Apa itu “Womanism”?

Apakah yang dimaksud dengan istilah “womanist” atau “womanism”?

Istilah “womanism” bisa didefinisikan secara sederhana sebagai faham kesetaraan jender, sejenis feminisme, yang khusus dipakai untuk konteks perempuan Afrika Amerika. Istilah ini dipopulerkan oleh Alice Walker, novelis yang karya terbesarnya The Color Purple (1982) sangat sukses, meraih banyak penghargaan, dan bahkan difilmkan oleh sutradara Stephen Spielberg dibintangi oleh, salah satunya, Oprah Winfrey.

Kenapa harus memakai istilah “womanism,” bukannya sekadar “feminism”?

Alice Walker menganggap istilah “womanism” akan bisa mewakili hal-hal yang tidak terwakili oleh istilah “feminism.” Walker mengambil istilah ini [Walker 2006; 11] terinspirasi dari kata “womanish” yang dipakai untuk merujuk kepada tingkah perempuan kulit hitam yang suka bicara dan memaki keras-keras tanpa kenal takut. Biasanya, seorang ibu Afro-Amerika suka memperingatkan anaknya yang ngomong keras-keras dan banyak tingkah dengan mengatakan: “Jangan bertingkah womanish begitu ah?” Tapi, ujung-ujungnya si anak juga menjadi perempuan yang galak seperti itu. Bagi Alice Walker, tingkah “galak” di kalangan perempuan kulit hitam yang seperti ini sangat berarti, merupakan kekuatan yang memberi inspirasi.

Dalam penjelasan Alice Walker, memakai istilah “womanism” bisa lebih praktis dan tidak problematis. Istilah “womanism” langsung merujuk pada proyek kesetaraan jender di kalangan perempuan kulit hitam. Dengan begitu, seorang penulis atau kritikus tidak perlu repot-repot menambahkan kata black ketika harus merujuk pada feminisme jenis ini. Mereka tidak perlu menggunakan istilah “black feminism,” yang problematis menurut Alice Walker. Istilah ini problematis karena seolah-olah feminisme yang standar itu adalah feminisme yang bukan untuk perempuan kulit hitam. Feminisme, bagi aktivis dan pemikir kulit berwarna, dianggap banyak menyasar agenda-agenda perempuan kulit putih*. Jadi, feminisme yang mainstream pada dasarnya adalah feminisme kulit putih. Atau, kalau ditarik lebih jauh, ada kesan bahwa keadaan manusia yang normal adalah manusia kulit putih. Jadi, untuk lebih mudah dan mantapnya, lebih baik menggunakan istilah “womanism.”

* Kita akan bahas soal ini dalam postingan lain tentang “intersectionality,” kalau ada kesempatan. 🙂

Referensi dan bacaan lebih lanjut:
Phillips, L., 2006. The Womanist Reader. United States: Taylor & Francis.
Walker, A. (2006). “Coming Apart (1979),” The Womanist Reader. Phillips, L. (Ed) : 3-11.

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *