Inilah terjemahan saya yang jarak linguistiknya paling jauh dengan aslinya. Maksud saya, puisi ini aslinya dalam bahasa Arab abad ke-11. Karena penulisnya tinggal di Kordoba pada masa Muslim berkembang di Spanyol, maka orang Spanyol (yang tidak mengikuti gerakan mainstream menghapus sejarah) bisa mengklaim puisi ini sebagai warisan budaya mereka. Karena itulah puisi ini pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol kontemporer oleh Emilia Garcia Gomez. Kemudian, seorang penerjemah Amerika Serikat bernama Cola Franzen tak sengaja ketemu terjemahan Emilia Garcia Gomez tersebut, dan tertarik. Akhirnya Cola Franzen pun menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris. Beberapa waktu lalu, saya ketemu buku terjemahan Inggris yang berjudul Poems of Arab Andalusia itu dan tertarik, maka buntutnya adalah terjemahan ini. Tapi, seperti biasa, sebelum menyantap puisi itu sendiri, mari kita ngobrol ngalor-ngidul dulu.
Puisi ini ditulis oleh Ibn Hazm, penyair Andalusia pada masa peralihan dari Kekhalifahan Umayyad di Spanyol (929-1031) hingga masa Kerajaan Taifa (1031-1130). Masa Kekhalifahan Umayyad di Spanyol itu adalah masa yang sangat subur untuk perkembangan sastra, filsafat dan ilmu pengetahuan. Khalifah Abdulrahman III, keturunan Abdulrahman I (pemersatu kelompok-kelompok Muslim pertama di Spanyol yang datang ke Spanyol untuk melarikan diri dari pembantaian keluarga Umayyad oleh Abassid pada tahun 750). Abdulrahman III dikenal sangat toleran dan melibatkan minoritas Yahudi dan kelompok Kristen dalam pemerintahan dan kebudayaan negerinya. Itulah penyebab perkembangan ilmu pengetahuan, yang menuntut adanya transfer pengetahuan, yang niscaya membutuhkan penerjemahan dan kerjasama berbagai pihak dengan latar belakang linguistik berbeda.
Kembali ke Ibn Hazm: dia lebih terkenal dengan karyanya yang berjudul Cincin Merpati, yang bisa dibilang merupakan kamus besar percintaan di Kordoba atau Andalusia. Di buku itu, kita bisa membaca kisah cinta dari berbagai kelompok masyarakat, termasuk kisah cinta adiluhung atau percintaan ala keraton. Di Eropa Barat (atasnya Spanyol), kisah cinta adiluhung atau courtly love menjadi tren mulai abad ke-12 (seratus tahun kemudian) seperti dalam puisi-puisi romansa (romance), termasuk karya-karya Boccaccio (Italia), kisah-kisah roman Keraton Raja Arthur (Inggris dan Perancis), maupun beberapa puisi panjang Geoffrey Chaucer (Inggris). Ahli Sastra/Budaya Pertengahan yang mempertimbangkan Andalusia dan membaca karya-karya sastra dari kawasan ini bisa saja (dan valid) berargumen bahwa Andalusia memiliki pengaruh dalam tumbuh dan berkembangnya Romance Eropa Barat.
Okoleh, tanpa berpanjang-panjang, perkenankan saya haturkan terjemahan satu puisi Ibn Hazm ini. Buat kita, yang sejak kecil mendengar lagu tentang “belahlah dadaku” (dari pop, dandut, maupun langgam), puisi ini terdengar menye-menye. Tapi, kalau melihat banyaknya adengan membelah, mengeluarkan, menyajikan, dan mempersembahkan jantung kepada kekasih hati dalam karya-karya sastra itu (lihat saja Dante Alighieri dalam Vita Nuova, atau Chaucer dalam Troilus and Criseyde), “membelah dada” bukan urusan sepele. Inilah manifestasi rasa cinta yang paling agung dan adiluhung. Maka, silakan menikmati:
Kubelah Jantungku
Ingin kubelah jantungku
dengan pisau
dan selipkan engkau di situ
lalu menutupnya lagiagar kau selalu di dadaku
dan bukan orang lain
hingga hari kebangkitan
hingga hari perhitungan.Kau tetap di sana selama hidupku
dan setelah datang maut
kau tetap terpendam di dalam hatiku
di gelap liang lahat.
Puisi Ibn Hazm dari Kordoba (atau istilah Arabnya Ibn Hazm al-Qurtubi) ini diambil dari halaman 18 buku Poems of Arab Andalusia (terbitan City Lights 1989, diterjemahkan oleh Cola Franzen).