Judul: Dongeng Panjang Literasi Indonesia
Penulis: Yona Primadesi
Penerbit: Kabarita
Cetakan: I/2018

Oke, sebelum negara api menyerang, biarkan saya lemparkan dulu resensi tiga paragraf ini mengenai sebuah buku mungil, asyik, dan penting (MAP) yang baru-baru ini saya baca:

Dongeng Panjang Literasi Indonesia merangkum lontaran-lontaran gagasan dan keprihatinan berwawasan dari Yona Primadesi mengenai sejumlah tema literasi, yang sebagian besarnya adalah tentang literasi anak. Buku ini dibuka dengan afirmasi Yona bahwa literasi bukan hanya perihal baca-tulis, yang didasarkan pada Deklarasi Praha tahun 2003. Afirmasi mengenai literasi yang perlu dipahami secara luas ini ditegaskan kembali dalam esai penutup ketika Yona berbicara tentang literasi penduduk asli (indigenous literasi) yang mungkin lebih kita akrabi dengan istilah kearifan lokal.

Di bagian tengah buku ini, kita mendapati renungan serta lontaran gagasan Yona mengenai literasi anak, peran orang tua dalam literasi anak, perpustakaan yang ramah anak, keprihatinan mengenai buku anak, dan sejenisnya. Kalau kita ngotot ingin merangkum bagian isi buku ini dalam satu kalimat, mungkin kita bisa mencoba ini: literasi perlu ditumbuhkan pada anak, pertama oleh orang tua, dan selanjutnya oleh institusi pendidikan, selanjutnya oleh industri perbukuan, dan juga oleh negara. Budaya baca bagi anak (poin terpenting dari literasi) adalah sesuatu yang terlalu besar untuk menjadi tanggung jawab satu pihak saja.

Kalau saya dipaksa memberikan kritikan, saya ingin menyoroti satu fakta bahwa buku ini sama sekali tidak menyinggung buku-buku tentang literasi yang terbit di Indonesia. Ambil saja sebagai contoh buku Suara dari Marjin karya kolaborasi Sofie Dewayani dan Pratiwi Retnaningdyah yang pada prinsipnya tidak berseberangan dengan buku ini–justru sebaliknya mungkin saling mendukung. Menurut saya, dengan semangat pembangunan tradisi dan kerja bareng pengembangan ilmu pengetahuan melalui dialog, penulis dalam bidang-bidang tertentu perlu saling menyinggung satu sama lain dalam karya-karyanya (entah itu dalam bentuk mengafirmasi, menggugat, maupun mengisi celah). Lagipula, usaha saling menyinggung bisa juga menjadi sarana menyarankan bacaan bagi pembaca yang tertarik tahu lebih jauh. Bagaimanapun, harus dipahami di sini bahwa sebagian dari esai-esai Yona Primadesi ini telah diterbitkan di media bahkan mungkin sebelum Suara dari Marjin terbit. Akhirur-resensi: perlu dibaca!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *