Merdeka Belajar Kampus Merdeka ini memang urusan yang gampang-gampang susah. Di satu sisi gegap gempitanya begitu appealing dan menawarkan banyak hal yang keren. Tapi, di sisi lain pendidik jadi merasa kuatir mahasiswa jadi tidak lengkap belajarnya. Tapi, di sisi ketiga, kita bisa melihat MBKM ini sebagai satu ruang yang sedari dulu ada di dekat kita tapi tidak sempat kita masuki.
Beberapa waktu yang lalu kawan-kawan pengelola MBKM di kampus mengadakan FGD yang tujuannya untuk memantapkan dokumen-dokumen pendukung (yang artinya juga merencanakan pengelolaan) program MBKM. Di salah satu sesi itu kami mengundang tiga kelompok yang berbeda: East Java Ecotourism Forum, Andal Software, dan Indomarco. Sepertinya ini sesi yang paling mewakili ketiga fakultas yang ada di kampus: humaniora, saintek, dan ekobis.
Di sini terungkap bahwa tidak sesederhana itu pembagian bidang yang ada. Pak Tris dan EJEF menunjukkan bahwa pariwisata adalah satu bidang besar yang memang banyak membutuhkan elemen kreatif dan penciptaan pengalaman namun bisa dan perlu dikelola dari berbagai bidang yang kami punya di kampus. Begitu juga dengan Andal Software dan Indomarco.
Di awal memang cuma Pak Tris yg menyajikan bahwa bidangnya, pariwisata, sangat terbuka dan membutuhkan semua bidang pengetahuan. Tapi, ketika ada pertanyaan yang sedikit menjurus ke semua narasumber, sebenarnya terungkap juga fakta bahwa baik perusahaan software maupun retail tidak hanya terbatas saintek dan ekobis. Dua perusahaan ini juga membutuhkan lulusan bidang humaniora. Kasarannya, anak sastra pun bisa punya peran penting di perusahaan-perusahaan sejenis mereka.
Memang, yang paling menonjol sekarang adalah peran orang-orang Sastra dan Bahasa di bidang komunikasi massa. Sebagai contoh: pekerjaan sebagai penulis UI/UX atau penulis untuk interface aplikasi adalah pekerjaan tentu bagus kalau dipegang sama orang yang kepekaan bahasanya terlatih. Lainnya adalah digital marketer, khususnya untuk komunikasi lewat media (termasuk media sosial), yang sangat terbuka untuk merekayang gemar ngoprek kata-kata.
Yang belum banyak muncul (dan di diskusi kemarin belum terungkap sama sekali) adalah keterlibatan orang-orang humaniora di bagian yang lebih akar, misalnya di bagian konsep awal atau desain layanan. Mestinya, orang yang bisa berempati dengan tokoh fiksi, menggali berbagai yang tampak secara tekstual, dan kepentingan-kepentingannya bisa sangat mudah diajak untuk membaca situasi dan membayangkan potensi dan risiko dari sebuah layanan yang baru dirancang. Kasarannya, orang-orang yang gemar bertualang di alam imajinasi ini bisa terlibat secara lebih fundamental dalam kegiatan perekonomian.
Dan pastinya orang humaniora juga sangat perlu balajar membaca data secara lebih dalam, terutama data-data riil, bukan yang fiksi. 🙂
Tujuannya apa? Ya kegiatan perekonomian yang lebih manusiawi dan mempertimbangkan kecenderungan-kecenderungan alami manusia, bukan hanya kegiatan perekonomian yang memperlakukan manusia sebagai objeknya.
Tapi ya, itu nanti. Sekarang, biarlah anak-anak sastra ini ikut terlibat dulu di kegiatan sosial dan perekonomian. Biarkan mereka punya kenyamanan bermain di sana. Kalau akhirnya mereka terjun dan berenang-renang di sana, tentunya itu akan bagus. Mungkin inilah jalannya menuju keterlibatan imajinasi lebih dalam di kegiatan perekonomian.
Tentu tidak semuanya harus begitu. Yang merawat nalar dan imajinasi akan tetap ada. Yang mengajar dan mengajak berpikir dan menggali kedalaman manusia tetap ada. Tapi yang terjun ke bidang saintek dan ekobis juga tidak hanya anomali.
Kalau Merdeka Belajar Kampus Merdeka bisa membuka jalan untuk ke sana, bisa dong kita amini usaha ini. Kalau kita percaya semua orang bisa menjadi guru dan semua kejadian bisa menjadi pengalaman, tentu ini waktu yang tepat untuk belajar.