Kali ini saya ingin posting tentang cara melakukan acara wawancara penulis menurut pengamatan saya atas beberapa acara wawancara dengan penulis yang saya dengar di NPR (National Public Radio, atau RRI-nya Amerika Serikat). Biar lebih kongkret dan tepat guna, saya fokuskan contoh-contohnya dari acara wawancara dengan Charlotte DeCroes Jacobs, seorang dokter yang menulis buku Jonas Salk: A Life, biografi penemu vaksin Polio. (Kalau ingin dengar wawancaranya, silakan klik di sini.)
Sekadar disklaimer, saya bukan seorang penyiar radio dan pewawancara. Saya pernah beberapa kali memoderatori bedah buku, tapi saya sangat jauh dari “terampil” memandu acara semacam itu. Jadi, bayangkan saja ini hasil belajar yang saya bagi. Jangan pandang saya sebagai “gajah diblangkoni” yang hanya “bisa berkotbah tanpa bisa menjalankannya.”
Baiklah, satu pola yang saya dapati dari acara-acara wawancara radio dengan penulis buku adalah “memancing penulis untuk bercerita.” Apa yang dilakukan pewawancara untuk memancing penulis? Pewawancara biasanya memberikan rangkuman singkat intisari sebuah bab atau bagian dalam sebuah buku, dan diakhir intisari itu dia minta penulis untuk menceritakan lebih jauh.
Begini contohnya:
Dalam wawancara NPR dengan Charlotte DeCroes Jacobs, pewawancara bilang: “Ketenaran mendadak yang dialami Jonas Salk berperanguh sangat besar terhadap kehidupan keluarga Salk. Salah satu pengaruhnya tampak pada anak sulung Salk. Bisa Anda ceritakan lebih jauh soal ini?”
Dari rangkuman dan pancingan semacam itu, Jacobs kemudian bercerita lebih jauh tentang dampak ketenaran mendadak Salk terhadap anak sulungnya. Dia ceritakan bagaimana anak sulungnya tumbuh jadi anak yang sangat pemalu, dan relatif “tertekan.” Setiap kali dia bermain bisbol, dia merasa terbebani. Ada semacam harapan dari orang-orang agar dia mencetak homerun terus-terusan. Pikir orang-orang, dia ini anaknya Jonas Salk, orang yang paling berjasa di jamannya dengan menemukan vaksin polio, mestinya si anak juga canggih. Dalam segala hal.
Begitu juga ketika pewawancara meminta Jacobs untuk menceritakan tentang sebuah skandal penyebaran polio lanjutan lewat vaksin yg dihasilkan dari sebuah pabrikan yang sedikit memodifikasi prosedur pembuatan vaksin sebagaimana digariskan Salk.
Kenapa wawancaranya seperti itu?
Ya, mungkin karena tujuan dari wawancara ini adalah menggali sebanyak-banyaknya informasi dari penulis buku, yang telah bertahun-tahun melakukan riset untuk bukunya dan tahu seluk beluk dari apa yang dituliskannya.
Di samping itu, bisa dibayangkan bahwa kebanyakan dari pendengar acara ini adalah orang yang belum pernah membaca buku ini. Jadi, dengan melakukan wawancara yang menggali sebanyak mungkin informasi tentang bukunya, wawancara radio bisa berfungsi sebagai 1) sarana untuk memancing minat orang untuk membaca sendiri buku yang bersangkutan, dan 2) memberi tambahan wawasan buat pendengar, sehingga tanpa perlu membaca bukunya pun mereka bisa mendapat wawasan penting tentang isi buku atau topik yang dibahas dalam buku tersebut.
Terus, apa syarat-syarat yang wajib ada?
Dari wawancara dengan Charlotte Jacobs ini, jelas sekali bahwa pewawancara adalah orang yang telah membaca bukunya. Dengan membaca bukunya, tentu si pewawancara ini jadi tahu bagian-bagian menarik yang ada di buku tersebut. Dengan membaca juga, si pewawancara bisa merangkum bagian-bagian yang menarik itu dengan sangat ringkes. Setelah rangkuman yang ringkes itu, tinggal penulis saja yang bertugas mengelaborasi. Pada saat elaborasi itu, si penulis bisa menceritakan hasil-hasil risetnya yang tidak dia berikan secara tertulis di bukunya.
Bagaimana saudara-saudara, apakah cara ini bisa dicoba untuk sesi bedah buku Anda selanjutnya?
Sekali lagi, kalau ingin mendengar wawancara lengkapnya, silakan klik di sini.