Akhir pekan kemarin baca buku ini. Membuka mata dan membuat optimis. Menurut Oom Smart yang smart ini, dunia saat ini sudah terlalu dikuasai oleh etika kerja yang semakin lama semakin membunuh dunia dan manusia. Manusia terobsesi dengan kerja, kerja, kerja, perencanaan, jadwal, target, dll. Sampai-sampai, saudara, orang bersantai itu dianggap melakukan tidak kriminal, dicap malas, menghambat produksi, dan jelek!
Judul: Autopilot: The Art and Science of Doing Nothing
Penulis: Andrew Smart
Terbitan: Juli 2013
Penerbit: OR Books
Padahal, oh padahal, saat kita bersantai dan leha-leha setelah berpikir dan bekerja, di situ otak kita bekerja. Dia membuat koneksi-koneksi baru. Dia melakukan aktivitas yang sebelumnya di ilmu neurologi tidak diketahui dan dianggap derau, noise, aktivitas acak. Belakangan, aktivitas saat diam ini diketahui sebagai sesuatu yg penting yang diistilahkan “default mode network (DMN)”. DMN inilah yang memungkinkan kita membuat koneksi² antara berbagai hal eksternal yang diterima otak selama kita beraktivitas dan tersimpan di otak. Dengan kata lain, DMN ini mewakili aktivitas otak mengurusi apa yang sudah ada di dalam. Dengan kata lain, otak mengolah hal² yang tertinggal di otak (yang bisa hilang bila dibiarkan). Kira² begitu. Semoga sy tdk salah paham.
Smart menyoroti bahwa saat kita terus beraktivitas dan memberi otak kita load eksternal tanpa memberinya kesempatan untuk ber-DMN, menggarap sumber daya yg sudah di dalam, kemungkinan kita untuk menghasilkan hal² baru, out of the box lah istilahnya, jadi semakin berkurang. Leha² dan santai² dan membiarkan diri melamun menurut beliau ini penting artinya.
Contoh biofrafis yang diambil tidak tanggung²: Newton dan Rilke, mewakili ilmuwan dan seniman. Keduanya selalu meluangkan banyak waktu untuk bersantai, merenung, halan-halan. Ingat kan kalau gravitasi itu disadari oleh Ki Newton waktu lagi bersantai di bawah pohon apel?
Buat saya, satu pertanyaan kecil yg selalu ada di kepala selama baca buku ini dan tdk dijawab oleh Smart adalah: apa tidur tidak cukup untuk ini? Saya coba menjawab sendiri: Sepertinya tidak cukup. Untuk mencapai refleksi yang membuahkan terobosan baru, kita masih tetap membutuhkan kesadaran untuk menangkap “Aha! moment” itu.
Begitulah kira².