Sekawanan Elk (atau “Elka”) di Kawasan Buffalo National River, Arkansas

Sepulang hiking di Trail Lembah Sesat dua minggu yang lalu, ketika itu matahari baru saja tenggelam, saya melihat mobil-mobil diparkir agak serampangan di kawasan Ponca. Orang-orang mengeluarkan tripod dan teropong, mengamati ilalang. Saya lihat ilalang itu, dan seketika teringat satu siang lima tahun yang lalu: seorang kawan, petualang profesional, menunjukkan kepada saya dan teman-teman sekawanan elk.

Binatang apa elk ini? Mari kita bicara biologi. Elk adalah binatang dari kelas mamalia dari keluarga “cervidae,” seperti halnya rusa, mus, karibu, dan binatang-binatang sejenisnya yang bertanduk cabang-cabang. Kalau dari jauh, orang Jawa yang sudah berabad-abad hidup jauh dari hutan tidak akan bisa membedakannya dengan kijang, atau bahkan kancil. Tapi, kalau kita perhatikan dari dekat, akan tampak perbedaannya, terutama karena ukurannya. Meskipun kijang jantan bisa cukup besar dan bertanduk indah, seperti cabang-cabang pohon, ukurannya tetap tidak sebesar elk. Bisa dibilang, elk ini ukurannya seperti sapi standar, tapi lehernya lebih panjang seperti kijang. Warna tubuhnya juga unik. Warna badannya coklat pucat terang, seperti tanah kering. Tapi kaki, bokong, leher dan kepalanya berwarna coklat gelap, seperti coklat. Tentu pola warna seperti ini tidak asing di dunia satwa, panda dan tapir memiliki pola serupa ini.

Kenapa elk ini terkesan unik di Arkansas? Kelangkaannya. Di kawasan pegunungan Ozark di Arkansas, diperkirakan hanya ada sekitar 200 hingga 300 ekor. Di bulan Oktober, ketika musim berburu dimulai (pertama dengan menggunakan busur dan panah, dan selanjutnya pada bulan November boleh menggunakan senapan), ketika kijang-kijang mulai punya alasan untuk resah, para elk tetap bisa hidup tenang. Elk, di Arkansas, termasuk binatang dilindungi, dan siapa saja yang menembaknya akan berurusan dengan hukum negara bagian. Beda lagi di Colorado, di mana populasi elk cukup tinggi–meski tidak setinggi kijang: orang-orang masih boleh berburu elk dengan sarat-sarat tertentu. Biasanya orang harus membayar 500 dolar untuk ikut lotere berburu elk. Kalau nama mereka terambil saat lotere, mereka boleh masuk hutan dan memburu elk. Tapi kalau nama mereka tidak menang lotere, uang 500 dolar itu hangus.

Pada maghrib dua minggu yang lalu itu, saya tidak bisa melihat dengan jelas kawanan elk di kawasan Ponca tersebut, karena sudah mulai gelap dan mata saya juga tidak secanggih teropong. Tapi saya melihat samar-samar: beberapa ekor elk mulai leyeh-leyeh di alang-alang, baru keluar dari semak-semak. Karena keterbatasan sarana dan prasarana, saya pun tidak bisa mendapatkan gambar yang bagus. Namun, tentu saja saya selalu bisa cari gambar elk dari hard drive, dan ini adalah gambar yang saya ambil pada musim gugur lima tahun yang lalu.

Sekawanan elk di kawasan Ponca, Buffalo National River, Arkansas. Sepertinya binatang ini tidak punya nama Indonesia, tapi demi memuaskan hasrat penerjemahan, saya akan terjemahkan saja jadi "elka." Maka, mari kita ulangi:  "Sekawanan elka di Ponka, Sungai Nasional Kerbau, Arkansas..." Foto diambil pada musim gugur tahun 2009, sepulang kemping dua hari di kawasan Richland Creek Wilderness Area atau Kawasan Rimba Kali Negeri Kaya
Sekawanan elk di kawasan Ponca, Buffalo National River, Arkansas. Sepertinya binatang ini tidak punya nama Indonesia, tapi demi memuaskan hasrat penerjemahan, saya akan terjemahkan saja jadi “elka.” Maka, mari kita ulangi:
“Sekawanan elka di Ponka, Sungai Nasional Kerbau, Arkansas…”
Foto diambil pada musim gugur tahun 2009, sepulang kemping dua hari di kawasan Richland Creek Wilderness Area atau Kawasan Rimba Kali Negeri Kaya

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *