Rapsodi Urakan – Queen

Draf awal terjemahan ini sudah tersimpan di komputer saya sejak beberapa waktu yang lalu (bahkan mungkin dua-tiga tahun yang lalu), tapi entah kenapa saya belum pernah juga menayangkannya di blog ini. Tapi, setelah saya baca-baca dan otak-atik dan patut-patut, akhirnya saya merasa tidak ada alasan untuk tidak menampilkannya. Meski begitu, mengunggah terjemahan lagu yang sudah menjadi legenda seperti ini punya konsekuensinya tersendiri. Bahasa Jawa-nya: abot sanggane, Cak!

Pasti banyak orang yang hidupnya terpengaruh oleh lagu ini, terutama irama dan lirik bahasa Inggrisnya yang dinyanyikan oleh Freddie Mercury. Gabungan antara irama dan lirik versi Freddie Mercury (satu-satunya versi!) ini begitu kuat menancap di benak orang-orang tersebut. Saya kuatir, mereka ini akan merasa terganggu kalau sampai tahu lirik terjemahan dari lagu ini, yang mungkin tidak memiliki aura seperti hal lirik aslinya. Bagi orang-orang seperti itulah saya menuliskan tiga paragraf ini. Anggap saja ini ucapan nuwun sewu dari saya, seperti halnya banyak orang yang masih percaya harus nuwun sewu, meminta izin, ketika memasuki wilayah baru atau kawasan sakral. Saya mohon izin untuk masuk ke teritori ini karena kebetulan saya adalah penerjemah yang juga menghuni teritori ini; ada satu titik dalam hidup saya yang diwarnai lagu ini secara signifikan.

Terkait konten terjemahan ini sendiri, saya mencoba sebisa mungkin mengikuti “nada” dan “level bahasa” lagu aslinya. “Nada” lirik lagu ini terasa gagah dan “histrionik” atau teatrikal, menggabungkan antara ungkapan-ungkapan sehari-hari ditambah dengan selingan bahasa kias yang–bisa dibayangkan–diujarkan oleh si penutur dengan dagu diangkat, wajah menyamping menatap awang-awang, atau bahkan tangan terkepal (atau di pinggang). Untuk bagian operanya, saya tetap menggunakan ejaan asli Scaramouche, fandango, dll. Agar terjemahannya tidak terasa jauh berbeda dengan aslinya, silakan membaca terjemahan ini sambil buka lagunya di YouTube.

Rapsodi Urakan

Nyatakah ini?
Ataukah fantasi?
Aku terjebak,
Musykil hindari kenyataan.

Buka matamu,
Pandang dan tamatkan langit,
Aku bocah malang yang tak butuh simpati,
Karena aku biasa-biasa saja
Tak tinggi tak rendah
Ke mana angin berhembus,
Buatku tiada beda.

Ibu, aku bunuh orang
Kutodong pistol ke kepalanya,
Kutarik pelatuknya, kini dia tewas.
Ibu, hidupku baru bermula,
Tapi kini luluh lantak sudah.

Ibu, oh,
Bukan maksudku membuatmu menangis,
Kalau aku besok tak pulang
Lanjutkan hidup seolah tak pernah terjadi apa-apa.

Terlambat, ajalku tiba,
Membuatku menggigil,
Sekujur tubuh nyeri.
Salam, semua, aku harus enyah
Harus kutinggalkan kalian semua dan hadapi kenyataan.

Ibu, oh (terbawa angin),
Aku tak ingin mati,
Tapi kadang kuberharap
Diriku tak pernah dilahirkan.

Aku lihat siluet seorang lelaki
Scaramouche, Scaramouche, mainkan Fandango
Guntur dan petir,
Sungguh bikin gentar,
(Galileo) Galileo
(Galileo) Galileo
Galileo Figaro
Magnifico

Aku bocah malang, tak ada yang sayang
Dia bocah sengsara, keluarganya miskin papa,
Selamatkan nyawanya dari kekejian ini.

Santai saja, tolong lepaskan aku.
Bismillah! Tidak, kau tak ‘kan kami lepaskan. (Lepaskan!)
Bismillah! Kau tak ‘kan kami lepaskan (Lepaskan dia!)
Bismillah! Kau tak ‘kan lepaskan (Lepaskan aku!)
Tak ‘kan kami lepaskan. (Lepaskan aku!)
Tak kan, tak ‘kan lepaskan.
Jangan pernah lepaskan aku, oh.
Jangan, jangan, jangan, jangan, jangan.
Oh, mama mia, mama mia (Mama mia, lepaskan.)
Beelzebub punya setan khusus untukku, aku, aku.

Kau kira bisa merajam dan menghinadinaku?
Kau kira bisa cintai aku dan biarkanku mati?
Oh, sayang, mustahil kau lakukan ini kepadaku, sayang,
Aku hanya perlu pergi, hanya perlu pergi dari sini.

(Oh, yeah, oh yeah)

Tak ada artinya,
Semua juga tahu,
Tak ada artinya,
Tak ada bedanya bagiku.

Ke mana pun angin berhembus.

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *