I’ve been asking myself over and over again: why are post-apocalyptic novels, movies, TV series so popular, especially in the United States? And here are my points on post-apocalyptic movies, TV series, and novels.
- Are these post-apocalyptic scenarios true? Can they be true? Are they true somewhere? No way a false thing can interest that many people.
- I answered yes. There’s too many post-apocalyptic scenes out there in the world: Tsunami in Aceh, Gaza, Katrina, Syria, Beirut, Lybia,etc
- Of course, none of them are world-wide apocalypses. No world-wide zombification. Each is an apocalypse, nonetheless. People’s worlds end.
- I was wondering if the American audience of Jericho, The Walking Dead, The Road, etc makes that connection, seeing these shows as real?
- Do Zombie apocalypse aficionados realize that somewhere in the world people are living The Walking Dead? That Gaza is the real Jericho?
- On many occasions, I see so much empathy in the American media given to the survivors of an apocalypse, such as those of the 04 Tsunami.
- There’s also occasions, however, when attention is given more on the discussions on the politics behind an apocalypse.
- There’s not much empathy given to the survivors–or victims in the making–of an apocalypse. Not formally that is.
- This is when I see that these post-apocalyptic fictions are to blame. Intentionally or not, they make these apocalypses more fictional.
- Should they make the connection between fictional and real-life apocalypses clearer? Or, should it be the critics’ job to do that?
- I can’t speak for the movie industry, sure.But I can say: public intellectuals are responsible for making this connection more apparent.
- Or, should the media make this connection clearer? Yes. Shouldn’t they also show the post-apocalypse more than just as a commodity?
- Another question: Do post-apocalyptic fictions only make us imagine the global-wide apocalypse?If yes,is that what makes them fictional?
- We don’t realize: an apocalypse is an apocalypse is an apocalypse, despite its small size.One person’s apocalypse is apocalyptic enough.
By the way, I hope it’s not a stretch if I say that there are places in the United States where post-apocalyptic scenes are seen, such as in Ferguson, Missouri, where today people are protesting following the court’s decision that a certain police officer was not guilty for shooting an unarmed black man recently. Doesn’t the risk of getting shot in broad daylight by people we consider our protectors qualify as a post-apocalyptic scene?
Ini kok menarik, ya. 😀
Komen aaah. Semoga komennya gak asal komen ini. ^^
Mungkin perlu dibedakan antara post-apocalyptic dengan disaster. Kalo di film, dua hal ini beda. PA masuknya ke sci-fi. Sci-fi cabangnya banyak, bisa futuristic sci-fi dan bisa dicabang lagi jadi utopian dan dystopian. Kalo disaster film, memang yang disasar dan jadi premis utama itu gimana caranya si protag bertahan hidup setelah bencana. Bencana jadi antag.
Poin nomer 2 itu, kalo menurut saya bukan post-apocalyptic, tapi disaster –>
2. I answered yes. There’s too many post-apocalyptic scenes out there in the world: Tsunami in Aceh, Gaza, Katrina, Syria, Beirut, Lybia,etc
Alasan saya bilang itu bukan PA karena terjadinya cuma di daerah tertentu aja. Karena di PA, kita ngomong tentang end of the civilization, not the end of some humans in a region.
Tapi kalo ngambil contoh film, apa yaaa …, hum, misalnya Deep Impact, filmnya sendiri masuk genre disaster movie. Bukan PA. Dia bakalan jadi PA kalo filmnya dibuat sekuel yang menceritakan tentang gimana hidup sisa manusia setelah itu meteor ngancurin bumi. Dan judulnya bisa jadi Post Deep Impact. 😀
Karena saya penggemar film dan series The Walking Dead, saya gak liat itu nyata. Fantasi.
No. 5 –> Yes. Tapi secara sadar saya juga tahu kalo TWD cuma fiksi. Jadi gak bisa dibandingkan dengan keadaan di Gaza yang real. Dan ini kalo dipake buat perbandingan, jauh sebenernya. Nyaris gak bisa dibandingkan.
No. 6 sampe 8, gak bisa jawab. 😀
No. 9 –> Ini gimana ya, fiksi ya fiksional.
No. 10 –> No. Alasan pertama karena fiksi gak wajib berdasarkan real event. Karena di situlah kebebasan penulis atau filmmaker–terlepas dari alasan kenapa dia bikin itu film atau novel. Walaupun kalo mau, kita bisa bilang gak ada fiksi yang benar-benar fiksi. Bagaimanapun dia berdasarkan apa yang nyata. Tapi di sci-fi apalagi di genre fantasy, kalo bukan di tingkat subteks, saya pikir ini gak berlaku. Kayak misalnya The Hunger Games (dystopian post-apocalypse), itu kalo mau mau ditelaah lebih jauh, bisa dikaitkan dengan peperangan dan gimana egoisnya manusia. Tapi saya sebagai karya, dia gak bertanggung jawab atas apapun telaah pembaca dan kritik.
No. 11 –> Kebetulan saya kebanyakan bicara tentang industri film.
No. 12 –> Dan ya, Hollywood Studio itu pabrik film. Intinya ya nyari keuntungan. Walaupun banyak filmmaker berbakat dengan–apa ya istilahnya–yang ngebawa pemikiran ke dalam filmnya, studio tetep gak mau tau. Yang penting untung. Karena itu pada akhirnya banyak filmmaker yang menyeludupkan pemikiran di dalam filmnya tanpa mengurangi nilai komersialnya. Tapi ini gak banyak dilakukan. Hanya filmmaker yang benar-benar punya idealisme tinggi yang bisa melakukannya, selain dia juga harus membuktikan kemampuan dia sebelumnya. Salah satu yang begini, sebut aja yang lagi nge-hits, Nolan. Walaupun dia bikin film komersil juga sebelumnya.
No. 13 –> No. Saya percaya kiamat itu ada tapi yaaa … kagak nyang kayak di novel entuh kali yak. 😀
No. 14 –> Ini kayak teori yang pernah dibilangin ama guru ngaji saya (blio sufi gitu). Yang namanya kiamat itu ya kiamat. Ada yang kiamat kecil, ada yang besar, ada yang di tengah-tengah. Tapi tetep kiamat. Tetep tentang akhir hidup satu orang, hidup orang banyak, atau hidup semua makhluk tanpa terkecuali. Tapi kemudian blio menambahkan lagi, “Tapi kiamat itu, Yaumul qiyamah, artinya bukan hari akhir tapi hari kebangkitan. Bukan masalah akhirnya, tapi tentang kebangkitannya … dan pertanggungjawabannya.”
Terakhir –> Doesn’t the risk of getting shot in broad daylight by people we consider our protectors qualify as a post-apocalyptic scene?
No. It’s a pre-apocalyptic scene. 😀
Pertanyaan-pertanyaan di atas itu menarik banget buat saya. Makanya saya komen ampe sebanyak ini. Sekalian saya juga demen bener ama novel dan film PA. ^^
Maap kalo saya bawel. m(_ _)m
Makasih komennya, Mbak. Kayak Cak Lontong: sangat menarik dan mengajak mikir. Nanti segera tak bales begitu agak selow dan ada kesempatan nulis agak panjang dikit.
Silakan baca postingan ini https://timbalaning.wordpress.com/2014/12/06/post-apocalyptic-scenes-penonton-kepedulian-politik-dan-gaza/
Sori, nulisnya sekali duduk. Nanti kalau ada waktu dikoreksi lagi salah-salah ketik, logika, dll 😀
[…] bales komen dari Octanh. Terima kasih atas tanggapannya yang serius dan komprehensif, meskipun yang ditanggapi hanya pertanyaan-pertanyaan tercecer, yg saya kopi dari berondongan twitter […]