Dari Alun-alun Washington: Meski Mepet, tetap Harus ada yang Dikorbankan

Dalam postingan sebelumnya soal New York City, saya sebutkan bahwa satu hal yang sangat kurang dari New City adalah ruang atau space. Saya bilang, kan, kalau sedikitnya jumlah kamar kecil adalah salah satu indikasinya? Tapi, di tengah minimnya ruang itu, mereka tetap harus mengorbankan–atau mungkin lebih tepatnya “mengikhlaskan”–lahan untuk dijadikan ruang publik. Ada beberapa taman besar di seluruh New York City, dan banyak sekali taman-teman kecil–yang sepertinya hanya sepetak lahan yang posisinya nanggung seperti di sekitar perlimaan yang menyisakan sepetak lahan segitiga yang terlalu kecil untuk dijadikan bangunan yang cukup berarti.

Kemarin saya sebutkan hutan kota Central Park, yang luasnya mencapai ratusan 300-an hektar yang memiliki beberapa bangunan dan wahana hiburan dan pendidikan. Kali ini, saya pingin tampilkan foto Washington Square, yang berlokasi di sekitar kampus New York University. Selama tiga hari saya di NYU (Jumat sampai Minggu), alun-alun ini selalu ramai. Banyak sekali hiburan yang ditawarkan, mulai dari permainan musik klasik, sirkus sampai demonstrasi politik damai. Dalam situasi seperti ini, kita bisa melihat dengan jelas demografi New York City. Manusia dari berbagai latar belakang ekonomi, biologis, kultural, politik dan linguistik bisa ditemukan di sana.

Guguknya yang eek, yang punya yang bersihkan.
Guguknya yang eek, yang punya ikut jongkok membersihkan.
Man in cape protesting
Man in cape protesting
Imigran Venezuela mendemo perkembangan  politik.
Imigran Venezuela mendemo perkembangan politik. Motifnya selalu sama, komunisme selalu dilawankan dengan agama (ingat Amerika–kasus penambahan “In God We Trust” pada puncak perang dingin–dan Indonesia pasca G30S.
Mencuri teknik
Mencuri teknik
"Eneng belum makan nih, kang."
“Eneng belum makan nih, kang.”
Tarian cantik diiringi piano klasik
Tarian cantik diiringi piano klasik
Permainan piano klasik di tengah keramaian
Permainan piano klasik di tengah keramaian

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *