Dalam perjalanan ke kota St. Louis, kami lewat harus melewati Interstate 44 dari arah Springfield. Saya merasa butuh peta jalan raya negara bagian Missouri untuk mendapatkan gambaran besar wilayah yang kami tempuh. Saya santai saja, karena tahu bahwa sekitar beberapa menit dari Springfield ada sebuah Rest Area bagus di kawasan Conway yang juga merupakan Visitor Center dan biasanya memiliki peta jalan raya gratis. Yang tidak saya pertimbangkan adalah: hari ini Natal, dan semua orang ingin berkumpul dengan keluarga di Hari Natal. Maka benarlah, ketika tiba di Rest Area itu, Visitor Center-nya tutup. Yang ada hanya toilet yang bagus dan beberapa petugas kebersihan yang jelas-jelas tidak sedang berkumpul bersama keluarga.
Saya sebenarnya sangat kecewa saat mengetahui bahwa Visitor Center itu tutup. Biasanya, selalu ada beberapa pegawai yang digaji negara bagian yang selalu berjaga di Visitor Center tersebut. Tapi ya, seperti halnya semua PNS pingin libur pada saat lebaran, PNS negara bagian Missouri ini pun ingin liburan juga saat Natal.
Jadinya ya, saya hanya menggunakan toilet bersih itu dan berfoto-foto di Rest Area yang juga merupakan peringatan atas Route 66. Kalau Anda suka musik Amerika, mestinya Anda kenal lagu “(Get Your Kicks on) Route 66” yang pertama kali dinyanyikan Nat King Cole dan selanjutnya di-cover berbagai musisi mulai dari Chuck Berry sampai John Meyer. Di lagu itu, disebutkan bahwa Route 66 yang membentang dari Chicago ke LA itu “mengular” melewati “St. Louis, Joplin, Missouri, Oklahoma City, oh look so pretty, You’ll see Amarillo, Gallup, New Mexico.” Nah, Rest Area Conway ini berada di antara St. Louis dan Joplin negara bagian Missouri.
Sebelum berlarat-larat postingan ini, segera saja saya sampaikan intinya: Di Rest Area inilah saya ketemu seorang petugas kebersihan yang akhirnya memberi saya peta jalan raya Missouri. Petugas perempuan ini berkantor di dekat toilet pria. Raut mukanya menunjukkan bahwa dia memiliki Sindrom Down. Saya tanya:
“Mbak, Njenengan punya peta negara bagian, Ndak?”
“Oh, sebentar, Mas. Ada kok,” jawabnya dengan senyum tak putus-putus dan masuk ke kantornya untuk mengambil satu Missouri Highway Map dari sebuah tumpukan di rak besi. “Ini, Mas.”
“Matur suwun sekali, Mbak,” jawab saya sumringah. “Untung ada Njenengan.”
Ternyata libur Natal sudah diantisipasi; meski Visitor Center tutup, mereka tetap menyediakan peta jalan raya bagi siapa-siapa yang tidak ragu meminta. Tapi, terus-terang minat saya kepada peta jalan raya itu jadi sempat surut saat melihat Mbak petugas kebersihan yang memiliki Sindrom Down itu. Saya jadi ingat sebuah fasilitas di Fayetteville, Arkansas, yang memberikan pendampingan bagi orang-orang mengalami gangguan mental sampai mereka siap menjadi bagian dari masyarakat. Namanya Life Styles, Inc.
Musim panas lalu, saya mengantar guru-guru bahasa Inggris asal Mexico (yg datang untuk mengikuti pelatihan bahasa Inggris dan “mengalami” Amerika Serikat) ke Life Styles, Inc. Di situ, kami bertemu para “klien” (begitu mereka menyebutnya) organisasi ini, yaitu orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan atau gangguan perkembangan. Di tempat ini, para klien mempelajari ketrampilan-ketrampilan sederhana dengan tujuan (yang menjadi misi Life Styles Inc.) mempersiapkan mereka untuk menjadi anggota masyarakat sepenuhnya.
Yang pertama-tama mereka tunjukkan adalah sebuah rak pajang dengan karya-karya seni mereka. Hasil kriya mereka ini ada bermacam-macam, mulai dari pernak-pernik, lukisan sampai gaun yang saat ini belum benar-benar selesai. Saya punya video dari kunjungan ini, tapi entah kenapa belum sempat saya apa-apakan dan teronggok di hard disk komputer saya.
Saat berkumpul dalam forum dadakan, kami mendengar cerita dari dengan seorang klien yang sudah bertahun-tahun menjadi klien Life Style, Inc. Sebut saja namanya Mike. Mike bercerita bahwa dia sekarang sudah kerja menjadi tukang cuci piring di McDonald di kota lain. Dia terlihat bangga dengan pekerjaannya tersebut. Dan wajahnya tampak lebih bangga lagi saat menambahkan: “Dan saya barusan bertunangan dan akan segera menikah.” Terus dia menceritakan bahwa dia kenal calonnya tersebut di Life Styles learning center juga.
Mungkin, Mike ini adalah gambaran riil dari misi Life Styles. Biasanya, untuk mencapai misi ini, butuh beberapa waktu, mulai dari upaya aktif mencari atau mengundang orang-orang yang memiliki gangguan (atau mereka menyebutnya “individuals with disabilities”), melatih mereka secara rutin sambil memberikan fasilitas penjemputan, memberi latihan pekerjaan di lokasi, dan akhirnya menyalurkan mereka ke perusahaan-perusahaan yang siap mempekerjakan mereka. Sebelum benar-benar bekerja di luar, para klien Life Styles ini mendapatkan pelatihan dengan bekerja di Life Styles Shredding Co. Tempat ini memberikan layanan mencacah kertas dokumen (shredding) dengan dijalankan oleh para klien Life Styles.
Saya bayangkan Mbak petugas kebersihan di Rest Area Conway itu juga mengikuti pelatihan semacam yang diberikan Life Styles hingga akhirnya bisa mendapat pekerjaan tersebut. Biarkan saya ulangi klise ini: mungkin pekerjaan mencuci piring dan bersih-bersih itu seperti mudah bagi banyak orang, tapi buat orang-orang seperti Mike atau mbak di Rest Area Conway itu hal ini adalah lompatan kuantum dalam hidup mereka. Mereka melompat dari “tergantung” menuju “mandiri” (dan mungkin malah menjadi “gantungan” bagi keluarga).
Saya ingin ulangi sesuatu yg sudah sering saya ulang-ulang: di negara Aa Syam ini saya melihat lebih banyak orang dengan gangguan perkembangan mental atau fisik daripada di Indonesia. Tapi saya yakin bahwa sebenarnya jumlah individu seperti ini di Indonesia tidak kalah besarnya. Hanya saja, sepertinya di sini ada upaya lebih keras untuk melibatkan mereka ke dalam kehidupan yang sesungguhnya hingga akhirnya kita pun bisa melihat mereka. Ah, kalau melihat ini sambil mengingat petingkah kebijakan internasional Amerika, rasanya mau tidak mau saya jadi harus mengakui bahwa hidup memang serba kontradiktif.
[…] Oh ya, kalau tertarik, saya punya banyak kisah tentang jalan raya interstate. Berikut salah satunya. […]