Hari-hari ini, acara manten sudah seperti fitur penting di kota Malang ini. Di aula-aula penting banyak diadakan resepsi pernikahan. Begitu juga di pinggir-pinggir jalan. Eh, nggak di pinggir jalan sih. Tapi, kenapa ya rasanya musim kawin tahun ini serasa berbeda?
Ada jawaban yang bisa diajukan: bahwa ini pernikahan pasca COVID. Eh, terus apa bedanya dengan pernikahan masa tahun kemarin? Bukankah tahun kemarin juga masuk ke dalam pernikahan pasca COVID?
Oke, biar jawaban yang diberikan nanti jelas, saya pingin mencoba mereview dulu acara-acara pernikahan yang pernah saya hadiri sejak terungkapnya kasus 01 dan 02 COVID di Indonesia. Paling tidak, kalau tidak ada jawaban yang definitif dari postingan ini, ada lah gambaran tentang bagaimana pesta pernikahan sejak mulainya COVID hingga hari ini.
Resepsi pertama yang saya datangi adalah resepsinya Denny kawan baik di Malang. Pernikahan Denny terjadi pada bulan Agustus tahun 2020. Ketika COVID masih sedang menanjak pelan tapi pasti sejak bulan Maret. Ketika itu, seingat saya kebijakan kampus adalah masuk 50 persen BDR dan BDK.
Pernikahan Denny diadakan di Jombang, di daerah Ploso, tempat asal istrinya. Dari Malang saya naik mobilnya Pak Djoko. Bersama saya waktu itu juga ada Yuki, seorang kawan mahasiswa UB yang pernah ikut workshop penerjemahan sastra di Pelangi Sastra. Di Malang waktu itu orang-orang rajin bermasker.
Tapi, di Jombang, di acara itu, seingat saya banyak sekali orang yang tidak bermasker. Ada sedikit rasa khawatir tentu saja, tapi suasana dan cerita-cerita Pak Djoko tentang kawan-kawannya seniman ludruk membuat kami tertawa terbahak-bahak sampai lupa COVID. Ketika saya masuk lagi di kampus, itu mungkin pertama kalinya saya mengisi survei mengandung pernyataan telah mengikuti acara yang melibatkan kerumunan.
Sepertinya itu satu-satunya resepsi pernikahan yang saya hadiri pada tahun 2020 itu. Pernikahan COVID pertama saya aman. Resepsi kedua yang saya hadiri di masa pandemi baru terjadi di tahun depannya, tidak lama setelah idul fitri pada tahun 2021. Ketika itu gelombang pertama COVID sudah melandai tapi kabar-kabar tentang COVID delta mulai terdengar. Hanya ada desas-desus bahwa kemungkinan akan terjadi ledakan kasus setelah idul fitri waktu itu.
Resepsi kedua ini adalah resepsi sepupu saya sendiri dari jalur ibu. Pernikahan ini terjadi di Sidoarjo, di kecamatan tentangga dari tempat asal saya. Seperti resepsi di desa, tempatnya adalah di depan rumah mempelai perempuan. Kebetulan sekali di depan rumah sepupu saya itu ada jalan kecil berpaving dan di depannya lagi sungai. Ketika mantenan itu diadakan, jalannya ditutup sepenuhnya.
Di acara resepsi itu, kami cukup disiplin menjaga protokol kesehatan Kami tidak lepas masker sama sekali, kecuali waktu makan. Kami makan tak henti-henti tapi sebisa mungkin masker langsung dipakai begitu selesai. Lokasi tenda cukup sempit, jadi ya wajar lah kalau kami waktu itu agak-agak waswas.
Ketika balik ke Malang, kami semua tetap sehat. Waktu itu saya sudah pernah terkena COVID. Tapi, kami dengar dari bapak-ibu saya bahwa orang tua dari sepupu saya kedua-duanya sakit flu sampai lebih dari dua minggu. Tak berselang lama sejak resepsi itu, terhembus kabar tentang mulai merebaknya kasus gelombang delta. Seperti kawan-kawan ingat, gelombang delta cepat sekali memuncak dan kemudian menyebabkan banyak kejutan.
Sementara begitu dulu dua kisah resepsi manten selama pandemi. Kalau ada kesempatan, besok deh saya lanjutkan cerita tentang resepsi-resepsi lain yang tak kalah uniknya.