Tulsa, Keberuntungan Ramadhan.

Pada Ramadhan tahun kedua di Arkansas, pengalaman didatangi ulama penting dari Indonesia tidak berulang. Kali ini, ulama yang diundang ICMI tidak bisa hadir di Fayetteville. Jadinya, kami yang diundang untuk ke kota besar terdekat yang menjadi perhentian wajib dalam Safari Ramadhan ICMI: Tulsa. Ini menandai perjalanan pertama saya menyetir mobil secara konsisten dalam jarak yang cukup signifikan. Dan, kalau diingat-ingat lagi, inilah perjalanan di mana saya merasa sangat beruntung setelah melakukan sebuah blunder yang bisa jadi sangat fatal.

Sebelumnya, perlu saya ceritakan apa itu Tulsa. Kota yang pelafalannya seperti /talsa/ ini masuk di negara bagian Oklahoma tapi posisinya tidak terlalu jauh dari Fayetteville. Bisa dibilang, ini kota besar yang paling dekat dengan Fayetteville. Dari Fayetteville, jaraknya hanya 2 jam perjalanan melewati Highway yang relatif lurus ke barat. Dari Fayetteville, kami hanya perlu berjalan ke utara melalui US 112 ke arah bandara dan begitu ketemu jalan yang lebih besar US 412, kita tinggal belok kiri ambil US 412 ke arah barat. Ambil itu terus dan 1,5 jam kemudian kami sudah ada di pinggiran kota Tulsa. Di kanan kiri kebanyakan lahan pertanian dan ada beberapa kawasan hutan.

Sejak memiliki SIM pada bulan April, saya belum berkesemaptan melakukan perjalanan jauh dengan nyetir sendiri. Perjalanan jauh saya ke kota St. Louis pada bulan Juni tidak memberi saya cukup kesempatan untuk menyetir lama. Jadi praktis, perjalanan ke Tulsa pada bulan September 2009 itu adalah perjalanan signifikan saya pertama kali. Saya waktu itu harus menyetir karena kawan-kawan saya lainnya tidak bisa nyetir. Saya berangkat bersama Aryo dan Usep, dua kawan mahasiswa master tahun pertama asal Indonesia. Ini pengalaman pertama mereka pergi agak jauh dari Fayetteville (kalau saya tidak salah).

Ada satu hal yang bisa jadi blunder terkait mobil yang kami pakai. Mobil yang kami pakai waktu itu adalah Honda Civic matic warna hitam tahun 2001 milik bang Teddy. Bang Teddy sendiri berangkat bersama keluarganya dan seorang mahasiswa lain dengan Honda Accord tahun 98-an miliknya karena dia lebih senang menyetir manual. Nah, karena saya terbiasa dengan mobil saya sendiri yang lebih tua (Mazda Protege manual tahun 1994) dan suaranya keras, ketika mengendarai mobil bang Teddy yang relatif baru dan mulus itu saya agak kikuk. Saya sering tidak tahu apakah mobil sudah nyala atau tidak saking senyapnya suara mobil itu. Oleh karena itulah, ketika di tengah jalan, saya, Usep, dan Aryo memutuskan untuk berhenti di pom bensin sekadar mengganti bensin, saya nyaris membuat celaka orang satu kampung. Saya tidak sadar bahwa saya belum mematikan mesin ketika mengisi bensin. Setelah setelah mengisi bensin dan masuk mobil, saya bingung mencari kunci mobil. Setelah agak lama, saya lihat ternyata kunci masih nyantol di rumah kunci dan mobil masih dalam keadaan hidup! Seingat saya yang seperti ini dianggap berbahaya. Jadi, adalah sebuah keberuntungan mobil tadi tidak terbakar waktu saya mengisi bensin. Perhentian kami selanjutnya sebelum ke tempat Bang Asnul adalah di Asian market Tulsa yang cukup lengkap dan ada bagian untuk ikan hidup yang aromanya amboy!

Di parkiran strip mall Tulsa yang ada Asian Storenya

Di Tulsa, tujuan kami adalah rumah keluarga Bang Asnul. Bang Asnul ini salah satu pengurus ICMI Amerika Serikat dan sepertinya sering menyediakan rumahnya untuk tempat pertemuan acara Safari Ramadhan. Ketika itu, dai yang diundang ICMI adalah Dr Attabik Luthfi, dosen dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Saat ini, kita mengenal beliau ini sebagai dai dan akademisi yang kerap menulis. Ketika itu saya tidak mengenal beliau–dan mohon maaf saat ini saya tidak ingat lagi apa tema ceramah beliau. Yang saya ingat adalah tempat tinggal Bang Asnul yang sangat menyenangkan. Tinggalnya di sebuah sub-division, perumahan yang cukup mewah dengan halaman depan tertutup rumput dan bunga-bunga tanpa pagar tembok. Rumah-rumah tetangganya unik seperti istana-istana kecil. Rumah Bang Asnul memiliki sebuah mezanin yang mungkin dipakai untuk acara nonton bareng keluarga. Ceramah diadakan di sana. Anak-anak kecil juga ikut. Setelahnya, kami duduk-duduk dan makan di bawah, di bagian yang langsung keluar ke garasinya.

Adakah yang lebih nikmat dari jajanan kampung halaman di negeri orang?

Acara sangat gayeng dan ceria. Cukup banyak warga Muslim Indonesia yang datang dan banyak sekali kudapan berbuka dan makanan berat yang begitu membahagiakan. Ketika kami berbuka tersebut, tuan rumah juga menyalakan TV di mana ada sebuah berita mengejutkan tentang petenis kebanggaan Amerika Serikat yang saat itu berlaga di US Open dan kalah. Saya ingat waktu itu ada kejadian kontroversial. Barusan, saya cek di google bahwa pada hari tersebut Serena William kalah dan dia mengumpat ke hakim garis karena protes dengan keputusan si hakim garis. Banyak peserta Safari Ramadhan (yang tentu saja juga buka bersama) bersedih dengan kekalahan Serena. Setelah makan cukup puas (dan mendapat bekal untuk pulang ke Fayetteville, karena waktu itu kami bertiga tidak ditemani istri di Fayetteville), akhirnya kami pun balik ke Fayetteville dengan santai. Kami aman-aman saja ketika itu. Kami beruntung. Pada musim berikutnya, kawan-kawan saya ke Tulsa dari Fayetteville dan dalam perjalanan pulang mereka menabrak rusa dan menyebabkan kerusakan pada bodi mobil.

Itu pengalaman Tulsa pertama saya. Hingga saat ini, saya belum pernah lagi berkesempatan main ke rumah Bang Asnul lagi. Tapi, tentu saja, sebagai sebuah hub penting untuk segala perjalanan ke barat, saya pernah beberapa kali lagi lewat Tulsa, terutama bersama anak dan istri saya. Banyak pengalaman manis saya dapatkan di Tulsa, tentang anak saya yang pingin berenang di kolam renang indoors Holiday Inn, maupun tentang hal-hal menyenangkan lainnya. Mungkin, semua kenangan indah saya tentang Tulsa berutang pada satu keberuntungan saat pertama kali ke Tulsa itu. Keberuntungan saat mengisi bensin dan lupa mematikan mesin tapi tidak terjadi ledakan itu. Kalau saja saat itu terjadi ledakan di pom bensin dan terjadi hal-hal yang biasanya terjadi di film-film Bruce Wilis, mungkin kehidupan perkuliahan saya tidak akan tenang, kemungkinan saya akan merasa sangat bersalah kepada Bang Teddy, kemungkinan saya tidak akan memilih ke Fayetteville lagi kalau ada kesempatan kedua, dan kemungkinan Tulsa dan Oklahoma akan menjadi trauma bagi saya. Tapi untungnya tidak, alhamdulillah. Tulsa tetap manis. Oklahoma yang berjuluk “negara bagian pribumi” itu bagi saya tetap mengundang senang hati.

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *