Bangga adalah Ketika Murid Kita Memperkenalkan Blogging kepada Karang Taruna Desa Tetangga Kampus

Minggu lalu, saya berkesempatan menjadi bangga sebagai seorang guru yang blogging: murid-murid saya keluar kampus, berkenalan dengan sebuah organisasi karang taruna, dan kemudian memperkenalkan cara membuat blog. Tidak ada yang lebih membanggakan bagi seorang guru/blogger daripada ketika muridnya memperkenalkan cara blogging kepada orang.

Bagaimana ceritanya?

Sejak semester kedua saya mengajar di Universitas Ma Chung, saya mulai terlibat mengajar mata kuliah umum di luar program studi saya, Sastra Inggris. Di kampus saya, ada satu paket mata kuliah umum berseri yang tujuannya untuk pembentukan karakter, yaitu mata kuliah Agama, Pancasila, dan Kewarganegaraan. Saya harap sidang pembaca tidak terburu-buru menghakimi mata kuliah ini. Saya akan menceritakannya sebentar lagi. Pendeknya, sampai saat ini, saya sudah pernah mengajar ketiganya lebih dari sekali. Dan ketiga mata kuliah ini sangat menggairahkan buat saya.

Setelah paragraf ini, Anda pasti tidak akan heran kenapa saya bergairah dengan mata kuliah ini. Seri mata kuliah ini berbeda dengan lazimnya yang kita ketahui. Secara singkat begini: Mata Kuliah Agama di kampus saya memfokuskan pada pembentukan sikap inklusif, toleran, dan saleh di lingkup sosial. Mata kuliah ini tidak terdiri dari kelas-kelas yang disusun berdasarkan agama para mahasiswa; mahasiswa dari berbagai agama bisa satu kelas asal jurusannya sama, dan materinya berupa kuliah umum yang diberikan oleh berbagai pembicara dengan latar belakang keagamaan berbeda yang membahas sifat-sifat agama atau membahas nilai-nilai yang saya sebutkan di atas. Mata kuliah Pancasila berisi penelusuran nilai-nilai Pancasila yang diterapkan atau dilanggar di masyarakat (secara langsung). Selain diceramahi tentang nilai, sejarah, dan penerapan Pancasila, mahasiswa wajib terjun ke masyarakat dan mengamati serta mencatat penerapan dan pelanggaran nilai-nilai Pancasila itu. Mata kuliah kewarganegaraan merupakan sarana mendalami makna sebagai warga negara melalui pendalaman teori oleh berbagai praktisi serta dengan turut serta mengambil bagian dalam masyarakat.

Nah, yang akan saya bicarakan di sini adalah tentang mata kuliah kewarganegaraan. Tahun ini, kelas Kewarganegaraan yang saya ampu terdiri dari 5 kelompok yang masing-masing mendapat tugas berkegiatan bersama komunitas-komunitas yang telah mereka pilih sejak mata kuliah Pancasila semester kemarin. Masing-masing kelompok punya tugas mengadakan kegiatan bersama komunitas tersebut. Tugas saya? Memastikan mereka menjalankan kegiatan tersebut dan sedikit banyak ikut memperlancar jalannya kegiatan.

Salah satu kelompok di kelas saya berkomunitas dengan kelompok karang taruna, yaitu Karang Taruna Desa Petungsewu. Kelompok yang terdiri dari 4 mahasiswi dan 1 mahasiswa (Vania, Yayang, Egin, Sung, dan Ben) ini pada tahun kemarin bertemu beberapa kali dengan ketua dan anggota karang taruna tersebut. Sekilas info: desa Petungsewu berada di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, yang lokasinya hanya berjarak 20 menit naik motor di belakang kampus. Naik ke lereng gunung Kawi. Di semester kemarin, mereka menyoroti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tersebut. Berdasarkan pengamatan kelompok mahasiswa/i ini, kelompok karang taruna Petungsewu banyak menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam keseharian dan kegiatan-kegiatan mereka. Ada beberapa praktis keseharian yang dilandasi oleh keyakinan-keyakinan sederhana yang sebenarnya adalah perwujudan nilai-nilai Pancasila.

Pada semester ini, kelompok mahasiswa/i ini memutuskan untuk mengadakan pengenalan blogging buat kelompok karang taruna ini. Awalnya, mereka sempat kebingungan mencari gagasan kegiatan, tapi setelah saya beri lontaran ide sedikit, mereka menangkapnya dan menggodoknya, menggorengnya, membumbuinya, dan akhirnya jadilah kegiatan pengenalan blogging ini. Di pertemuan pertama kemarin, kegiatan baru bersifat pengenalan tentang gagasan blogging dan kemudian membuat blog untuk kelompok karang taruna ini. Pada pertemuan selanjutnya, kelompok Kewarganegaraan ini akan mulai melakukan sosialisasi dan membantu para anggota karang taruna Desa Petungsewu untuk mengisi blog yang telah mereka buat ini.

Sejauh ini, salah satu pemuka karang taruna, tampak antusias dengna kegiatan ini. Dia bahkan menyatakan diri sebagai orang yang gemar memotret dan mendokumentasikan kegiatan-kegiatan karang taruna. Dia sangat ingin blog ini bisa dijadikan sarana untuk mendokumentasikan atau mewartakan kegiatan-kegiatan pemuda di desa yang telah mendaku diri sebagai “Desa Penyangga Wisata” ini. Sebagai seorang blogger yang juga gemar blogwalking dan menikmati tulisan-tulisan yang dibuat individu-individu dari berbagai penjuru dunia, saya punya harapan besar akan ada beberapa anggota karang taruna atau masyarakat desa Petungsewu yang gemar menulis tentang kegiatan-kegiatna, kearifan lokal, dan ketrampilan-ketrampilan khas yang banyak dikuasai di desa pertanian ini. Bahkan, saya berharap bisa muncul figur-figur yang mau membagi ketrampilan-ketrampilan penting dalam dunia pertanian yang betul-betul baik dalam bentuk blog 2.0 tulisan maupun dalam bentuk vlog–meskipun tidak harus.

Meskipun terdengar defensif, saya pribadi berpandangan bahwa blogging perlu semakin diperluas di tengah gempuran paket data dan, terutama, media sosial, hari-hari ini. Sejak negara Grup WA menyerang, penggunaan internet di Indonesia semakin ganas. Banyak sekali penyedia layanan jasa yang menggratiskan data untuk WA. Lalu lintas informasi dalam bentuk tulisan, gambar, dan video sangat gencar. Yang begitu saja sudah berpotensi membuat kita mabuk informasi. Belum lagi kalau informasi itu–seperti yang sering terjadi–mengandung hoaks dan tebaran kebencian. Lalu lintas itu malah sangat besar potensi negatifnya daripada potensi positifnya. Blogging akan membawa kita ke paradigma Web lagi, sedikit meninggalkan paradigma aplikasi yang memang tidak bisa dihindari. Dan, seperti kita tahu, World Wide Web adalah wilayah di mana informasi (terutama informasi yang meluruskan misinformasi) paling banyak tersedia, wilayah yang sayangnya kurang diakrabi oleh para pengguna gadget kita.

Dan, melihat desa yang arsitektur kantor desanya sudah jauh dari kesan desa pendopo tradisional, dengan proyektor LCD bagus, jaringan internet memadai, dan ASN perangkat desa berusia awal 20-an lulusan SMK jurusan teknik komputer dan jaringan, saya sangat positif para anggota karang taruna, dan semoga akhirnya masyarakat, desa ini bisa menyambut inisiatif kembali ke blogging ini. Saya positif akan ada setidaknya perwakilan anggota karang taruna ini yang tertarik untuk menjadi blogger dan rajin menuliskan hal-hal indah yang saya sebut di atas. Semoga.

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *