Terjemahan Jabberwocky: Dari Kosong Menjadi Kosong

Briga saatnya dan walutaba salinda
Menggiras dan menggulas dalam wabas
Sungguh minca puara baragoba
Dan reta-reta yang mumba menggerabas

Itu dia terjemahan Jabberwocky bait pertama versi Pak A. Effendi Kadarisman. Sedikit perkenalan, Pak Effendi ini adalah seorang ahli linguistik yang tinggal di Malang, dan beliau juga penyair yang menulis puisi dalam bahasa Jawa, Indonesia, Inggris, dan Arab.

Pada paragraf-paragraf berikut saya akan sedikit menguraikan oleh-oleh si pemimpi ini dari silaturahmi lebaran ke rumah Pak Effendi malam Minggu kemarin. Tahun lalu, dalam silaturahmi lebaran saya menggali dari beliau tentang resensi (soal resensi akan saya bahas dalam kesempatan lain, alah!). Oke, saya akan coba uraikan beberapa hal yang menjadi pertimbangan pak Effendi kenapa memilih menerjemahkan Jabberwocky bait pertama menjadi sedemikian rupa.

“Saya sangat bebas dan gampang sekali menerjemahkan itu,” demikian kata pak Effendi saat saya tanya tentang sesulit apa penerjemahan Jabberwocky. Kok mudah? Karena pak Effendi ‘hanya’ tinggal menggunakan kaidah-kaidah linguistik (ditambah sejumlah keluwesan beliau sebagai penyair, :D). Beliau menggunakan hukum dalam linguistik yang menyatakan bahwa tiap bahasa punya jenis-jenis fonem sendiri. Dengan kata lain, YANG DITERJEMAHKAN ADALAH BUNYI.

Lebih kongkrit lagi: bunyi ‘brillig’ yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘briga’ yang lebih lazim, ‘toves’ menjadi ‘taba’, ‘gyre’ menjadi ‘giras’, ‘borogoves’ menjadi ‘baragoba’, dst. Bagaimana bisa ‘slithy’ menjadi ‘salinda’? Bunyi ‘sli’ (/slai/) diterjemahkan menjadi ‘sali’ dan ‘thy’ (/thai/) diterjemahkan menjadi ‘nda’ dengan asumsi bunyi ‘dh’ (seperti dalam ‘the’, ‘they’, ‘this’) pada lidah orang Indonesia seringkali berubah menjadi ‘ndh’ (makanya orang Jawa sering bilang ‘/ndi en/’ ketimbang ‘/thi: end/’ untuk ‘the end’).

Terus, yang dilakukan pak Effendi adalah ‘memindahkan bunyi ke bahasa Indonesia sambil tetap menjaga suasana puisinya. Kita tahu bahwa bunyi dalam puisi bisa menyimbolkan sesuatu. Kita sering mendengar ‘sound symbolism’, kan? Kita tahu—dan Cak Bono dan bang guru Hasan Aspahani paling tahu—yang namanya ‘kakofoni’ dan ‘eufoni’. Kakofoni atau bunyi yang keras, berat bisa dihadirkan dengan memberikan kalimat-kalimat yang mandek (bejat, nyungsep) atau dengan menghadirkan ‘voiced sound’ semisal ‘b, g, d’ yang dipertemukan dengan ‘r’ seperti kata ‘gerabah’ atau ‘gelegar’ (maaf seribu maaf, ini bukan Poetry 101 dan maaf buat Cak Bono dan Bang Guru Hasan kalau saya sudah lancang, nglangkahi, hehehe…). Dalam Jabberwocky ini, bunyi-bunyi berat semacam ‘gyre’, ‘wabe’, ‘borogoves’, dan ‘outgrabe’ diawetkan dalam ‘menggiras’, ‘wabas’, ‘baragoba’, dan ‘menggerabas’.

Dan jangan lupa ya, struktur rima abab tetap dipertahankan, lho.

‘Kenapa yang diterjemahkan hanya bunyinya, Pak?’ tanya saya.

Itu karena kata-kata dalam Jabberwocky bait pertama adalah, dalam bahasa Sausurian, penanda tanpa petanda (signifier without signified). Kata-kata itu nonsens. Jadi, sah-sah saja jika kita terjemahkan nonsens menjadi nonsens. Tapi ya itu tadi, terjemahannya haruslah jadi NONSENS YANG MASUK AKAL DALAM LIDAH DAN BUNYI-BUNYIAN BAHASA INDONESIA.

Bagaimana dengan penjelasan arti dan portmanteau yang diberikan Humpty Dumpty dalam Alice in Wonderland?

Menurut pak Effendi, pemberian makna oleh Lewis Caroll (lewat mulut Humpty Dumpty) itu semena-mena saja. Kalau dipikir-pikir ia juga sih. Lihat itu ‘brillig’. Dalam kamus paling canggih apapun tidak ada yang namanya ‘brillig’. Dan Humpty Dumpty (yang dalam Alice in Wonderland itu mengaku sebagai ‘yang tahu nyaris apa saja’) mengartikannya tanpa ada penjelasan yang jelas mengacu ke mana penjelasannya itu. ‘Toves’ dia bilang berarti ‘semacam luak – semacam kadal – semacam pembuka gabus sumbat’ (padahal nggak ada kamus atau orang Inggris yang bilang begitu). ‘Gyre’ kata Humpty berarti ‘munyer seperti giroskop’ dan ‘gimble’ adalah ‘membuat lubang seperti bor’. Padahal, mana coba ada orang Inggris yang memakai kata ‘gimble’ untuk memaksudkan ‘mengebor’. Well, it’s crystal clear now that this is some kinda Carollian nonsense (weissss…). Begitu juga yang lain-lain.

Tapi, ada satu hal yang membuat terjemahan ini menurut saya kelihatan tidak ngawur. Yaitu, jenis kata (apakah itu kata benda, kata kerja, kata sifat, atau part of speech kata orang Inggris) tidak berubah ketika diartikan. ‘Slithy toves’ jadi ‘walutaba salinda’. ‘Slithy’ yang kata sifat itu menjadi ‘salinda’ yang posisinya juga tetap sebagai kata sifat. ‘Gyre’ dan ‘gymble’ yang merupakan kata kerja menjadi ‘menggiras’ dan ‘menggulas’ dari kata kerja dasar ‘giras’ dan ‘gulas’. ‘Raths’ yang kata benda jamak menjadi ‘reta-reta’. Dan ‘mome’ yang kata sifat menjadi ‘yang mumba’. Nah, asyik kan?

Oh ya, sebelum lupa, di situ ada ‘toves’ yang diterjemahkan menjadi ‘walutaba’. Sebenarnya bisa saja diterjemahkan menjadi ‘taba’, tapi demi pasnya suku kata, maka ‘walu’ pun ditambahkan secara semena-mena, :D.

Nah, sepertinya sekian dulu soal Jabberwocky. Selanjutnya, apa-apa yang tertulis di sini sangat terbuka untuk diskusi, sebagaimana halnya pak Effendi yang dengan rendah hati mengaku bahwa terjemahannya ini sangat diwarnai kaidah linguistik, dan tidak menutup kemungkinan orang-orang sastra di lapangan (ini sih tambahan saya, hehehe…) tidak berkenan.

Tahu nggak, setelah pulang dari silaturahmi itu, saya mampir sebentar di depan Stasiun Kota Baru Malang untuk melihat atraksi seorang remaja di atas BMX merah (anggota anak-anak BMX) yang beraksi cantik diiringi lagu ‘Welcome to My Paradise’. Terus, untuk sedikit bermewah-mewah barang sebulan sekali, si pemimpi ini beli bakso keju asli Malang untuk oleh-oleh istri dan anak yang sabar menunggu di rumah sambil nonton ekstravaganza.

Untuk mengakhiri mimpi pertama seputar Jabberwocky ini, marilah kita dengarkan kembali edisi Indonesia dan Inggrisnya secara bergantian. (Oh ya, kalau ingin menguji keberhasilan penerjemahan sound symbolism, coba hafalkan puisi ini di luar kepala dan baca dengan kecepatan seperti membaca mantra, dan rasakan!).

‘Twas brillig and the slithy toves
Did gyre and gymble in the wabe:
All mimsy were the borogoves
And the mome raths outgrabe.

Briga saatnya dan walutaba salinda
Menggiras dan menggulas dalam wabas
Sungguh minca puara baragoba
Dan reta-reta yang mumba menggerabas

P.S. Untuk mimpi edisi kali ini, terima yang tak terkira saya ucapkan kepada Bapak A. Effendi Kadarisman atas terjemahan Jabberwocky.

P.P.S. Postingan ini dulunya terbit di blog pertama saya Berbagi Mimpi pada tanggal 27 Oktober 2007. Kini hadir di sini…

More From Author

Masjid Makbadul Muttaqin, Terang tapi Menyejukkan

Masjid di Mojosari ini dari luar tampak megah dengan kubah lancipnya yang berwarna hijau. Siapa…

Gelora Bung Karno (GBK), a Morning Oasis Amidst the Haze

If you're in Jakarta and have a two hours period of time to spend in…

Menengok Pantai Selatan di luar JLS

Tulisan ini tentang pantai selatan, tapi karena perihal perjalanannya asyik, saya tuliskan dulu perjalanannya. Baru…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *