagai pencipta “Macapat Malangan.” Kami bertemu pada Selasa tengah Ramadhan kemarin di Museum Mpu Purwa di kawasan Griya Shanta, Malang. Dalam perbincangan yang berlangsung antara Mbak Mimin, Adit, Didit, Dio, dan saya mulai sekitar jam 11 hingga jam 1 itu, ada banyak hal yang terungkap tentang Ki Sumantri. Tapi, ada satu hal saja yang ingin saya ceritakan di sini, yaitu adanya tarik ulur antara fokus dan mendua. Tampaknya, Ki Sumantri termasuk orang yang menghayati relativitas sikap berkesenian.

Ki Sumantri dan Fokus Kesenian

“Wong [nglakoni] seni iku ojo diwayuh,” kata Mbak Mimin mengulangi pesan ayahnya, Ki Sumantri, sang pengrawit yang menciptakan banyak tembang gaya Malangan. Artinya, “jangan menduakan bidang seni yang kamu tekuni.” Kalau kamu ingin jadi sinden, fokuslah menjadi sinden, kalau pengendang, ya fokus mengendang, begitu juga dengan menari.

Itu yang kami (@didit.prast@aditya.keceng, Dio, dan saya) temukan dalam obrolan dengan Mbak Mimin, putri bungsu Ki Sumantri saat melengkapi dokumentasi tekstual dan visual tentang Ki Sumantri.

Wawancara dengan Mbak Mimin, Putri Ki Sumantri sang Maestro Macapat Malangan

Ki Sumantri dan Penguat Sandaran

Namun, di kesempatan dan aspek yang lain, dalam kaitannya dengan keberlanjutan penghidupan, Ki Sumantri punya pendapat lain. Dia berpesan kepada teman² seniman tradisi: “Mosok Kate manjak sampek tuwo?” Apa kita mau main gig sampai tua?

Ki Sumantri menganjurkan ke setiap teman untuk mendalami bidang lain yang bisa dijadikan sandaran ekonomi. Beliau sendiri memilih menjadi guru karawitan di sekolah² dan sanggar² (selain menjadi pegawai Museum Mpu Purwa, “ngramut reco”). Kawannya setuju: ada yang memilih menekuni kerajinan membuat kendang, ada yang membuat trompet, dan lain-lain.

Intinya mungkin, untuk bidang seni, Ki Sumantri percaya fokus ke satu cabang adalah mutlak. Tapi, seni itu sendiri tidak semestinya dijadikan satu-satunya sandaran ekonomi.

Kami berharap bisa tahu lebih banyak tentang Ki Sumantri melalui berbagai sumber yang kami temukan dari Mbak Mimin ini. Semoga semakin banyak yang bisa kita semua ketahui tentang “Macapat Malangan” dan–yang tak kalah pentingnya–semoga para murid Ki Sumantri memperpanjang semangat beliau dalam berinovasi dan mengkhusyuki Macapat Malangan.

More From Author

Masjid Makbadul Muttaqin, Terang tapi Menyejukkan

Masjid di Mojosari ini dari luar tampak megah dengan kubah lancipnya yang berwarna hijau. Siapa…

Gelora Bung Karno (GBK), a Morning Oasis Amidst the Haze

If you're in Jakarta and have a two hours period of time to spend in…

Menengok Pantai Selatan di luar JLS

Tulisan ini tentang pantai selatan, tapi karena perihal perjalanannya asyik, saya tuliskan dulu perjalanannya. Baru…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *